Liputan6.com, Jakarta - Pertanyaan soal hukum mengaji secara daring melalui platform seperti YouTube kerap muncul di tengah masyarakat, khususnya mereka yang ingin tetap mendapatkan ilmu agama di tengah keterbatasan waktu dan ruang.
Sebagian masih ragu, apakah aktivitas belajar agama yang dilakukan tanpa bertatap muka langsung bisa tetap membawa manfaat dan keberkahan sebagaimana halnya datang langsung ke majelis.
Menanggapi hal itu, ulama asal Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha memberikan penjelasan yang menyejukkan. Menurutnya, belajar agama lewat media digital seperti YouTube tetap bernilai positif dan mengandung keberkahan.
Pernyataan tersebut disampaikan Gus Baha dalam sebuah pengajian ketika ia mendapat pertanyaan mengenai hukum dan nilai dari ngaji lewat YouTube yang tidak secara langsung bertatap muka.
Gus Baha menjawab dengan gaya khasnya yang santai dan diselingi senyum. Ulama alim 'allamah ini menegaskan bahwa aktivitas tersebut tetap barokah dan tidak perlu dipersoalkan secara berlebihan.
Simak Video Pilihan Ini:
Salah Tangkap, Pencari Bekicot Diintimidasi dan Dipermalukan
Barokah dan Tak Perlu Minta Izin
Dikutip Sabtu (05/07/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @GusBahaofficial99, Gus Baha mengatakan, “Itu tetap barokah, karena kebaikan tidak perlu meminta izin. Kalau kebaikan minta izin ya jadi repot! Hehe.”
Menurutnya, dalam tradisi keilmuan Islam, tidak ada larangan untuk melakukan kebaikan hanya karena tidak mendapatkan izin secara formal. Justru, semua bentuk kebaikan sudah otomatis mendapatkan legitimasi dari syariat.
Ia kemudian merujuk pada istilah dalam fikih, yaitu iktifaan bi idznis-syar’i, yang artinya cukup dengan izin syariat dalam melakukan amal baik. Dengan prinsip ini, seseorang tidak perlu merasa berdosa atau bersalah jika belajar melalui sarana digital.
Gus Baha menyebut bahwa syariat sudah memberikan izin terhadap kebaikan. Maka, siapapun yang melakukan kebaikan, seperti mengikuti pengajian online, tetap mendapatkan nilai pahala yang sama.
Ia juga menjelaskan bahwa kebaikan secara umum dikenal oleh akal dan nurani manusia. Dalam istilah Islam, kebaikan ini disebut al-ma’ruf, yakni hal-hal baik yang mudah dikenali dan diterima oleh akal sehat dan sistem sosial.
Sebaliknya, lawan dari al-ma’ruf adalah al-munkar, yaitu sesuatu yang ditolak oleh akal karena dianggap aneh atau menyimpang dari nilai kebaikan. Maka, selama pengajian atau konten dakwah itu memuat hal yang ma’ruf, ia tetap sah dan bernilai.
Pertemuan Langsung Tidak Mutlak, yang Penting Manfaat
Gus Baha menegaskan bahwa untuk jenis kebenaran umum, sanad atau pertemuan langsung tidak menjadi syarat mutlak. Karena al-ma’ruf bisa dikenali tanpa harus melalui proses sanad yang ketat seperti dalam kajian hadis atau fikih tingkat tinggi.
Namun, untuk ilmu-ilmu yang bersifat teknis dan membutuhkan tahqiq (pengkajian mendalam), maka tetap disarankan untuk bertemu langsung dengan guru agar tidak salah paham atau keliru dalam memahami detail.
Kebaikan yang bersifat universal, lanjut Gus Baha, bisa didapat dari mana saja selama isinya benar dan tidak bertentangan dengan prinsip syariat. Maka, belajar lewat YouTube bukan hanya boleh, tapi juga bisa menjadi solusi belajar efektif di era modern.
Ia juga mengingatkan bahwa sistem sosial dan akal sehat manusia sudah cukup menjadi alat penyaring apakah suatu konten dakwah layak diikuti atau tidak. Jika kontennya mendamaikan, menambah ilmu, dan tidak mengandung fitnah, maka itu adalah bagian dari ma’ruf.
Dengan penjelasan ini, masyarakat diharapkan tidak lagi ragu atau takut dalam mengikuti kajian online. Justru platform digital bisa memperluas jangkauan dakwah dan menjangkau umat yang tidak bisa hadir secara langsung di majelis ilmu.
Gus Baha mengajak umat untuk tetap semangat mencari ilmu di mana pun dan lewat apa pun. Karena yang terpenting bukan medianya, melainkan niat dan isi yang disampaikan dalam proses pembelajaran itu.
Pengajian daring yang banyak tersebar saat ini, menurut Gus Baha, menjadi bagian dari wasilah (perantara) untuk menyebarkan nilai-nilai Islam secara luas. Maka, ia pun menyarankan agar jangan ragu memanfaatkannya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul