Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 1996, di kawasan Tanjung Priok, Jakarta, terdapat tiga gembong preman yang dikenal luas karena keganasan dan kekuasaannya. Ketiga jagoan ini tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan dan menjadi sosok yang ditakuti warga sekitar.
Namun, kehidupan mereka berubah sejak kedatangan seorang pria yang mengaku sebagai KH Hamim Thohari Djazuli atau Gus Miek, sosok yang membawa ketenangan dan kedamaian.
Sosok Gus Miek ini selalu menyapa mereka dengan hangat dan santai. Ia sering mengajak berbicara tentang berbagai topik, mulai dari isu politik, ekonomi, hingga agama, tanpa menunjukkan kesan menggurui. Pembawaannya yang tenang dan ramah membuat ketiga preman tersebut mulai merasa nyaman dan tertarik dengan kehadiran Gus Miek.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, Gus Miek bahkan sering mentraktir ketiga preman itu makan. Sikap dermawan dan perhatian dari Gus Miek perlahan-lahan membuat mereka merasa dihargai dan dihormati, hingga muncul rasa hormat yang mendalam terhadap pria tersebut.
Setelah beberapa kali pertemuan, Gus Miek mulai memperkenalkan ajaran-ajaran agama kepada ketiga preman itu. Ia dengan sabar mengajarkan nilai-nilai kebaikan, bahkan mengajak mereka untuk mulai melaksanakan sholat berjamaah. Awalnya, ajakan ini mereka tolak, tetapi Gus Miek tidak menyerah.
Suatu hari, Gus Miek menawarkan uang sebesar Rp50.000 kepada mereka sebagai bentuk penghargaan jika mereka bersedia sholat berjamaah. Perlahan, ketiganya akhirnya menerima ajakan tersebut dan mulai melaksanakan sholat berjamaah. Mereka pun merasa ada ketenangan yang berbeda setiap kali sholat bersama Gus Miek.
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Evakuasi Jenazah Bocah Tenggelam di Pantai Bedahan Cilacap
Sang Preman Nyaman Sholat Berjamaah, Gus Miek Menghilang
Seiring waktu, ketiga preman itu semakin terbiasa dan nyaman dengan rutinitas sholat berjamaah. Mereka mulai merasakan perubahan dalam diri, hingga akhirnya, tanpa disadari, kebiasaan buruk mereka mulai ditinggalkan. Rutinitas ini berlangsung selama empat bulan penuh, hingga pada suatu hari, Gus Miek tidak lagi muncul.
Ketiadaan Gus Miek yang tiba-tiba membuat mereka bingung dan cemas. Mereka merasa kehilangan sosok yang telah memberikan banyak pengaruh positif dalam hidup mereka. Ketiga preman itu mencari-cari sosok Gus Miek, namun tidak menemukan keberadaannya di mana pun di sekitar kawasan Tanjung Priok.
Di tengah kebingungan, seorang Ustadz yang kebetulan melihat mereka bertanya tentang kegelisahan yang sedang mereka rasakan. Ketika itu, ketiga preman menceritakan seluruh pengalaman mereka bersama Gus Miek, pria yang telah mengajarkan mereka tentang ajaran agama dan kedamaian hati.
Mendengar cerita mereka, Ustadz tersebut tampak terkejut. Ia memberitahukan kepada ketiga preman bahwa Gus Miek yang mereka maksud sebenarnya telah wafat pada 5 Juni 1993, atau sekitar tiga tahun sebelum mereka mengenalnya. Pernyataan ini membuat ketiganya terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Ketiga preman itu tidak kuasa menahan tangis mendengar kenyataan ini. Mereka merasa kehilangan seorang sosok yang telah memberikan pengaruh luar biasa dalam hidup mereka, bahkan setelah wafat. Kejadian ini membawa mereka pada pemahaman tentang karomah atau keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada Gus Miek.
Keputusan Akhir Sang Preman
Menurut Ustadz tersebut, sosok Gus Miek memang dikenal sebagai seorang wali yang memiliki keistimewaan atau karomah. Kisah ini menunjukkan betapa luar biasanya karomah Gus Miek yang mampu menyentuh hati orang-orang, bahkan setelah beliau wafat.
Pasca kejadian tersebut, ketiga preman ini akhirnya memutuskan untuk memperbaiki hidup mereka. Mereka tidak hanya mempertahankan kebiasaan sholat berjamaah, tetapi juga berusaha untuk hidup lebih baik, meninggalkan kehidupan preman yang pernah mereka jalani.
Kisah ini menjadi inspirasi di kalangan masyarakat sekitar, yang melihat perubahan dalam diri ketiga preman tersebut. Masyarakat di Tanjung Priok mulai menyebarkan kisah ini sebagai bentuk penghormatan terhadap Gus Miek yang telah mengubah kehidupan ketiga preman tersebut secara spiritual.
Kisah ini menjadi bukti bahwa ajaran dan nilai kebaikan dari seorang wali seperti Gus Miek tetap hidup, meski raganya telah tiada. Keistimewaan yang dimilikinya membuatnya tetap hadir dan memberikan manfaat bagi banyak orang, bahkan dalam keterbatasan ruang dan waktu.
Kehidupan ketiga preman itu pun berubah selamanya. Kini mereka tidak lagi dikenal sebagai sosok yang ditakuti, tetapi sebagai pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan nilai-nilai agama.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul