Memahami Makna Hari Raya Idul Adha, Pengorbanan dan Ketaatan

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta Makna hari raya Idul Adha merupakan salah satu aspek terpenting yang perlu dipahami oleh setiap umat Muslim di seluruh dunia. Hari raya yang juga dikenal dengan sebutan Lebaran Haji atau Idul Qurban ini memiliki nilai spiritual dan historis yang sangat mendalam dalam ajaran Islam.

Setiap tahun, jutaan umat Muslim merayakan Idul Adha dengan penuh khidmat sambil merenungkan makna hari raya Idul Adha yang sesungguhnya. Perayaan ini bukan sekadar ritual keagamaan biasa, melainkan momentum untuk meneladani kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan anak kesayangannya demi ketaatan kepada Allah SWT.

Memahami makna hari raya Idul Adha secara mendalam akan membantu umat Islam untuk tidak hanya merayakannya sebagai tradisi, tetapi juga mengambil hikmah dan pelajaran berharga untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Makna hari raya Idul Adha mencakup nilai-nilai ketakwaan, pengorbanan, dan kepedulian sosial yang menjadi fondasi utama dalam ajaran Islam.

Berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya, pada Senin (26/5).

Jelang Idul Adha, sapi milik Presiden Prabowo Subianto di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan mendapat pengamanan ekstra. Setidaknya ada 20 orang yang menjaga dan merawat sapi kurban milik Prabowo.

Sejarah dan Asal Muasal Idul Adha

Kisah Nabi Ibrahim dan Keluarganya di Lembah Makkah

Sejarah Idul Adha bermula dari kisah teladan Nabi Ibrahim AS beserta keluarganya yang diperintahkan Allah SWT untuk menempati sebuah lembah yang tandus dan gersang. Lembah tersebut tidak memiliki satu pun pohon yang tumbuh dan sama sekali sepi dari penghuni. Perintah Allah ini dijalankan oleh Nabi Ibrahim AS sekeluarga dengan penuh keikhlasan dan tawakkal, sebagaimana diabadikan dalam Al-Quran Surah Ibrahim ayat 37:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Artinya: "Ya Tuhan kami sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37)

Dalam kondisi yang sangat sulit, Siti Hajar menghadapi cobaan kehabisan air minum yang menyebabkan dirinya tidak bisa menyusui Nabi Ismail AS. Dengan penuh kepasrahan, ia berlari kecil mencari air antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Usaha dan doa yang tulus ini kemudian dijawab Allah SWT dengan mengutus Malaikat Jibril untuk menciptakan mata air Zamzam.

Mukjizat mata air Zamzam ini mengubah lembah yang gersang menjadi tempat yang memiliki sumber kehidupan. Kehadiran air yang melimpah menarik perhatian manusia dari berbagai pelosok, terutama para pedagang, sehingga lembah tersebut berkembang menjadi Kota Makkah yang makmur dan ramai.

Nabi Ibrahim AS dan keluarganya berhasil mengelola kota dan masyarakat dengan sangat baik. Kemakmuran Kota Makkah ini bahkan diabadikan dalam doa Nabi Ibrahim AS yang tercantum dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 126:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

Artinya: "Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo'a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat." (QS. Al-Baqarah: 126)

Ujian Terberat: Perintah Mengorbankan Nabi Ismail AS

Di tengah kemakmuran yang dimilikinya, Nabi Ibrahim AS mendapat ujian terberat dari Allah SWT. Dalam riwayat disebutkan bahwa Nabi Ibrahim memiliki kekayaan yang sangat fantastis, mencapai ribuan ekor ternak yang membuatnya tergolong sebagai orang kaya raya di zamannya. Namun, kekayaan tersebut tidak membuatnya lupa kepada Allah SWT.

Suatu ketika, Nabi Ibrahim AS menyatakan bahwa semua hartanya adalah milik Allah dan sewaktu-waktu akan diserahkan jika Allah menghendaki. Bahkan ia berani menyatakan bahwa jika Allah meminta anak kesayangannya, Nabi Ismail AS, maka ia akan menyerahkannya juga. Pernyataan inilah yang kemudian menjadi bahan ujian dari Allah SWT.

Allah menguji keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim AS melalui mimpi yang haq, dimana ia diperintahkan untuk mengorbankan putranya yang masih berusia tujuh tahun. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Quran Surah As-Saffat ayat 102:

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: "(Ibrahim) berkata, 'Wahai anakkku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka bagaimana pendapatmu?' Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.'" (QS. As-Saffat: 102)

Ketika Nabi Ibrahim AS sudah memantapkan diri untuk melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keikhlasan, Allah SWT menurunkan seekor domba besar sebagai pengganti Nabi Ismail AS. Peristiwa penggantian ini diabadikan dalam Al-Quran Surah As-Saffat ayat 107-110:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Artinya: "Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. As-Saffat: 107-110)

Landasan Syariat dan Perintah Idul Adha

Dasar Hukum Ibadah Qurban dalam Al-Quran

Perintah untuk melaksanakan ibadah qurban dan merayakan Idul Adha memiliki landasan yang kuat dalam Al-Quran dan hadits. Allah SWT memerintahkan secara langsung dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Artinya: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2)

Perintah ini menunjukkan bahwa ibadah qurban memiliki kedudukan yang penting dalam Islam, sejajar dengan kewajiban shalat. Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 36:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: "Dan kami telah jadikan untuk kamu unta-unta dan lembu-lembu sebagai sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri berbaris, kemudian apabila ia telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj: 36)

Ayat ini menjelaskan bahwa hewan qurban merupakan bagian dari syi'ar (ritual) Allah yang membawa kebaikan bagi umat Islam. Selain itu, ayat ini juga menekankan pentingnya berbagi daging qurban kepada orang-orang yang membutuhkan sebagai wujud kepedulian sosial.

Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya ibadah qurban dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah: "Barangsiapa yang mampu berqurban tetapi tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah qurban bagi mereka yang mampu melaksanakannya.

Hikmah Kesetaraan Manusia dalam Islam

Salah satu makna mendalam dari Idul Adha adalah pengingat tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah SWT. Hal ini tercermin dalam firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13)

Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan suku, bangsa, atau status sosial bukanlah hal yang membuat seseorang lebih mulia. Yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaannya kepada Allah SWT. Inilah yang tercermin dalam pelaksanaan ibadah haji dimana semua jamaah memakai pakaian ihram yang sama, tanpa membedakan latar belakang sosial ekonomi mereka.

Rasulullah SAW memperkuat pesan kesetaraan ini dalam khutbah Wada': "Sesungguhnya Tuhanmu adalah satu, ayah kalian adalah satu. Tidak ada kelebihan orang Arab atas non-Arab, tidak ada kelebihan non-Arab atas orang Arab, tidak ada kelebihan orang berkulit merah atas yang berkulit hitam, dan tidak ada kelebihan orang berkulit hitam atas yang berkulit merah, kecuali dengan takwa." (HR. Ahmad)

Momentum wukuf di Arafah yang dilaksanakan bersamaan dengan Idul Adha memberikan gambaran tentang hari pembalasan di akhirat kelak, dimana semua manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya selama hidup di dunia, tanpa memandang status atau kedudukan mereka.

Makna dan Hikmah Mendalam Idul Adha

Nilai Ketakwaan dan Pengorbanan Sejati

Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS mengajarkan makna ketakwaan yang sesungguhnya kepada umat Muslim. Ketakwaan bukan hanya sekadar menjalankan ibadah ritual, tetapi lebih pada ketaatan total seorang hamba kepada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Koridor agama Islam mengemas kehidupan secara harmoni antara kepentingan dunia dan akhirat.

Ketaatan Nabi Ibrahim AS ini menjadi patokan bagi umat Muslim dalam menjalankan perintah Allah SWT, bahkan ketika menghadapi ujian yang sangat berat. Keikhlasan dalam beribadah dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah merupakan inti dari ajaran yang dapat dipetik dari perayaan Idul Adha.

Melalui ibadah qurban, umat Muslim diajarkan untuk rela berkorban dan melepaskan sebagian harta yang dimilikinya demi mencari ridha Allah SWT. Pengorbanan ini bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga pengorbanan nafsu dan ego untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Nilai ketakwaan dalam Idul Adha juga mengajarkan bahwa ujian dan cobaan hidup adalah bagian dari proses pendewasaan spiritual seorang Muslim. Sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang berhasil melewati ujian dengan penuh kesabaran dan ketabahan, umat Muslim diharapkan dapat menghadapi berbagai tantangan hidup dengan penuh tawakal.

Penguatan Hubungan Sosial dan Kepedulian Umat

Salah satu makna penting dari Idul Adha adalah penguatan hubungan antar sesama manusia atau hablumminannas. Ibadah qurban yang dilaksanakan pada hari raya ini tidak hanya memiliki dimensi vertikal kepada Allah, tetapi juga dimensi horizontal kepada sesama manusia, terutama mereka yang kurang mampu.

Tradisi menyembelih hewan qurban dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin merupakan bentuk konkret dari kepedulian sosial seorang Muslim. Praktik ini mengajarkan nilai berbagi dan solidaritas dalam masyarakat, sehingga tidak ada yang merasa terlupakan dalam kegembiraan hari raya.

Melalui ibadah qurban, umat Islam diajarkan untuk merasakan kondisi saudara-saudaranya yang kurang beruntung. Sama seperti ibadah puasa yang mengajarkan untuk merasakan lapar seperti yang dialami kaum dhuafa, ibadah qurban mengajarkan pentingnya berbagi rezeki dengan sesama.

Nilai kepedulian sosial dalam Idul Adha juga menciptakan ikatan emosional yang kuat antar anggota masyarakat. Ketika orang kaya rela berbagi dengan yang miskin, tercipta harmoni sosial yang menjadi salah satu tujuan utama ajaran Islam dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.

Peningkatan Kualitas Diri dan Pembentukan Akhlak Mulia

Kisah Nabi Ibrahim AS dalam perayaan Idul Adha memberikan teladan tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya memiliki akhlak yang terpuji. Kegigihan keluarga Nabi Ibrahim AS dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan menunjukkan pentingnya memiliki mental yang kuat dan karakter yang tangguh.

Hikmah dari mata air Zamzam yang tidak pernah kering hingga saat ini mengajarkan bahwa kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi kesulitan akan mendatangkan berkah dari Allah SWT. Lembah yang semula gersang dan tandus berubah menjadi kota yang makmur berkat kesabaran dan doa yang tulus.

Perayaan Idul Adha juga mengajarkan bahwa pada hakikatnya semua manusia adalah sama di hadapan Allah SWT. Yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaannya kepada Sang Pencipta. Hal ini tercermin dalam pelaksanaan ibadah haji dimana semua jamaah memakai pakaian putih yang sama, tanpa membedakan status sosial atau kekayaan.

Nilai-nilai akhlak mulia yang dapat dipetik dari Idul Adha mencakup kesabaran, ketabahan, keikhlasan, kepedulian sosial, dan kerendahan hati. Semua nilai ini menjadi bekal berharga bagi umat Muslim untuk menjalani kehidupan dengan lebih bermakna dan berkualitas.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |