Kisah Jenaka Gus yang Diizinkan Pacaran, Syaratnya Unik dan Bikin Melongo

13 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Ceramah-ceramah Gus Baha dikenal tidak hanya berisi penjelasan mendalam seputar tafsir dan fikih, tetapi juga dibumbui kisah-kisah jenaka yang sarat makna. Salah satunya adalah kisah seorang Gus yang diizinkan pacaran dengan syarat tak biasa.

Kisah ini disampaikan dalam salah satu pengajian kitab yang digelar bersama para santri. Dengan gaya khasnya yang santai dan penuh humor, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha membuat suasana pengajian menjadi hidup dan tetap bernilai edukatif.

Dalam kisah tersebut, Gus Baha menceritakan seorang Kiai yang sudah tidak sabar menghadapi kenakalan seorang Gus muda. Gus tersebut suka pacaran, yang jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai pesantren.

Gus Baha pun membuka cerita itu dengan nada ringan. Menurutnya, Kiai tersebut akhirnya mengizinkan si Gus untuk pacaran, tetapi dengan satu syarat khusus yang tidak biasa.

Dikutip Sabtu (05/07/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @GusBahaofficial99, Gus Baha mengatakan, “Cung, kowe pacaran lah, angger wes iso moco Shahih Muslim..!!” (Nak, kamu pacaran tidak apa-apa, asalkan bisa baca Shahih Muslim..!!).

Simak Video Pilihan Ini:

Bikin Haru, Pemudik Kembali Bertemu dengan Kucing Kesayangan yang Hilang di Rest Area

Awalnya Boleh, Ujungnya Begini

Gus Baha lantas tertawa dan melanjutkan kisah tersebut. Ia menjelaskan, sang Gus yang sedang dimabuk cinta itu pun termotivasi untuk belajar karena ingin mendapat restu pacaran dari sang Kiai.

Dengan semangat tinggi, Gus tersebut akhirnya mendalami kitab Shahih Muslim. Ia belajar sungguh-sungguh, tidak lagi main-main karena ingin memenuhi syarat yang diajukan.

Namun, setelah benar-benar memahami isi hadis dalam Shahih Muslim, si Gus justru menyadari bahwa pacaran itu dilarang dalam syariat. Akhirnya, niat pacaran pun urung dilakukan.

“Setelah jadi alim, dia bilang ke saya, ternyata setelah tahu hukumnya haram, saya nggak jadi pacaran. Hehehe,” ujar Gus Baha sambil tersenyum.

Menurut Gus Baha, kejadian itu menjadi contoh dari apa yang disebut sebagai “hukum tahapan”, bukan hukum yang bersifat tetap atau permanen seperti hukum fikih.

Ia menjelaskan bahwa dalam dunia pendidikan dan dakwah, pendekatan hukum tahapan atau fikih dakwah sangat diperlukan. Tujuannya agar seseorang tidak merasa ditolak mentah-mentah, tetapi diajak untuk belajar dan menemukan kebenaran sendiri.

Metode yang Jarang Dilakukan

“Hukum tahapan itu bukan hukum fikih, tapi bagian dari pendidikan. Beda antara fikih dakwah dan fikih ahkam,” jelas Gus Baha kepada jamaah.

Gus Baha juga menyayangkan bahwa metode pengajaran seperti ini mulai jarang digunakan. Banyak orang yang terlalu cepat marah dan gegabah dalam menyikapi perilaku orang lain tanpa memahami konteksnya.

Ia menambahkan bahwa orang-orang seperti Gus dalam cerita tadi justru akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang alim dan memahami agama dengan lebih dalam, berawal dari dorongan cinta dan pendekatan pendidikan.

Menurutnya, selama seseorang masih punya semangat untuk belajar dan berubah, maka pendekatan dakwah yang bersifat bertahap ini akan lebih efektif dibandingkan cara yang frontal.

Gus Baha menegaskan pentingnya mengaji secara rutin agar umat Islam paham mana yang termasuk hukum tetap dan mana yang bagian dari proses mendidik.

Ia menyimpulkan bahwa kisah seperti ini memberi pelajaran penting bagi pendidik dan orang tua. Bahwa terkadang, cara yang unik dan jenaka justru mampu membawa seseorang menuju kebaikan.

Melalui gaya bercerita dan candaan yang ringan, Gus Baha berhasil menyampaikan materi berat seperti hukum fikih dan metode dakwah dengan cara yang mudah dipahami dan menyenangkan.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |