Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal dan ibadah pada bulan Ramadhan. Pahalanya berlipat dibanding bulan lainnya.
Salah satunya yakni sholat tahajud. Waktu utama melaksanakan sholat tahajud adalah sepertiga akhir malam, atau dinihari.
Pertanyaannya kemudian, apabila sudah sholat tarawih dan sholat witir, apakah masih diperbolehkah sholat Tahajud?
Penjelasan Ustadz Abdul Somad (UAS) mengenai hukum sholat Tahajud setelah sholat Witir di bulan Ramadhan menjadi artikel terpopuler di kanal Islami Liputan6.com, Selasa (4/3/2025).
Artikel kedua yang juga populer yaitu hukum sahur dalam kondisi junub, apakah puasanya sah? Penjelasan Ustadz Syafiq Basalamah dan ulama lainnya.
Sementara, artikel ketiga yang mencuri perhatian pembaca adalah pekerjaan terbaik menurut Rasulullah SAW, yang dijelaskan oleh Gus Baha.
Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.
Simak Video Pilihan Ini:
Harapan Erina Gudono Sebelum Pernikahan dengan Kaesang
1. Bolehkah Sholat Tahajud setelah Witir di Bulan Ramadhan? Ini Kata UAS
Pada bulan Ramadhan, umat Islam umumnya melaksanakan sholat Witir setelah Tarawih. Sholat Witir-nya dilakukan di awal waktu sehingga ketika tidur sudah dalam keadaan mengerjakan Witir.
Berbeda dengan hari-hari biasa, sholat Witir kerap dilakukan di sepertiga akhir malam setelah sholat Tahajud. Dalam kasus ini, Witir menjadi penutup sholat malam, sebagaimana disebutkan dalam hadis nabi.
Pertanyaannya, bolehkah sholat lagi seperti Tahajud jika sudah melaksanakan Witir di bulan Ramadhan?
Ulama kharismatik Ustadz Abdul Somad alias UAS menyebut pertanyaan tersebut pernah ditujukan kepada Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz, seorang mufti Arab Saudi pada masanya. Ia mengatakan, jika setelah Tarawih langsung Witir, maka tidak masalah jika di sepertiga malam terakhir bangun untuk menunaikan sholat Tahajud, tapi jangan Witir lagi.
“Bahwa setelah sholat Witir tidur (lalu) bangun malam lagi, silakan sholat qiyamul lail, tapi jangan sholat lagi Witir. Witir itu artinya ganjil. Kalau sudah sholat Witir kemudian tengah malam Witir lagi, tiga tambah tiga enam, jadi tidak lagi witir (ganjil),” jelas UAS dikutip dari YouTube Intifada Channel, Senin (3/3/2025).
2. Bolehkah Sahur dalam Kondisi Junub, Sahkah Puasanya? Ini Kata Ustadz Syafiq Riza Basalamah dan Ulama
Sahur merupakan makan di pagi hari sebelum Subuh yang dilakukan umat Islam untuk melakukan puasa. Sahur dilakukan agar seorang muslim memiliki stamina untuk beraktivitas selama menjalankan ibadah puasa.
Sahur bukan sekadar ibadah seperti halnya dilakukan Rasulullah SAW. Akan tetapi, di dalamnya terdapat berkah dan keistimewaan. Bahkan, Nabi SAW menyebutkan bahwa malaikat akan bersholawat untuk orang yang bersahur.
وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: السَّحورُ أُكْلةُ بَرَكةٍ، فلا تَدَعوه، ولو أنْ يَجرَعَ أَحَدُكم جُرْعةً من ماءٍ؛ فإنَّ اللهَ وملائكتَه يُصلُّونَ على المُتَسَحِّرينَ.
Artinya, “Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Sahur sepenuhnya mengandung berkah. Maka itu, jangan kalian meninggalkannya meskipun kalian hanya meminum seteguk air karena Allah dan malaikat bershalawat untuk mereka yang bersahur.’" (HR Ahmad).
Dalam hadis lain, makanan yang disantap saat sahur tidak akan dihisab di akhirat. Hal ini berbeda dengan makanan lainnya yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Termasuk yang bebas hisab juga adalah makanan berbuka puasa.
Sahur juga dianjurkan bagi orang yang puasa Ramadhan, sehingga sahur menjadi salah satu amalan sunnah di bulan suci. Di sisi lain, yang termasuk ibadah pada Ramadhan adalah berhubungan badan suami istri di malam hari yang menyebabkan junub. Seseorang junub harus menghilangkan hadas besarnya dengan cara mandi.
3. Ini Pekerjaan Terbaik Menurut Rasulullah, Simak Penjelasan Gus Baha
Dalam ajaran Islam, bekerja bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga bagian dari ibadah. Rasulullah Muhammad SAW menekankan pentingnya mencari rezeki dengan cara yang halal dan penuh keberkahan. Salah satu hadis yang sering menjadi pedoman dalam dunia kerja adalah bagaimana Nabi menjelaskan pekerjaan terbaik bagi manusia.
Dalam berbagai riwayat, Nabi Muhammad SAW sering memberikan arahan tentang pentingnya usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai orang yang bekerja keras tanpa mengandalkan jalan pintas atau cara yang tidak halal.
Ulama besar asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, menuturkan bagaimana Rasulullah SAW sangat menghormati orang yang bekerja. Dalam sebuah kajian, Gus Baha menjelaskan bahwa Nabi menilai usaha dengan tangan sendiri sebagai pekerjaan terbaik.
Dalam satu hadis, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai pekerjaan yang paling baik. Nabi pun menjawab, "Amalu ar-rajuli biyadihi," yang berarti "pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri." Jawaban ini menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan pentingnya usaha yang jujur dan mandiri.
Gus Baha menguraikan bahwa bekerja dengan tangan sendiri mencerminkan perjuangan dan kemandirian. Dalam Islam, seseorang dianjurkan untuk bekerja, baik dengan berdagang, bertani, atau bentuk usaha lainnya, selama dilakukan dengan cara yang halal dan penuh keberkahan.