Hukum Bacaan Ra Tafkhim, Tarqiq, dan Jawazul Wajhain, Panduan Lengkap Tajwid

2 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Membaca Al-Qur'an bagi umat muslim bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga harus sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Salah satu aspek krusial dalam tajwid adalah memahami hukum bacaan ra, yang mengatur pelafalan huruf ra (ر) agar tepat dan benar. 

Ilmu tajwid sendiri secara etimologis berasal dari bahasa Arab "jawwada-yujawwidu-tajwid" yang berarti tahsin atau memperbaiki. Menurut istilah, tajwid adalah ilmu yang menjelaskan hukum dan kaidah membaca Al-Qur'an sesuai bacaan Rasulullah SAW. 

Dalam buku Dasar-dasar Ilmu Tajwid oleh Dr. Marzuki, M.Ag dan Sun Choirol Ummah, S.Ag., M.S.I. dijelaskan pelafalan huruf ra memiliki ketentuan khusus yang membedakannya dari huruf lain. 

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (16/9/2025).

Hukum Bacaan Ra

Hukum bacaan ra adalah salah satu kaidah fundamental dalam ilmu tajwid yang mengatur cara melafalkan huruf ra (ر) dalam Al-Qur'an. Pelafalan huruf ini dapat bervariasi, ada yang dibaca tebal (tafkhim) dan ada pula yang dibaca tipis (tarqiq). Perbedaan cara baca ini sangat penting untuk diperhatikan demi menjaga kebenaran dan keindahan bacaan.

Secara umum, hukum bacaan ra terbagi menjadi tiga kategori utama:

  • tafkhim,
  • tarqiq,
  • serta jawazul wajhain.

Ketiga kategori ini memiliki aturan dan kondisi spesifik yang harus dipahami oleh setiap pembaca Al-Qur'an. Huruf ra (ر) adalah salah satu huruf hijaiyah yang hukum pelafalannya berbeda-beda, dengan pengucapan yang bisa tebal maupun tipis, yang disebut hukum tafkhim dan tarqiq.

Mempelajari ilmu tajwid, termasuk hukum bacaan ra, hukumnya adalah fardhu kifayah. Ini berarti wajib ada sebagian umat Islam yang menguasainya. Namun, mengamalkan tajwid saat membaca Al-Qur'an adalah fardhu ain, yaitu wajib bagi setiap muslim mukalaf. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penguasaan hukum bacaan ra dalam praktik membaca kitab suci.

1. Ra Tafkhim (Bacaan Tebal)

Ra tafkhim berarti membaca huruf ra (ر) dengan suara yang tebal, sehingga memenuhi rongga mulut dengan gemanya. Istilah "tafkhim" sendiri berasal dari bahasa Arab "tasmin," yang berarti menggemukkan atau menebalkan. Pembacaan tebal ini memberikan kesan kuat pada huruf ra.

Ada beberapa kondisi di mana huruf ra wajib dibaca tafkhim.

  1. Pertama, apabila huruf ra berharakat fathah (ﹷ), fathatain (ً-), dammah (ُ-), atau dammatain (ٌ-), seperti pada contoh سَيَصْلَىٰ نَارًا (QS Al-Lahab ayat 3) dan أَلَمْ تَرَ (QS Al-Fiil ayat 1).
  2. Kedua, ra dibaca tafkhim jika berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat fathah atau dammah, contohnya وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ (QS Al-Fiil ayat 3) dan فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ (QS Al-Kautsar ayat 2).
  3. Kondisi ketiga untuk ra tafkhim adalah apabila huruf ra berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat kasrah, tetapi kasrahnya tidak asli dari kalimat itu, seperti pada contoh رَبِّ ارْحَمْهُمَا.
  4. Terakhir, ra dibaca tafkhim jika berharakat sukun, huruf sebelumnya berharakat kasrah asli, dan terdapat salah satu huruf isti'la sesudah huruf ra.

Huruf isti'la meliputi kha (خ), ṣad (ص), ḍad (ض), ghain (غ), ṭha (ط), qaf (ق), dan zha (ظ), contohnya كُلِّ فِرْقَةٍ dan مِرْصَادْ.

2. Ra Tarqiq (Bacaan Tipis)

Ra tarqiq mengacu pada pembacaan huruf ra (ر) dengan suara yang tipis, tanpa perlu mengepakkan bibir. Secara lughawi, tarqiq bermakna melangsingkan atau menguruskan. Pembacaan tipis ini menghasilkan suara yang lebih ringan dan lembut.

Beberapa kondisi mengharuskan huruf ra dibaca tarqiq.

  1. Pertama, apabila huruf ra berharakat kasrah (ِ-) atau kasratain (ٍٍ-), seperti dalam رِجَالًا كَثِيرًا (QS An-Nisa ayat 1) dan خُسْرٍ (QS Al-Ashr ayat 2).
  2. Kedua, ra dibaca tarqiq jika berharakat sukun karena dibaca waqaf dan didahului ya sukun (يْ), contohnya فِي كَثِيرٍ dan كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (QS Al-Baqarah ayat 20) di mana ra pada "قَدِيرٌ" dibaca sukun karena waqaf dan sebelumnya ada ya sukun.
  3. Kondisi ketiga adalah apabila huruf ra berharakat sukun, huruf sebelumnya berharakat kasrah yang asli, dan tidak terdapat huruf isti'la sesudah huruf ra (ر).

Contohnya وَفِرْعَوْنَ ذِي dan أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ (QS Al-Baqarah ayat 6), di mana ra pada "تُنْذِرْهُمْ" sukun setelah kasrah. Pemahaman mendalam tentang perbedaan ini sangat krusial untuk melafalkan Al-Qur'an dengan benar.

3. Jawazul Wajhain (Boleh Tebal atau Tipis)

Jawazul wajhain adalah kondisi unik dalam hukum bacaan ra di mana huruf ra (ر) boleh dibaca tafkhim (tebal) atau tarqiq (tipis). Pilihan pembacaan ini seringkali tergantung pada preferensi atau riwayat bacaan yang dianut, meskipun tetap ada kaidah yang mengaturnya. Kondisi ini menunjukkan fleksibilitas tertentu dalam pelafalan.

Hukum ini berlaku jika terdapat huruf ra sukun, huruf sebelumnya berharakat kasrah, dan huruf sesudahnya berupa huruf isti'la yang berharakat kasrah. Huruf ra (ر) boleh dibaca tafkhim dan boleh dibaca tarqiq dalam kondisi ini, yaitu ketika ra sukun, didahului kasrah, dan diikuti huruf isti'la.

Contoh-contoh kondisi jawazul wajhain antara lain pada kata مِنْ عِرْضِهِ, بِحِرْصٍ, dan فِرْقٍ. Dalam kasus-kasus ini, pembaca memiliki opsi untuk melafalkan ra secara tebal atau tipis, namun tetap disarankan untuk mengikuti riwayat yang paling umum atau yang diajarkan oleh guru tajwid. Fleksibilitas ini menambah kekayaan dalam ilmu tajwid.

Pentingnya Mempelajari Hukum Bacaan Ra

Mempelajari hukum bacaan ra adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu tajwid yang esensial untuk menjaga kemurnian bacaan Al-Qur'an. Tanpa pemahaman dan penerapan kaidah ini, makna ayat bisa berubah atau terdistorsi, yang dapat mengurangi esensi pesan ilahi. Oleh karena itu, setiap muslim dianjurkan untuk mendalaminya.

Apabila dibaca tanpa memperhatikan aturan, makna bacaan bisa kehilangan keindahan bahkan salah pengucapan. Oleh karena itu, penting memahami detail hukum bacaan ra dalam setiap kondisi. 

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang membaca satu huruf dari Al-Quran, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya..." (HR. Tirmidzi).

Hadits ini menggarisbawahi betapa besar pahala membaca Al-Qur'an dengan benar. Ilmu tajwid, termasuk hukum bacaan ra, menjadi jembatan untuk mencapai keutamaan tersebut, memastikan setiap huruf yang dibaca mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda.

Kajian Ilmiah tentang Hukum Bacaan Ra

Hukum bacaan ra tidak hanya dipelajari dalam konteks tradisional, tetapi juga menjadi objek kajian ilmiah dalam pendidikan Islam. Penelitian modern seringkali menyoroti efektivitas metode pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap kaidah tajwid ini. Pendekatan inovatif diperlukan mengingat kompleksitas materi.

Jurnal Al-Minhaj: Jurnal Pendidikan Islam, berjudul "Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Hukum Bacaan Ra’ Melalui Metode Inquiry Learning pada Siswa Kelas VI SD" (Vol. 7, No. 1, Februari 2024), menunjukkan pemahaman siswa terhadap hukum bacaan ra seringkali rendah.

Hal ini disebabkan oleh metode pembelajaran konvensional yang kurang melibatkan siswa secara aktif. Penelitian ini merekomendasikan metode Inquiry Learning untuk meningkatkan hasil belajar.

Kajian ilmiah semacam ini memperlihatkan bahwa memahami hukum bacaan ra bukan hanya perkara tradisi, melainkan juga disiplin akademis yang memerlukan strategi pengajaran yang efektif. Dengan demikian, penguasaan hukum bacaan ra dapat ditingkatkan melalui pendekatan yang lebih interaktif dan eksploratif, sehingga siswa mampu membedakan suara tebal dan tipis secara konsisten.

Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid

Mempelajari ilmu tajwid secara keseluruhan memiliki hukum yang jelas dalam Islam. Hukum ini membedakan antara kewajiban mempelajari ilmunya dan kewajiban mengamalkan kaidahnya saat membaca Al-Qur'an. Pemahaman ini penting bagi setiap muslim.

Menurut para ulama, hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah. Artinya, jika sebagian umat Islam telah menguasai dan mengajarkannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, jika tidak ada seorang pun yang mempelajarinya, maka seluruh umat Islam berdosa. Ini menunjukkan pentingnya keberadaan ahli tajwid dalam komunitas muslim.

Di sisi lain, mengamalkan hukum-hukum tajwid saat membaca Al-Qur'an adalah fardhu ain, yaitu wajib bagi setiap muslim yang mukalaf (baligh dan berakal).

Hal ini ditegaskan dalam banyak riwayat dan menjadi konsensus ulama. Dr. Aiman Rusydi Suwaid dalam kitabnya At-Tajwid Al-Musawwar juga menekankan bahwa membaca Al-Qur'an dengan tajwid adalah tuntutan syariat untuk menjaga keaslian dan kesempurnaan lafaz wahyu ilahi.

FAQ

Apa itu hukum bacaan ra dalam ilmu tajwid?

Hukum bacaan ra adalah aturan dalam ilmu tajwid yang menjelaskan cara melafalkan huruf ra (ر) dalam Al-Qur'an, yang dapat dibaca tebal (tafkhim), tipis (tarqiq), atau kadang boleh keduanya (jawazul wajhain).

Kapan huruf ra dibaca tafkhim (tebal)?

Huruf ra dibaca tafkhim ketika berharakat fathah, fathatain, dammah, dammatain, atau sukun yang didahului oleh huruf berharakat fathah atau dammah.

Kapan huruf ra dibaca tarqiq (tipis)?

Huruf ra dibaca tarqiq apabila berharakat kasrah atau kasratain. Kondisi lain adalah ketika ra sukun karena waqaf didahului ya sukun, atau ra sukun yang didahului kasrah asli dan tidak diikuti huruf isti'la.

Apa yang dimaksud dengan jawazul wajhain pada hukum bacaan ra?

Jawazul wajhain adalah kondisi khusus di mana huruf ra boleh dibaca tebal (tafkhim) atau tipis (tarqiq). Ini terjadi jika ra sukun, huruf sebelumnya berharakat kasrah, dan huruf sesudahnya adalah huruf isti'la yang juga berharakat kasrah.

Mengapa penting mempelajari hukum bacaan ra?

Mempelajari hukum bacaan ra sangat penting karena membantu umat muslim membaca Al-Qur'an sesuai dengan kaidah tajwid yang benar, sehingga makna ayat tidak berubah dan bacaan menjadi lebih indah.

Apakah ada huruf hijaiyah lain yang memiliki hukum tafkhim dan tarqiq selain ra?

Ya, selain huruf ra, huruf lam (ل) juga memiliki hukum bacaan tafkhim dan tarqiq, terutama pada lafaz jalalah (Allah), dan huruf alif (ا) juga dapat dibaca tebal atau tipis tergantung huruf sebelumnya.

Apa hukum mempelajari ilmu tajwid secara keseluruhan?

Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah, namun mengamalkan tajwid saat membaca Al-Qur'an adalah fardhu ain, yaitu wajib bagi setiap individu muslim yang mukalaf.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |