Liputan6.com, Cilacap - Penceramah muda Ustadz Adi Hidayat atau lebih populer dengan sebutan UAH memberikan nasihat yang sangat menyejukkan hati saat kita berbuat baik tapi masih saja mendapatkan celaan atau hinaan oleh orang lain.
Celaan ataupun hinaan memang acapkali membuat hati kita merasa kesal dan marah. Namun, hal ini merupakan keniscayaan perbuatan baik ini bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang buruk.
Menurut UAH, Rasulullah SAW saat dakwah Islam pun tak luput dari celaan dan hinaan kaum kafir Quraisy. Namun, beliau tidak patah arang dan terus berjuang menyebarkan agama Islam.
Lantas bagaimana pandangan Ustadz muda Muhammadiyah asal Pandeglang, Banten ini saat mendapatkan celaan atau hinaan padahal kita telah berbuat baik? Simak ulasannya berikut ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Zona Merah Longsor Cilacap
Yang Bakal Diterima saat Berbuat Baik Masih Saja Dicela
Ustadz Adi Hidayat mengatakan bahwa saat anda berbuat baik pasti akan dicela oleh orang yang buruk, demikian sebaliknya jika kita berbuat buruk atau keliru maka akan dicela oleh orang yang baik.
“Kalau anda baik, maka pasti akan dicela oleh orang buruk, sebaliknya kalau anda buruk akan dicela oleh orang baik,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @PahlawanDakwah122, Selasa (12/11/2024).
UAH juga menerangkan, jikalau kita berbuat baik dan masih dicela atau dihina orang, maka sejatinya ia akan mendapatkan anugerah istimewa dari Allah SWT.
Adapun anugerah istimewa yang dimaksud ialah bahwa Allah SWT sedang menitipkan kebaikan yang banyak lewat celaan orang tersebut.
“Tinggal dilihat saja yang mencela itu orang baik atau orang buruk, kalau yang mencela itu orang buruk itu artinya Allah sedang menetapkan kebaikan pada diri kita dititipkanlah pengakuan itu lewat orang yang mencela kita,” tandasnya.
Kisah Abu Bakar Saat Dicela Seseorang
Mengutip NU Online, terdapat sebuah riwayat bersumber dari Abu Hurairah yang dicatat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, tentang seseorang yang mencaci maki Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq.
حدثنا يحيى عن ابن عجلان قال حدثنا سعيد بن أبي سعيد عن أبي هريرة: أن رجلا شتم أبا بكر والنبي صلى الله عليه وسلم جالس، فجعل النبي صلى الله عليه وسلم يعجب ويتبسم، فلما أكثر رد عليه بعض قوله، فغضب النبي صلى الله عليه وسلم وقام، فلحقه أبو بكر، فقال: يا رسول الله، كان يشتمني وأنت جالس، فلما رددت عليه بعض قوله غضبت وقمت. قال: إنه كان معك ملك يرد عنك، فلما رددت عليه بعض قوله، وقع الشيطان، فلم أكن لأقعد مع الشيطان. ثم قال: يا أبا بكر، ثلاث كلهن حق: ما من عبد ظلم بمظلمة فيغضي عنها لله عز وجل، إلا أعز الله بها نصره، وما فتح رجل باب عطية يريد بها صلة، إلا زاده الله بها كثرة، وما فتح رجل باب مسألة يريد بها كثرة، إلا زاده الله عز وجل بها قلة
Artinya: Yahya menceritakan kepada kami dari Ibnu ‘Ajlan, Sa’id bin Abi Sa’id menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mencela Abu Bakar, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam duduk. Kejadian itu membuat Nabi terheran-heran dan tersenyum. Kemudian saat Abu Bakar banyak membantah sebagian perkataan (celaan) laki-laki tersebut, Nabi Muhammad marah dan berdiri untuk pergi. Abu Bakar pun menyusul Nabi, lalu berkata: Wahai Rasulullah, orang itu mencelaku, anda hanya duduk saja (tidak ikut membalas). Ketika aku membantah sebagian perkataannya, anda berdiri dan marah. Rasulullah menjawab: Sesungguhnya ada malaikat bersamamu yang akan membantahnya untukmu. Ketika engkau membantah sebagian perkataannya, setan datang. Aku tidak ingin duduk bersama setan.
Kemudian Rasulullah berkata: Wahai Abu Bakar, ada tiga hal yang menjadi hak seorang hamba: (1) Tidaklah seorang hamba Allah yang terzalimi dengan kezaliman, lalu dia pasrahkan kepada Allah kecuali Allah pasti memenangkannya dengan pertolonganNya, (2) Tidaklah seseorang yang membuka pintu pemberian yang dia harapkan menjadi penyambung persaudaraan, kecuali Allah pasti tambahkan pemberian yang banyak kepadanya, dan (3) Tidaklah seseorang yang membuka pintu permintaan yang dia harapkan untuk mendapatkan pemberian yang banyak, kecuali Allah pasti tambahkan kekurangan kepadanya. (Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: Mu’assasah al-Risalah, tt, juz 15, h. 39)
Riwayat ini menunjukkan betapa pentingnya seseorang untuk bersabar tidak membalas caci maki dan celaan orang lain. Sebab ketika dia mulai terpancing emosi, biasanya setan akan bersorak gembira menyulut pertikaian tersebut.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul