Liputan6.com, Jakarta - Kisah tentang pentingnya menjaga lisan bukan hal baru dalam ajaran agama Islam. Menurut KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab dikenal sebagai Gus Baha, lisan atau mulut akan mendapat siksaan yang paling pedih di akhirat, lebih berat dibandingkan organ tubuh lainnya.
Dalam salah satu ceramahnya, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengungkapkan bahwa lisan memiliki tanggung jawab besar yang tidak boleh diabaikan oleh siapa pun.
Lisan akan mengeluh kepada Allah SWT di akhirat nanti, mempertanyakan alasan mengapa dirinya menerima siksaan paling pedih. Dalam keluhannya, lisan akan bertanya, “Kenapa Engkau menyiksaku seperti ini, ya Allah?” Menanggapi pertanyaan ini, Allah akan menjawab bahwa banyak perbuatan yang dilakukan melalui lisan telah menyebarkan kebencian dan memprovokasi permusuhan di antara manusia, yang seharusnya bisa dihindari jika lisan dijaga dengan baik.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @ngajisantri93, Gus Baha menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sudah jauh-jauh hari memberikan arahan tentang pentingnya menjaga lisan. Dalam salah satu hadis, Rasulullah bersabda:
أحب الأعمال إلى الله حفظ اللسان
“Amal yang paling disukai Allah adalah menjaga lisan.”
Simak Video Pilihan Ini:
Rogoh Kocek Pribadi, Bupati Banjarnegara Sumbang 50 Peti Mati Covid-19
Penjelasan Menjaga Lisan
Gus Baha mengungkapkan bahwa penggunaan kata “menjaga lisan” dalam hadis ini bukan berarti hanya diam, tetapi lebih kepada bagaimana seseorang mampu menggunakan lisannya dengan bijak.
Sabda ini mengandung makna dalam bahwa menjaga lisan lebih dari sekadar menahan diri dari berbicara, melainkan memastikan bahwa perkataan yang diucapkan membawa manfaat dan kebaikan.
Menurut Gus Baha, sabda Rasulullah ini adalah ajakan bagi umat Islam untuk bijaksana dalam berucap dan berani menyuarakan kebenaran. Tidak cukup hanya berdiam diri dengan alasan “diam itu selamat.”
Jika semua orang baik memilih diam, maka yang tersisa adalah kebathilan yang semakin menyebar. “Kalau orang saleh-saleh dengan alasan ‘diam itu selamat’ lalu mereka diam, itu malah kita berdosa. Yakin berdosa,” ujar Gus Baha.
Lebih jauh, Gus Baha mengungkapkan bahwa jika kebenaran tidak diucapkan, maka kebathilan akan mengambil alih ruang dalam kehidupan. Ia menegaskan bahwa penggunaan lisan dengan benar akan mengisi kehidupan dengan perkara yang bermanfaat.
Dengan berbicara kebenaran, kita bisa mengajarkan kepada orang lain untuk tetap berada dalam jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Gus Baha memberikan contoh bagaimana kebathilan bisa mendominasi jika kebenaran tidak disuarakan. Ia menggunakan analogi sederhana, “Jika gelas diisi batu lalu ditambahkan air, ruang yang ditempati batu tidak akan terisi air.”
Sama halnya dalam kehidupan, ketika kebaikan memenuhi ruang, kebathilan tidak akan memiliki tempat. Menjaga lisan agar tetap digunakan untuk kebaikan adalah cara efektif untuk mempertahankan kebenaran.
Gus Baha Ingatkan, 'Diam Itu Selamat'
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga mengingatkan agar tidak menggunakan alasan “diam itu selamat” untuk menghindar dari tanggung jawab menyuarakan kebenaran. Menurutnya, sikap diam dalam menghadapi kedzhaliman justru bisa mengakibatkan seseorang menjadi “setan yang bisu,” yang tidak lagi memperjuangkan nilai-nilai keadilan.
Gus Baha menegaskan bahwa mulut atau lisan yang digunakan untuk berkata yang baik adalah lisan yang akan membawa kedamaian bagi orang lain.
Sebaliknya, lisan yang mengucapkan kebencian atau memprovokasi akan membawa kerusakan dalam hubungan antarindividu. Hal ini menunjukkan bahwa lisan memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan kedamaian di masyarakat.
Mengutip ajaran para ulama terdahulu, Gus Baha menjelaskan bahwa menjaga lisan adalah bentuk ibadah yang sangat disukai Allah.
Para ulama meyakini bahwa setiap perkataan yang keluar dari mulut harus dipertimbangkan dengan baik, agar tidak menimbulkan keburukan atau kerugian bagi orang lain.
Lisan adalah alat yang paling mudah digunakan untuk menyampaikan kebaikan sekaligus keburukan. Karena itu, menurut Gus Baha, umat Islam harus bijak dalam memilih kata-kata yang akan diucapkan. Dengan menjaga lisan, seseorang dapat menghindarkan diri dari banyak dosa yang bersumber dari perkataan yang tidak terkontrol.
Gus Baha juga mengingatkan bahwa banyak orang tergelincir dalam dosa hanya karena tidak mampu menjaga lisannya. Perkataan yang tidak terkontrol dapat merusak hubungan persaudaraan dan menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, menjaga lisan adalah kunci untuk menjaga hubungan baik dengan sesama.
Melalui pesan ini, Gus Baha mengajak umat Islam untuk menjadikan lisan sebagai alat untuk menyebarkan kebaikan dan kasih sayang. Menurutnya, lisan yang digunakan untuk menyampaikan kebaikan akan mendapatkan pahala yang besar dan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan.
Sebagai penutup, Gus Baha menyampaikan bahwa menjaga lisan adalah tanggung jawab setiap individu. Allah telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk berbicara, dan kemampuan ini harus digunakan dengan penuh kesadaran akan akibat yang ditimbulkan dari setiap perkataan.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul