Liputan6.com, Jakarta - Masih bingun tentang perbedaan jin dan setan? Kebingungan dalam membedakan jin dan setan memang sering muncul dalam pembahasan tentang makhluk gaib ini. Jin dan setan kerap dianggap sama, padahal ada perbedaan mendalam yang menyingkap identitas dan fungsi masing-masing.
Perbincangan tentang jin dan setan kerap mengundang rasa penasaran. Uraian mengenai makhluk-makhluk ini seringkali penuh misteri, hingga akhirnya KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab dipanggil Gus Baha, memberikan penjelasan yang menarik dan memperjelas pemahaman.
Dalam sebuah kajian yang ditayangkan di kanal YouTube @peciemas, Gus Baha memaparkan tentang perbedaan dan hubungan antara jin dan setan.
Gus Baha memulai dengan menjelaskan bahwa jin dan setan sebenarnya memiliki habitat yang berbeda. Ia menyatakan, “Jin dan setan itu habitat yang berbeda tapi kadang setan oleh Allah disebut jin.”
Namun, dalam beberapa konteks, setan oleh Allah disebut sebagai jin, bukan dalam pengertian identitas, melainkan dalam makna sifat. Jin sendiri berarti sesuatu yang tidak terlihat, yang menjadi karakteristik utama mereka.
Dalam bahasa Arab, istilah yang berhubungan dengan ketidaknampakan juga digunakan dalam berbagai aspek lain. Misalnya, orang gila disebut "Majnun," yang berarti akalnya tertutup, karena kondisi mentalnya yang tidak kasat mata.
Janin dalam kandungan juga disebut "janin" karena keberadaannya tersembunyi. Bahkan, malam yang gelap disebut "jin" karena ketidaknampakannya.
Simak Video Pilihan Ini:
Meningkatkan Imunitas dengan Akupuntur di Tengah Pandemi Covid-19
Iblis Bapak dari Segala Keburukan
Gus Baha melanjutkan penjelasannya tentang kategori makhluk tak kasat mata ini. “Ada manusia dan jin yang disebut dalam konteks identitas (ismiyah),” ujarnya. Di sisi lain, ada pula setan, yang bisa mengacu pada iblis dan turunannya, yang memang memiliki tujuan merusak dunia dan menyesatkan manusia.
Dalam penjelasannya, Gus Baha menegaskan bahwa jin sebagai identitas adalah makhluk yang tidak terlihat, sedangkan setan dapat menjadi identitas khusus bagi iblis dan keturunannya. Namun, istilah setan juga bisa digunakan dalam makna sifat, yaitu mereka yang gemar berbuat kerusakan. “Setan juga bisa berasal dari kalangan jin maupun manusia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gus Baha menuturkan bahwa setan bisa berasal dari kalangan jin maupun manusia. Hal ini merujuk pada mereka yang menjadi perusak, pembawa godaan, dan penyebab kesesatan. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut setan dari golongan jin dan manusia, menunjukkan bahwa sifat setan bisa hadir dalam berbagai bentuk.
Gus Baha juga menyinggung tentang turunan iblis. “Iblis adalah bapak dari segala keburukan,” ujarnya. Ia bertugas mengganggu dan menjerumuskan manusia ke dalam kejahatan, dan wasiatnya untuk menebar kerusakan terus diwarisi oleh keturunannya, yang menjadi setan dalam sifat.
Jin sendiri, menurut Gus Baha, diciptakan dari api. “Mereka memiliki peran dan kehidupan tersendiri, meskipun berbeda dengan manusia,” jelasnya. Jin dapat melihat manusia, namun manusia tidak dapat melihat jin. Sifat tersembunyi ini membuat jin kerap menjadi objek ketakutan dan misteri dalam kehidupan manusia.
Lebih lanjut, penjelasan Gus Baha membahas bagaimana jin dan setan memiliki peran dalam menyesatkan manusia. “Jin yang memiliki kecenderungan menjadi setan akan melaksanakan tugas menggoda manusia,” paparnya. Sementara itu, manusia yang memiliki sifat seperti setan adalah mereka yang dengan sengaja merusak kehidupan orang lain.
Manusia Juga Bisa Jadi Setan, Jika Memiliki Sifat Ini
Gus Baha pun menambahkan bahwa perilaku setan tidak hanya terbatas pada iblis dan keturunannya. Manusia yang gemar menyesatkan, menipu, dan merusak juga bisa disebut sebagai setan. “Ini menjadi pengingat bahwa godaan bisa datang dari berbagai sumber, baik dari makhluk yang tak terlihat maupun yang kasat mata,” ungkapnya.
Dalam pandangan Islam, setan selalu berusaha menjauhkan manusia dari kebenaran. Gus Baha mengingatkan, “Keimanan dan ketakwaan menjadi benteng kuat untuk melawan gangguan setan.” Oleh karena itu, menjaga hati dan selalu berada dalam ketaatan adalah kunci untuk terhindar dari bisikan setan.
Sebagai penutup, Gus Baha menegaskan pentingnya memahami perbedaan antara jin dan setan. “Dengan pemahaman yang tepat, umat Islam dapat lebih waspada dan tidak mudah terpengaruh oleh godaan yang menyesatkan,” katanya. Jin dan setan akan selalu ada, tetapi manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar.
Pemahaman ini memberikan perspektif baru dalam memandang makhluk-makhluk tak kasat mata. Gus Baha memberikan contoh nyata bagaimana makhluk-makhluk ini disebut dalam Al-Qur'an dan hadits, menekankan bahwa semua itu mengajarkan manusia untuk lebih waspada dan selalu bersandar kepada Allah.
Kisah-kisah tentang jin dan setan memang tidak pernah habis dibicarakan. Namun, yang lebih penting adalah mengambil hikmah dan menjaga keimanan agar tetap kokoh. “Gangguan setan memang nyata, tetapi tidak akan mempan pada mereka yang selalu mengingat dan beribadah kepada Allah,” pungkas Gus Baha.
Dengan pemahaman yang mendalam dari Gus Baha, pengetahuan tentang jin dan setan tidak hanya menjadi cerita semata, tetapi juga pengingat untuk memperkuat ketakwaan. Menjalani hidup dengan penuh kewaspadaan dan menjaga kebaikan adalah pesan utama yang dapat diambil dari penjelasan ini.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul