Liputan6.com, Jakarta - Satgas Pangan Polri meningkatkan status penanganan perkara beras oplosan ke penyidikan. Ada lima merek dagang beras oplosan yang melakukan pelanggaran.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf mengatakan, tiga perusahaan dan lima merek beras yang diduga melakukan pelanggaran adalah PT PIM dengan merek Sania; PT FS dengan merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen; serta Toko SY dengan merek Jelita dan Anak Kembar.
"Dari hasil penyelidikan tersebut, penyidik mendapatkan fakta bahwa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu melakukan produksi beras premium dengan merek yang tidak sesuai standar, standar mutu yang tertera pada label kemasan yang terpampang di kemasan tersebut. Menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional, artinya dengan teknologi yang modern maupun manual," ujar Helfi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 24 Juli 2025.
Di tengah maraknya beras oplosan premium yang tidak sesuai mutu tersebut, Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) mengimbau masyarakat untuk lebih jeli mengenali ciri-ciri beras premium yang asli.
Bukan hanya soal harga, mutu beras juga ditentukan dari bentuk fisik dan komposisi butirannya.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, menjelaskan, masyarakat sebenarnya bisa mengenali perbedaan antara beras premium dan beras medium hanya dengan melihat bentuk fisiknya.
"Kalau butir patahnya banyak, hampir pasti itu beras medium. Tapi kalau utuhnya lebih dominan, itu beras premium," kata Arief, di Kemenko Bidang Perekonomian, Kamis 17 Juli 2025, seperti dikutip dari Website Badan Pangan Nasional, Jumat (25/7/2025).
Ciri Fisik Beras Premium dan Medium
Kelas mutu beras premium telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Beras premium idealnya mengandung:
- Maksimal 15 persen butir patah
- Kadar air maksimal 14 persen
- Derajat sosoh minimal 95
- Butir menir maksimal 0,5 persen
- Butir rusak, merah, kapur, atau hitam maksimal 1 persen
- Tanpa gabah dan benda asing
Sementara dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 beras premium non organik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain:
- Butir patah maksimal 14,50 persen
- Butir kepala minimal 85,00 persen
- Butir menir maksimal 0,50 persen
- Butir merah/putih/hitam maksimal 0,50 persen
- Butir rusak maksimal 0,50 persen
- Butir kapur maksimal 0,50 persen
- Benda asing maksimal 0,01 persen,
- Butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.
Sedangkan beras medium bisa mengandung hingga 25 persen butir patah, dengan derajat sosoh dan kualitas keseluruhan yang lebih rendah.
Arief menjelaskan bahwa pencampuran beras—misalnya mencampur butir utuh dengan butir patah—bukan hal yang dilarang asalkan sesuai batas mutu yang ditetapkan.
"Kata 'oplosan' sering dikira pasti buruk. Padahal, beras premium memang bisa dicampur dengan butir patah sampai batas maksimal 15 persen. Itu sah, dan umum dilakukan," ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa mencampur beras berkualitas rendah atau bahkan beras subsidi pemerintah dengan tujuan mengelabui konsumen adalah pelanggaran serius.
Beras SPHP Tidak Boleh Dioplos
Praktik oplosan yang dilarang keras adalah mencampur beras program pemerintah, yaitu beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan), yang mendapat subsidi dan ditujukan langsung ke masyarakat.
"Beras SPHP dijual Rp 12.500/kg. Itu harus sampai ke masyarakat dalam kondisi utuh, tidak boleh dibuka apalagi dicampur dengan beras lain," tegas Arief.
Untuk mencegah penyalahgunaan, distribusi beras SPHP kini diawasi melalui aplikasi Klik SPHP. Hanya pedagang yang terdaftar dan tersertifikasi yang boleh menyalurkannya. Jika melanggar, pelaku bisa dikenai sanksi berat, termasuk hukuman penjara hingga 5 tahun.
Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, memastikan sistem digital ini sudah berjalan dan diterapkan secara ketat.
"Beras SPHP tidak boleh masuk pasar modern. Penyalurnya harus outlet resmi yang terdaftar, dan seluruh transaksi tercatat," ujarnya saat meninjau pasar di Kediri.