Liputan6.com, Jakarta - Pilkada serentak yang akan segera digelar di berbagai daerah mengundang perhatian dari berbagai kalangan, termasuk ulama ternama KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang dikenal dengan Buya Yahya. Pengasuh LPD Al Bahjah ini mengingatkan masyarakat tentang ancaman praktik politik uang, terutama "serangan fajar," yang kerap terjadi menjelang hari pencoblosan.
Buya Yahya menekankan pentingnya menjaga integritas dan moral dalam proses demokrasi ini. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak tergoda dengan tawaran materi sesaat yang dapat merusak tatanan demokrasi dan melunturkan makna pemilu.
Buya Yahya mengakui bahwa praktik politik uang masih sering dijumpai dalam perhelatan Pilkada. Serangan fajar, istilah yang merujuk pada pemberian uang atau materi lainnya oleh kandidat atau tim sukses di pagi hari sebelum pencoblosan, dianggap sebagai cara licik untuk meraih suara tanpa memperhatikan prinsip demokrasi yang bersih dan adil.
Menurut Buya Yahya, politik uang ini menjadi masalah serius yang bisa berdampak buruk bagi masyarakat dan proses demokrasi.
"Serangan fajar bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencemari niat baik dalam memilih pemimpin yang benar-benar berkualitas," ungkapnya, dikutip dari sebuah tayangan di kanal YouTube @zainalarif-p4o.
Ia menambahkan bahwa perilaku ini menunjukkan lemahnya moralitas dan kepedulian terhadap masa depan bangsa.
Simak Video Pilihan Ini:
Menilik Tempat Pertemuan Bersejarah Tan Malaka dan Jenderal Soedirman di Banyumas
Ini yang Terjadi jika Terima Serangan Fajar
Buya Yahya mengingatkan bahwa praktik semacam ini tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga mengandung unsur dosa. Ia mengajak masyarakat untuk lebih bijaksana dalam menghadapi Pilkada dan tidak membiarkan materi mengaburkan penilaian terhadap calon pemimpin.
Ia menjelaskan bahwa Pilkada seharusnya menjadi momen untuk memilih pemimpin yang memiliki visi, misi, dan komitmen untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Buya Yahya mendorong para pemilih untuk menilai kandidat berdasarkan rekam jejak dan kapabilitas, bukan pada pemberian sesaat yang dapat mengalihkan fokus dari kebaikan jangka panjang.
Buya Yahya juga memperingatkan bahwa menerima serangan fajar dapat membahayakan kualitas demokrasi di Indonesia.
"Jika kita menerima uang atau materi dalam serangan fajar, maka kita menggadaikan hak suara yang seharusnya diberikan kepada kandidat terbaik," tegasnya.
Menurutnya, ketika masyarakat mulai terbiasa menerima politik uang, maka pemimpin yang terpilih pun belum tentu berorientasi pada kepentingan rakyat. Kondisi ini, lanjut Buya Yahya, justru akan membawa kerugian bagi semua pihak dan membuat pemerintahan berjalan tanpa transparansi dan akuntabilitas.
Sebagai tokoh agama, Buya Yahya merasa perlu untuk memberikan pemahaman kepada umat bahwa suara mereka sangat berharga. Ia mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan dengan matang dan menghindari segala bentuk godaan materi yang ditawarkan dalam proses pemilihan.
Tak Gunakan Hati Nurani
"Saat seseorang tergoda dengan uang yang diberikan oleh kandidat, ia telah menutup pintu untuk memilih dengan hati nurani. Akibatnya, masyarakat tidak akan merasakan dampak positif dari pemerintahan yang dipimpin oleh orang-orang yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi," tambah Buya Yahya.
Ia mengajak masyarakat untuk menjadikan Pilkada sebagai sarana untuk memilih pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab. Menurutnya, ketika masyarakat sadar akan pentingnya memilih pemimpin yang bersih dan berintegritas, maka perubahan positif akan tercipta bagi bangsa.
Buya Yahya juga menekankan bahwa Pilkada bukan sekadar ajang mencari kekuasaan, melainkan upaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. "Pemimpin yang baik adalah mereka yang datang untuk melayani, bukan mereka yang datang dengan tawaran materi agar dipilih," jelasnya.
Lebih lanjut, Buya Yahya mengingatkan bahwa setiap suara yang diberikan dengan ikhlas dan berdasarkan penilaian yang objektif akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Pemimpin yang dipilih dengan cara yang benar, menurut Buya Yahya, akan lebih memiliki komitmen untuk membawa perubahan yang lebih baik.
Sebagai penutup, Buya Yahya mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam Pilkada dan memilih calon pemimpin dengan cerdas. "Jika kita ingin melihat Indonesia maju, mulailah dari langkah kecil dengan menolak serangan fajar dan memilih berdasarkan hati nurani," katanya.
Dengan begitu, masyarakat dapat berperan dalam menjaga integritas demokrasi dan memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar memahami tanggung jawabnya. Pilkada, menurut Buya Yahya, harus menjadi momentum bagi bangsa ini untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu melaksanakan demokrasi yang bersih dan bermartabat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul