Liputan6.com, Cilacap - Pernah (untuk tidak mengatakan sering) kita mendengar dalam suatu acara saat berdoa para jemaah menjawab dengan lafal aamiin yang cukup keras. Bahkan ada yang sampai memekakan telinga.
Cara berdoa seperti ini mendapatkan kritik pedas dari KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha). Menurutnya hal ini tidak sesuai dengan perintah Rasulullah SAW.
“Nanti kalau berdoa jawab aminnya tidak usah keras-keras, ini sudah pasti maqbul,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @DalangAhza, Rabu (23/10/2024).
“Percaya sama saya,” kelakar Gus Baha.
“Ha..ha..ha..,” sahut tawa hadirin.
Simak Video Pilihan Ini:
Petasan Meledak 3 Orang Tewas 5 Lainnya Luka di Kebumen
Diprotes Nabi SAW
Menurut Gus Baha, ketika ada orang yang terlalu keras menjawab doa dengan melafalkan aamiin ini mendapatkan protes keras dari Rasulullah SAW.
“Nabi kalau ada orang yang jawab amin terlalu keras itu diprotes oleh Nabi SAW," terangnya.
“Kamu itu teriak-teriak berdoa beneran, yang kamu minta doa itu Dzat yang pasti mendengar, malah keras-keras,” sambungnya.
Gus Baha pun mengingatkan bahwa Allah SWT ialah Dzat Yang Maha Baik sehingga tanpa suara keras atau bahkan berdoa tidak serius saja dikabulkan oleh Allah SWT.
“Trus Allah itu sangat baik, berdoa beneran atau tidak itu sudah pasti dikabulkan,” tandasnya.
Asal Usul Kata Aamiin
Menukil Republika, kata 'aamiin' diucapkan setelah berdoa dan ketika shalat diucapkan setelah surat Al-Fatihah. Lalu, bagaimana dengan asal-usul kata aamiin?
Ada yang menyatakan amin bukan berasal dari bahasa Arab melainkan serapan dari bahasa lain. Ada pula yang menyatakan berasal dari bahasa Arab.
Dalam buku Kosakata Keagamaan oleh M. Quraish Shihab dijelaskan, salah satu rumus yang digunakan untuk menentukan satu kata berasal dari bahasa Arab atau tidak adalah mengetahui kata itu dapat dibentuk dengan aneka bentuk, antara lain apakah kata itu memiliki kata kerja atau tidak.
Kata “amin” tidak dikenal kata kerjanya, bahkan dalam Alquran tidak ditemukan. Walaupun ada kata yang pengucapannya hampir sama dengan “amin”.
Seperti yang tercantum dalam surat Yusuf ayat 54:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖٓ اَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِيْۚ فَلَمَّا كَلَّمَهٗ قَالَ اِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِيْنٌ اَمِيْنٌ
Wa qālal-maliku`tụnī bihī astakhliṣ-hu linafsī, fa lammā kallamahụ qāla innakal-yauma ladainā makīnun amīn.
Makna kata amin yang ada di atas berbeda dengan makna kata “amin” yang diucapkan setelah doa. Terdapat banyaknya hadits yang dinisbahkan kepada Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk mengucapkan “amin” setelah memanjatkan dan atau mendengar doa dari orang lain.
Mereka yang mengaminkan tapi tidak mengucapkan doa yang didengarnya, dinilai ikut berdoa. Ini dapat dipahami dari surat Yunus ayat 88-89 yang berbunyi:
وَقَالَ مُوْسٰى رَبَّنَآ اِنَّكَ اٰتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَاَهٗ زِيْنَةً وَّاَمْوَالًا فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ رَبَّنَا لِيُضِلُّوْا عَنْ سَبِيْلِكَ ۚرَبَّنَا اطْمِسْ عَلٰٓى اَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْا حَتّٰى يَرَوُا الْعَذَابَ الْاَلِيْمَ
قَالَ قَدْ اُجِيْبَتْ دَّعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيْمَا وَلَا تَتَّبِعٰۤنِّ سَبِيْلَ الَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ
Wa qāla mụsā rabbanā innaka ātaita fir'auna wa mala`ahụ zīnataw wa amwālan fil-ḥayātid-dun-yā, rabbanā liyuḍillụ 'an sabīlik, rabbanaṭmis 'alā amwālihim wasydud 'alā qulụbihim fa lā yu`minụ ḥattā yarawul-'ażābal-alīm. āla qad ujībad da'watukumā fastaqīmā wa lā tattabi'ānni sabīlallażīna lā ya'lamụn.
“Dan Musa berkata, “Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih. Dia Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan jangan sekali-kali kamu mengikuti jalan orang yang tidak mengetahui.”
Dari kedua ayat di atas diuraikan Nabi Musa berdoa yang dinyatakan bahwa doa keduanya, yakni Musa dan Harun telah diterima Allah. Padahal yang berdoa hanyalah Nabi Musa AS sendiri.
Ini sepertinya disebabkan karena Nabi Harun yang tidak mengucapkan doa itu, tetapi karena dia menyetujui dan mengaminkan maka Allah pun menilai telah berdoa. Memang kata ulama “amin” yang diucapkan setelah berdoa mengandung arti “persetujuan dan keikutsertaan” dalam permohonan yang diajukan oleh mereka yang berdoa.
Lafal dan Artinya Beragam
Ada bermacam-macam pendapat ulama tentang arti kata “amin” antara lain, berikut ini.
“Ya Allah, pertahankanlah!” Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.“Ya Allah! Lakukanlah!”“Demikian itu, ya Allah. Maka semoga Engkau mengabulkannya.”“Jangan kecewakan kami, ya Allah!”Salah satu nama Allah SWTAmin berfungsi sebagai stempel bagi doa.
Selain arti yang beragam, pengucapannya pun beragam. Ada yang mengucapkannya tanpa memanjangkan huruf alif (a) dan tidak juga bagaikan menggabungkan dua mim, tetapi singkat “amin”.
Ada yang memanjangkan ucapan pada alif (a) dari dua harakat (aa) sampaai bisa mencapai lima atau enam harakat (aaaaaa) dan memanjangkan juga pada ya’ (baca: i) setelah mim sampai lima atau enam harakat. Itu sambil mengucapkan mim seakan-akan berganda menggabungkan dua mim menjadi aaaammiiiin.
Terakhir, ada yang memanjangkan alif dan ya’ (baca:i). Ini juga bisa sampai lima atau enam harakat tetapi tidak bisa membaca mim bagaikan menggabungnya dengan mim yang lain.
Menurut Quraish Shihab, perlu dicatat, bacaan “amin” tidak terikat dengan kaidah-kaidah bacaan atau ilmu tajqid yang harus diterapkan ketika membaca Alquran. Sebab, lafaz “amin” bukan bagian dari Alquran.
Mayoritas ulama ada yang menganjurkan di akhir surat Al-Fatihah mengucapkan amin dalam sholat. Namun, itu tidak bersifat wajib sebagaimana diyakini sementara orang.
Bahkan, dalam salah satu pandangan yang dinisbahkan ke mazhab Malik, hanya makmum yang hendaknya membaca amin, tidak imam. Jadi, pengucapan kata “amin” dengan niat dikabulkan doanya Insya Allah diterima oleh Allah dan sebaiknya sebagaimana menjadi pengikut Rasulullah SAW untuk mengikuti apa yang dia lakukan.
Rasulullah bersabda, “Apabila imam mengucapkan amin, maka ucapkanlah amin, karena para Malaikat pun ikut mengaminkan, maka siapa yang bacaannya amin bertepatan dengan bacaannya Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu," (HR Bukhari 5923).
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul