Liputan6.com, Jakarta - Hajar Aswad merupakan batu hitam yang terletak di sudut Ka'bah dan menjadi salah satu bagian penting dalam ibadah haji dan umrah. Banyak jamaah yang berlomba-lomba untuk mencium Hajar Aswad, meyakini keberkahannya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Namun, ada kisah menarik dari Sahabat Umar bin Khattab radhiallahu anhu yang justru menunjukkan sikap berbeda ketika mencium batu tersebut.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, murid kinasih KH Maimoen Zubair Rembang dalam sebuah ceramahnya mengisahkan bahwa Umar bin Khattab memiliki kebiasaan unik saat mencium Hajar Aswad.
Berbeda dengan kebanyakan orang yang berdoa penuh harapan, Umar justru "ngedumel" atau menggerutu. Hal ini bahkan tercatat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Gus Baha menuturkan bahwa setiap kali mencium Hajar Aswad, Umar berkata, "Saya tahu kamu hanya batu, tidak bisa memberikan mudarat ataupun manfaat. Jika saya tidak melihat Rasulullah mencium kamu, saya tidak akan sudi melakukannya." Pernyataan ini menunjukkan sikap kritis Umar dalam memahami makna dari ritual tersebut.
Kebiasaan Umar ini tentu berbeda dengan mayoritas umat Islam yang biasanya memanjatkan doa dan harapan saat mencium Hajar Aswad. Namun, Umar tetap melakukannya sebagai bentuk ittiba’ atau mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah SAW.
Menurut Gus Baha, ada latar belakang historis yang melatarbelakangi sikap Umar ini. Dikutip dari tayangan di kanal YouTube @gondelanulama. Di sana, dijelaskan bahwa Umar menjadi saksi peristiwa penting di sekitar Ka'bah saat Fathu Makkah.
Saat itu, Rasulullah SAW melakukan thawaf dan mencium Hajar Aswad di hadapan banyak orang. Di antara kerumunan tersebut, terdapat orang-orang musyrik yang masih belum memahami ajaran Islam. Mereka pun berkomentar sinis terhadap Rasulullah.
Simak Video Pilihan Ini:
Begal Watukumpul Pemalang Tertangkap, Ini Motifnya
Upaya Sayyidina Umar bin Khattab RA Hilangkan Stigma
Orang-orang kafir berkata, "Muhammad ini aneh, katanya melarang penyembahan berhala, tetapi dia sendiri mencium batu." Perkataan ini menunjukkan kesalahpahaman mereka terhadap makna sebenarnya dari tindakan Rasulullah.
Umar, yang berada di sana, mendengar pernyataan tersebut. Sebagai sahabat yang dikenal tegas dan kritis, ia memahami bahwa tindakan Rasulullah SAW bukanlah bentuk penyembahan kepada batu, melainkan sekadar mengikuti ajaran yang telah ditetapkan.
Untuk menghilangkan stigma tersebut, Umar bin Khattab setiap kali mencium Hajar Aswad selalu mengucapkan pernyataannya yang tegas. Dengan kata lain, ia ingin memastikan bahwa umat Islam memahami esensi ibadah ini, bukan sekadar ritual tanpa makna.
Menurut Gus Baha, sikap Umar ini sangat relevan untuk dipahami umat Islam saat ini. Banyak orang yang terkadang menjalankan ibadah hanya karena kebiasaan, tanpa benar-benar memahami maknanya.
Hajar Aswad sendiri memiliki keistimewaan dalam ajaran Islam. Batu ini diyakini berasal dari surga, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi.
Dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW bersabda:
عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " نزل الحجر الأسود من الجنة " . رواه الترمذي.
Artinya, "Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, 'Rasulullah SAW pernah bersabda, 'Hajar Aswad diturunkan dari surga.'" (HR Tirmidzi).
Pelajaran dari Sayyidina Umar bin Khattab RA
Selain itu, Hajar Aswad juga disebut akan menjadi saksi bagi umat manusia di hari kiamat. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa ia akan memberikan kesaksian bagi orang-orang yang menciumnya dengan penuh keimanan.
Meskipun demikian, Islam tidak mewajibkan setiap jamaah untuk mencium Hajar Aswad. Jika memungkinkan, dianjurkan untuk melakukannya, tetapi jika tidak, cukup dengan memberi isyarat dari jauh.
Pelajaran dari sikap Umar ini mengajarkan kita tentang pentingnya memahami esensi ibadah. Ritual yang dilakukan hendaknya disertai dengan pemahaman yang benar agar tidak jatuh dalam praktik yang salah.
Sikap kritis Umar juga menunjukkan bahwa dalam beragama, kita harus selalu merujuk kepada ajaran Rasulullah SAW. Jangan sampai sebuah ibadah dilakukan hanya karena mengikuti kebiasaan tanpa pemahaman yang mendalam.
Gus Baha juga mengingatkan bahwa dalam menjalankan ibadah, kita harus menjaga niat agar tetap lurus. Jangan sampai terpengaruh oleh omongan orang-orang yang tidak memahami esensi dari ritual yang kita jalankan.
Dengan memahami konteks dan makna dari setiap ibadah, kita dapat menjalankannya dengan lebih khusyuk dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Semoga kisah Umar ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul