Liputan6.com, Jakarta - Awal bulan Syawal selalu identik dengan gema takbir yang menggema di masjid, mushalla, dan rumah-rumah umat Islam. Namun, tidak semua orang memahami alasan utama mengapa umat Islam disyariatkan bertakbir pada saat Idul Fitri.
Pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan secara rinci tentang perintah takbir saat awal Syawal dalam kajian yang sering ia sampaikan. UAH menegaskan, perintah bertakbir saat Idul Fitri bukan sekadar tradisi, tetapi merupakan perintah langsung dari Allah dalam Al-Qur'an.
Dalam penjelasannya, UAH menyebutkan bahwa landasan utama mengapa umat Islam bertakbir pada awal Syawal tercantum jelas dalam Al-Baqarah ayat 185. Ayat ini menjadi dalil kuat yang menunjukkan perintah Allah agar umat Islam bertakbir setelah menyelesaikan puasa Ramadhan.
“Kenapa kita bertakbir di awal Syawal? Jawabannya ada dalam Al-Baqarah ayat 185,” tegas UAH saat menjelaskan dalam kajian tersebut.
Dalam tayangan yang dirangkum dari kanal YouTube @amalbunda, UAH menguraikan isi dari ayat tersebut secara lengkap, menunjukkan bahwa takbir merupakan bagian dari wujud syukur setelah menjalani Ramadhan.
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Kebakaran di Pantai Kemiren Cilacap
Takbir Bukan Sekadar Lafaz Allah, Ini Maknanya
Adapun bunyi lengkap ayat yang dijelaskan UAH adalah:
مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥
syahru ramadlânalladzî unzila fîhil-qur'ânu hudal lin-nâsi wa bayyinâtim minal-hudâ wal-furqân, fa man syahida mingkumusy-syahra falyashum-h, wa mang kâna marîdlan au ‘alâ safarin fa ‘iddatum min ayyâmin ukhar, yurîdullâhu bikumul-yusra wa lâ yurîdu bikumul-‘usra wa litukmilul-‘iddata wa litukabbirullâha ‘alâ mâ hadâkum wa la‘allakum tasykurûn
Artinya: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.”
UAH menjelaskan, ayat tersebut menyiratkan bahwa takbir di awal Syawal merupakan bentuk perintah agar umat Islam bersyukur atas hidayah yang telah diberikan oleh Allah melalui pelatihan Ramadhan.
Menurut UAH, takbir yang dimaksud bukan hanya sebatas ucapan lisan semata, namun harus meresap dalam hati dan melahirkan rasa syukur yang tulus karena telah dibimbing menjadi lebih baik setelah Ramadhan.
“Takbir itu bukan hanya lafaz Allahu Akbar, tapi harus sampai ke hati, menjadi bentuk syukur karena kita sudah dibimbing selama Ramadhan,” ujar UAH dalam penjelasannya.
Sukses Ramadhannya Terlihat dari Takbirnya
UAH melanjutkan bahwa Ramadhan bukan sekadar latihan menahan lapar dan dahaga, tetapi juga pelatihan spiritual yang mendidik umat Islam menjadi pribadi yang lebih baik.
Menurut UAH, orang yang benar-benar sukses menjalani Ramadhan akan terlihat dari kualitas takbirnya saat Idul Fitri, yaitu takbir yang penuh makna, bukan hanya sekadar mengikuti kebiasaan atau tradisi.
Orang yang hanya menahan lapar dan haus selama Ramadhan tanpa memahami makna ibadah tersebut, menurut UAH, cenderung akan bertakbir tanpa kesadaran, hanya ikut-ikutan tanpa merasakan keagungan Allah.
Sementara itu, orang yang sukses menjalani pendidikan Ramadhan akan merasakan getaran dalam takbirnya, merasakan bahwa dirinya telah semakin dekat dengan Allah, dan menyadari banyak dosa yang telah diampuni.
UAH juga mengingatkan bahwa takbir adalah momentum menyatakan kemenangan atas hawa nafsu yang berhasil ditundukkan selama sebulan penuh dalam Ramadhan.
UAH menegaskan, jika takbir hanya menjadi kebiasaan yang kosong tanpa makna, maka tujuan utama dari puasa dan Idul Fitri akan hilang, hanya sebatas rutinitas tahunan tanpa perubahan diri.
Dalam ceramahnya, UAH mengajak agar umat Islam menghayati betul setiap lafaz takbir yang diucapkan, agar benar-benar menjadi ekspresi syukur atas bimbingan Allah selama Ramadhan.
Umat Islam, lanjut UAH, diajarkan agar setelah Ramadhan dapat terus menjaga kualitas iman dan ibadah, sehingga efek Ramadhan tidak hanya berhenti pada tanggal 1 Syawal saja.
Dengan memahami dalil dan hikmah takbir sebagaimana disampaikan UAH, diharapkan umat Islam tidak hanya sekadar bertakbir secara lisan, tapi juga dengan jiwa dan hati yang penuh syukur.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul