Liputan6.com, Jakarta - Doa seharusnya menjadi amalan yang dilakukan dengan penuh ketulusan. Itulah pesan yang disampaikan oleh KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Buya Yahya, dalam salah satu ceramahnya.
Buya Yahya menekankan pentingnya memahami esensi doa dalam kehidupan orang beriman.
Dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube @Storiesofislamicc, Buya Yahya menjelaskan bahwa doa bukan sekadar alat untuk mencapai tujuan.
“Berdoa itu seharusnya bagi orang beriman, jangan dijadikan sarana untuk menggapai tujuan,” tegasnya.
Menurut dia, bagi seorang mukmin sejati, doa harus menjadi bentuk ibadah, bukan hanya alat untuk meminta sesuatu.
Konsep doa sebagai bagian dari ibadah ditegaskan oleh Buya Yahya dengan menyebut bahwa doa adalah mukhul ibadah, atau inti dari ibadah itu sendiri.
“Kalau doa dijadikan sebagai sarana, maka setelah tujuan tercapai, doa akan ditinggalkan,” ujarnya. Itulah yang sering terjadi ketika seseorang hanya berdoa saat butuh bantuan.
Buya Yahya mengkritik kebiasaan manusia yang memanfaatkan doa sebagai perantara untuk kebutuhan duniawi. Contoh sederhana yang disampaikan adalah saat seseorang menghadapi ujian atau sedang melamar pekerjaan.
Ketika dalam kesulitan, doa menjadi rutinitas yang tak terlewatkan. Namun, saat semua keinginan tercapai, banyak yang melupakan doa.
Simak Video Pilihan Ini:
Highlight Lokakarya 7 'Panen Hasil Belajar' PGP Angkatan 10
Mau Ujian Rajin Berdoa, Berhasil Ditinggalkan
“Waktu mau ujian, kita rajin sekali berdoa. Bahkan setiap hari berzikir, wiridan, dan bermunajat kepada Allah. Tapi setelah ujian selesai, apa yang terjadi? Doa pun terlupakan,” ungkap Buya Yahya dengan nada prihatin. Hal ini menggambarkan sikap sebagian orang yang menjadikan doa sebagai alat, bukan tujuan.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya juga menyinggung bagaimana kebiasaan ini berulang. Ketika seseorang ingin mendaftar menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), misalnya, doa menjadi bagian dari keseharian. Namun, setelah keinginan itu tercapai, kebiasaan berdoa perlahan menghilang. “Setelah dapat, doa berhenti. Karena apa? Karena doanya sarana, bukan tujuan,” katanya.
Bagi Buya Yahya, orang yang benar-benar mengenal Allah akan menjadikan doa sebagai tujuan. Mereka berdoa bukan karena ingin sesuatu, tetapi karena ingin mendekatkan diri kepada Allah. “Ahli Allah yang kenal Allah menjadikan doa itu adalah tujuan, bukan sarana,” jelasnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan dalam berdoa.
Buya Yahya menyayangkan jika doa hanya dijadikan pelengkap saat ada kebutuhan mendesak. Doa yang seharusnya menjadi pengikat hubungan hamba dengan Tuhannya berubah menjadi sekadar alat untuk memenuhi keinginan duniawi. Padahal, doa adalah bentuk ibadah yang seharusnya tidak terputus.
“Doa itu adalah hubungan kita dengan Allah, yang tidak boleh diputus. Jangan jadikan doa sebagai alat yang hanya digunakan saat ada kepentingan,” imbuhnya. Menurut Buya Yahya, pemahaman ini perlu ditanamkan agar setiap orang beriman bisa menjalankan doa dengan penuh cinta dan ketulusan.
Doa yang tulus, lanjut Buya Yahya, adalah doa yang terus dilakukan tanpa memikirkan hasilnya. Orang yang berdoa dengan ikhlas akan merasakan kedamaian, terlepas dari apakah keinginannya terpenuhi atau tidak. Ini yang membedakan mereka yang menjadikan doa sebagai tujuan dengan yang sekadar menjadikannya alat.
Jika Tak Pikirkan Hasil akan Dapatkan Ketenangan
Dalam pandangan Buya Yahya, mengenal Allah melalui doa adalah kebahagiaan yang sejati. Orang yang memahami bahwa doa adalah bentuk penghambaan akan terus berdoa dalam keadaan apa pun, baik suka maupun duka. “Orang seperti ini, doanya tidak berhenti setelah keinginan tercapai,” paparnya.
Doa yang menjadi tujuan akan membawa seseorang kepada ketenangan jiwa. Buya Yahya menekankan bahwa doa sejati adalah doa yang menjadi kebutuhan spiritual, bukan kebutuhan material. Inilah yang harus dipahami oleh setiap muslim agar bisa mencapai derajat yang lebih tinggi di hadapan Allah.
Menurut Buya Yahya, seseorang yang terus berdoa tanpa memikirkan hasil akhirnya akan mendapatkan ketenangan dan keberkahan. Sebab, mereka tidak berfokus pada apa yang diinginkan, melainkan pada siapa yang dimintai. “Kebahagiaan itu ada saat kita menyebut nama Allah dengan penuh cinta,” tambahnya.
Keikhlasan dalam berdoa juga menjadi cara untuk melatih ketergantungan kepada Allah. Manusia sering kali merasa kuat dan mampu ketika semua keinginannya terpenuhi. Padahal, saat kesulitan datang, barulah mereka kembali ingat kepada Allah. Buya Yahya mengajak agar sikap ini diubah.
“Jangan hanya ingat Allah saat butuh. Berdoalah di setiap keadaan, karena itu menunjukkan kita adalah hamba yang mengabdi,” tegas Buya Yahya. Ia mengingatkan, hubungan antara manusia dan Allah harus dijaga dengan sebaik-baiknya, salah satunya melalui doa yang tulus.
Ceramah Buya Yahya ini menjadi pengingat bahwa berdoa bukanlah sekadar meminta sesuatu. Doa adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menguatkan iman. Dengan menjadikan doa sebagai ibadah, bukan alat, seseorang akan merasakan kedamaian yang luar biasa.
Pada akhirnya, Buya Yahya berharap setiap muslim mampu memahami hakikat doa. Doa yang dilakukan dengan cinta dan ketulusan akan membuahkan ketenangan hati dan kedekatan dengan Allah. Kisah-kisah seperti ini mengajarkan bahwa keindahan doa terletak pada keikhlasannya, bukan pada hasil yang diharapkan.
Kebiasaan berdoa seharusnya tidak ditinggalkan, meskipun keinginan sudah tercapai. Sebab, doa adalah bukti penghambaan dan rasa syukur kepada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Buya Yahya mengingatkan, doa yang benar adalah doa yang terus berlanjut, bukan yang berhenti setelah tujuan tercapai.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul