Liputan6.com, Jakarta - Kepala Inspektur Kepolisian Inggris, Sir Andy Cooke, menyatakan bahwa regulator media Ofcom membutuhkan kewenangan lebih besar untuk menghapus konten menyesatkan yang berpotensi mendorong kerusuhan, seperti yang terjadi pada musim panas 2024.
Sir Andy mengatakan bahwa butuh waktu terlalu lama untuk menghapus informasi menyesatkan di media sosial, yang akhirnya memungkinkan penyebaran lebih luas dan berdampak lebih besar.
Ia menilai, Undang-undang Keamanan Daring (Online Safety Act) — meskipun baru saja disahkan — tidak memberikan kewenangan yang cukup bagi Ofcom mengendalikan konten semacam itu.
"Ofcom harus memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tepat untuk menghapus unggahan dengan cepat jika ingin efektif," kata Andy Cooke dikutip dari BBC, Kamis (8/5/2025)
"Jika unggahan tidak segera dihapus, maka akan menyebar secara viral," tambah dia.
Ia menambahkan bahwa Undang-undang Keamanan Daring saat ini memiliki "sedikit atau bahkan tidak berpengaruh" terhadap skenario seperti kerusuhan yang terjadi musim panas lalu.
Namun, Ofcom mengatakan bahwa bukan merupakan peran mereka untuk menilai atau menghapus unggahan individu berdasarkan undang-undang tersebut.
"Sebaliknya, kewenangan kami mencakup dan memastikan bahwa situs dan aplikasi memiliki sistem serta proses yang efektif untuk melindungi masyarakat dari materi ilegal, dan memastikan anak-anak tidak terpapar konten berbahaya lainnya," kata regulator tersebut.
"Jika platform gagal bertindak dan membahayakan penggunanya dalam proses itu, mereka harus siap menghadapi tindakan penegakan hukum," sambung Ofcom.
Saat kerusuhan terjadi, Ofcom mendapat banyak kritik karena dianggap tidak berbuat banyak untuk membatasi penyebaran konten menyesatkan dan konten yang bersifat provokatif.
Sebelumnya, Ofcom telah menyimpulkan bahwa ada keterkaitan yang jelas antara kerusuhan di Inggris dan unggahan di media sosial serta aplikasi perpesanan.
Penangkapan Terkait Kerusuhan
Sir Andy menyampaikan pernyataan tersebut ketika Inspektorat Kepolisian serta Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan menerbitkan laporan kedua terkait respons kepolisian terhadap kerusuhan, dengan fokus pada dampak media sosial.
Lebih dari 30 orang telah ditangkap karena unggahan yang mereka buat selama kerusuhan, yang dipicu oleh pembunuhan tiga anak di Southport.
Mereka antara lain Tyler Kay (26) dan Jordan Parlour (28), yang masing-masing dijatuhi hukuman penjara selama 38 bulan dan 20 bulan karena mengobarkan kebencian rasial melalui media sosial.
Dalam laporan pertamanya mengenai kerusuhan yang diterbitkan pada 2024, lembaga pengawas menemukan bahwa kepolisian tidak siap menghadapi skala kekacauan yang terjadi di beberapa wilayah di Inggris.
Sir Andy mengatakan bahwa kepolisian telah melewatkan kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi kerusuhan yang meluas, dan insiden-insiden sebelumnya yang melibatkan "sentimen nasionalis ekstrem" telah diremehkan.
Dalam laporan terbaru, disebutkan bahwa beberapa kepolisian ditemukan memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam menangani unggahan daring, penyebabnya mereka diduga kekurangan sumber daya.
Ia juga menyerukan, agar undang-undang terkait hasutan terhadap ketertiban umum diubah, untuk lebih mencegah orang menyebarkan informasi menyesatkan di media sosial.
"Pasukan kepolisian tidak bisa mengendalikan atau melawan kecepatan dan volume konten daring," ungkap dia.
"Tetapi mereka harus lebih menyadari bahwa peristiwa yang berkembang cepat menuntut mereka untuk melawan narasi palsu di dunia maya dan bersikap inovatif dalam pendekatannya," kata Sir Andy.
Ia menambahkan bahwa menurutnya kepolisian harus “mengisi kekosongan informasi” yang memungkinkan penyebaran disinformasi, agar masyarakat dapat melawannya dengan fakta.
"Penegakan hukum tidak boleh bersikap pasif saat keselamatan publik dalam bahaya," tutupnya.