Kisah Gus Baha Memarahi Tamu yang Datang ke Rumahnya, Gara-Gara Hal Ini

9 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, memiliki banyak kisah menarik yang kerap menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam. Salah satunya adalah pengalaman ketika marah kepada tamu yang datang ke rumahnya.

Dalam sebuah kesempatan, ulama asal Rembang ini mengisahkan bagaimana ia melihat perlakuan yang tidak tepat dari orang tua terhadap anaknya, hanya demi menjaga sopan santun di depan seorang kiai.

Kisah ini disampaikannya dalam sebuah ceramah yang dikutip dari tayangan di kanal YouTube @MuharulizChannel. Dalam video tersebut, Gus Baha bercerita bahwa tamu yang datang ke rumahnya memarahi anak hanya karena tidak segera bersalaman dengan kiai.

“Saya pernah punya tamu. Dalam tradisi kiai, sering ada tamu yang datang. Orang tuanya ini terlalu mengkultuskan kiai, sampai membentak anaknya supaya segera salim kepada saya,” ungkapnya.

Anak kecil tersebut, lanjutnya, masih asyik bermain dan enggan langsung bersalaman. Namun, orangtuanya justru memaksa dan membentaknya agar segera menunjukkan sikap sopan dan salim.

Bukannya membela orangtua yang ingin mengajarkan adab, Gus Baha justru balik menegur dan memarahi tamunya itu.

“Yang dosa itu kamu, bukan anakmu,” tegasnya.

Simak Video Pilihan Ini:

Jasad Nelayan Korban Perahu Terbalik di Laut Selatan Kebumen Ditemukan Mengapung

Anak Kecil Itu Miliki Keringanan

Menurutnya, dalam Islam ada keringanan bagi anak kecil yang belum baligh. Mereka belum dikenai kewajiban untuk mengikuti aturan-aturan tertentu, termasuk dalam hal kesopanan terhadap orang lain.

“Ada tiga golongan yang mendapatkan keringanan dalam Islam. Pertama, anak kecil sampai baligh. Kedua, orang tidur sampai bangun. Ketiga, orang gila,” jelasnya.

Karena itulah, anak-anak tidak bisa dipaksa untuk langsung memahami konsep sopan santun sebagaimana orang dewasa.

“Anak kecil itu tidak terkena khitab (beban hukum) untuk sopan kepada saya. Justru kamu yang kena khitab harus sopan kepada anak-anak,” lanjutnya.

Menurutnya, ada kesalahan dalam pola pikir sebagian orang yang terlalu memaksakan adat atau kebiasaan tertentu tanpa memahami konsep syariat.

Dalam tradisi Jawa, sering kali orang tua lebih galak dalam mendidik anak demi menjaga wibawa di depan orang lain.

Namun, Gus Baha menilai bahwa pendekatan seperti ini tidak selamanya benar. Apalagi jika sampai membuat anak merasa tertekan.

“Lah ini adat Jawa itu kadang keliru. Jadi orang tua itu marah-marah memaksakan anaknya sopan, padahal Allah memberi diskon. Anak kecil itu belum wajib sopan,” jelasnya.

Tidak Ada Masalah Anak-Anak Kurang Sopan

Ia menegaskan bahwa tidak ada masalah jika anak-anak masih bersikap spontan atau bermain ketika ada tamu datang.

“Enggak apa-apa kalau ada tamu, terus anak naik-naik kursi, asal masih anak kecil,” katanya.

Gus Baha juga mencontohkan bagaimana Rasulullah SAW bersikap kepada anak-anak. Dalam banyak riwayat, Rasulullah tidak pernah memaksa anak-anak untuk bersikap formal.

Bahkan, dalam beberapa kisah, Rasulullah dengan lembut membiarkan anak-anak mendekat dan bermain di sekitarnya tanpa harus dipaksa untuk sopan seperti orang dewasa.

Sikap lemah lembut ini, menurut Gus Baha, yang seharusnya menjadi contoh dalam mendidik anak.

Jika anak kecil terus dipaksa bersikap sopan, padahal mereka belum memahami konsep tersebut, dikhawatirkan yang terjadi justru trauma.

“Nanti kalau sering dipaksa dan dimarahi, akhirnya malah takut sama tamu, takut sama kiai, bahkan bisa takut ke masjid,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa orang tua harus lebih bijaksana dalam mendidik anak. Daripada memarahi mereka karena alasan sopan santun, lebih baik memberikan pemahaman dengan cara yang lebih halus.

Sebagai orang tua, mendidik anak dengan cara yang lembut akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan membentak atau memaksa.

Dengan memahami ajaran Islam secara benar, diharapkan orang tua bisa lebih sabar dalam membimbing anak-anak mereka, tanpa harus memaksakan adat yang tidak sejalan dengan nilai-nilai agama.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |