Liputan6.com, Jakarta - Gempa bumi dahsyat mengguncang Myanmar bagian tengah pada Jumat (28/3/2025) dengan kekuatan mencapai 7,7 skala Richter. Getaran yang begitu kuat tidak hanya merusak ribuan bangunan, namun juga menelan korban jiwa dalam jumlah yang diperkirakan terus bertambah.
Berdasarkan laporan awal dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), jumlah korban tewas dalam gempa Myanmar diperkirakan bisa melampaui angka 10.000 jiwa. Angka tersebut dikhawatirkan terus meningkat seiring dengan proses evakuasi dan penemuan korban yang masih tertimbun reruntuhan.
USGS bahkan mengeluarkan peringatan merah terkait potensi tingginya korban jiwa dan kerusakan parah yang ditimbulkan. Sementara pemerintah militer Myanmar mencatat angka resmi 144 korban meninggal, namun laporan dari lapangan menunjukkan angka yang sesungguhnya kemungkinan jauh lebih besar.
Sementara itu, dampak gempa juga terasa hingga ke negara tetangga. Otoritas di Bangkok, Thailand, mengimbau agar penghuni dua gedung tinggi di kota tersebut segera mengungsi, setelah ditemukan kerusakan struktural akibat getaran yang kuat dari gempa Myanmar.
Dalam suasana duka yang melanda Myanmar, muncul kembali potongan ceramah dari pendakwah muda, Ustadz Adi Hidayat (UAH), yang sempat mengingatkan umat tentang pesan di balik musibah gempa bumi. Potongan ceramah tersebut dirangkum dari tayangan video yang dikutip dari kanal YouTube @QuotesmotivasiIslami.
UAH mengingatkan bahwa gempa atau lindu bukan sekadar peristiwa alam yang menghancurkan bangunan tinggi. Lebih dari itu, gempa adalah peringatan langsung dari Allah kepada manusia yang mulai lalai dan terlalu cinta kepada dunia.
Simak Video Pilihan Ini:
Berkah, Kursi Roda untuk Nenek Lumpuh
Ditegur dengan Gempa
Dalam ceramahnya, UAH berkata, “Kata Allah nanti akan tiba waktu saya hadirkan gempa, bukan sekadar menghancurkan yang tinggi turun ke bawah, kalau semua orang sudah abai dengan yang tinggi itu hancur ke bawah, saya akan datangkan yang bawah.”
UAH melanjutkan, manusia kerap kali terlalu sibuk membangun kemegahan duniawi seperti rumah mewah, kendaraan mewah, hingga gedung-gedung pencakar langit. Namun, saat gempa mengguncang, semua kemegahan itu menjadi tidak ada artinya.
“7,4 saja itu sudah lupa dengan dunia. Paling banyak ya membangun rumah yang mewah, kendaraannya yang banyak, mohon maaf ya, tempat kerja, gedung yang tinggi, pencakar langit yang dia saat masuk pertama kali selfie di situ, dia abadikan, dia katakan aku diterima kerja di sini. Itu ditinggalkan, sudah gak peduli. Baru gempa sedikit aja sudah lupa dunia, lupa teman,” tegas UAH.
Menurut UAH, gempa bumi adalah salah satu cara Allah menunjukkan bahwa semua yang kita banggakan di dunia hanyalah sementara. Semua yang tinggi akan bisa runtuh dalam sekejap jika Allah berkehendak.
UAH pun mengajak umat merenung, bagaimana jika yang turun dari Allah bukan hanya gempa berkekuatan 7,4 skala Richter, tetapi lebih dari itu. “Bagaimana jika Allah berikan 74 SR,” ujar UAH. “Semua naik ke atas,” lanjutnya, menggambarkan betapa dahsyatnya kehancuran yang bisa terjadi.
Tak hanya fisik yang hancur, namun manusia pun akan benar-benar kehilangan arah, panik, dan hanya bisa memikirkan keselamatan diri tanpa lagi peduli pada harta benda maupun status duniawi yang selama ini dibanggakan.
UAH menegaskan, manusia seharusnya sudah sadar ketika Allah memberikan teguran dalam bentuk gempa kecil. “Kadang kita ditegur dengan skala kecil, kita inget nggak sama Allah?” ucap UAH dengan nada retoris.
Inilah yang Paling Berharga
Melalui peringatan-peringatan tersebut, manusia seharusnya kembali mengingat bahwa hidup ini sangat rapuh dan tidak ada jaminan bisa terus menikmati kemegahan dunia.
Dalam ceramahnya, UAH juga menekankan bahwa yang paling berharga bukanlah gedung, jabatan, atau harta, melainkan amal ibadah yang akan menemani manusia ketika menghadapi kematian dan kehidupan akhirat.
“Paling berharga itu amal kita, ibadah kita. Semuanya nggak ada artinya tanpa amal ibadah,” kata UAH mengingatkan.
Gempa yang terjadi di Myanmar saat ini, bagi UAH, menjadi contoh nyata bagaimana musibah bisa seketika menghancurkan semua hal yang manusia banggakan dalam kehidupan dunia.
UAH berpesan agar setiap muslim memperbanyak istighfar dan kembali memperbaiki diri, bukan hanya saat musibah datang, tetapi juga saat hari-hari biasa yang sering membuat kita lupa akan kelemahan manusia di hadapan Allah.
Dengan adanya kejadian gempa tersebut, UAH mengajak umat Islam untuk memanfaatkan momen ini sebagai bahan renungan agar lebih mendekatkan diri kepada Allah dan memperbanyak amal saleh.
Bencana besar, menurut UAH, bukan hanya menjadi pelajaran bagi yang terdampak langsung, namun juga bagi umat Islam di seluruh dunia yang masih diberi kesempatan hidup dan memperbaiki diri.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul