Liputan6.com, Jakarta - Kebaikan, menurut KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya, adalah sesuatu yang tidak boleh ditunda. Pesan ini disampaikan melalui kisah inspiratif tentang seorang alim yang sangat sholeh dan berhati-hati, bahkan menghindari hal-hal makruh.
Sosok ini digambarkan sebagai seseorang yang selalu menjaga ucapan, termasuk tidak pernah berbicara saat berada di dalam toilet.
Dalam tayangan video di kanal YouTube @NGAJISHORTXX, Buya Yahya menceritakan bagaimana alim tersebut menghindari setiap kemakruhan.
Salah satu kebiasaannya adalah tidak berbicara sama sekali saat di toilet, menjaga adab yang sangat ketat dalam setiap aspek kehidupannya.
Namun, suatu hari, terjadi peristiwa yang mengejutkan. Saat masih berada di dalam toilet, alim tersebut tiba-tiba memanggil anaknya dengan suara yang lantang, "Waladi, wahai anakku!" Kejadian itu membuat anak-anaknya kebingungan dan ketakutan.
Mereka tahu ayah mereka tidak pernah berbicara di dalam toilet, sehingga seruan tersebut membuat mereka panik.
Dengan penuh kecemasan, anak-anaknya berlari ke depan pintu toilet. "Apakah ada ular, Abah? Apakah Abah perlu ditolong?" teriak mereka dengan nada khawatir. Mereka bertanya-tanya apa yang membuat ayah mereka melanggar kebiasaannya.
Simak Video Pilihan Ini:
Gowes Asyik Keliling Kota Purwokerto Sampai GOR Satria
Ternyata si Alim Ini Berpesan Seperti Ini
Si Alim tersebut dengan suara tegas menjawab dari dalam toilet, "Wahai anakku, terlintas di hatiku keinginan untuk melakukan kebaikan dengan uang yang ada di bawah bantalku. Tolong segera ambil dan keluarkan. Kasihan fakir miskin yang membutuhkan."
Dia mengungkapkan bahwa rasa ingin berbagi tersebut datang tiba-tiba, dan dia tidak ingin menundanya.
Buya Yahya menjelaskan bahwa alim tersebut sangat takut jika keinginan baik itu berubah setelah keluar dari toilet. Jika kebaikan yang muncul di hati tertunda, bisa jadi niat itu akan lenyap.
"Takut kalau saya tunda keluar dari toilet, berubah keinginan ini," ujar Buya Yahya, mengingatkan pentingnya melaksanakan niat baik secepat mungkin.
Imam Al-Haddad pernah mengingatkan dalam baitnya bahwa kerinduan untuk melakukan kebaikan adalah bentuk kasih sayang Allah.
Ketika hati tergerak untuk berbuat baik, itu adalah tanda cinta dari Sang Pencipta yang tidak boleh diabaikan.
Jangan Tunda Berbuat baik
Menurut Buya Yahya, ketika Allah SWT menanamkan kerinduan untuk berbuat baik di hati seseorang, itu harus segera diwujudkan. "Jika ditolak atau ditunda, rasa itu tidak akan kembali dengan kekuatan yang sama," katanya, mengutip kata-kata Imam Al-Haddad.
Kisah tersebut mengajarkan bahwa kebaikan tidak menunggu situasi yang sempurna. Buya Yahya menekankan bahwa manusia seringkali menunda-nunda kebaikan dengan alasan yang beragam, padahal kesempatan itu mungkin tidak datang dua kali.
Niat yang baik, lanjutnya, harus segera diimplementasikan, meski kondisi tidak ideal. Alim yang saleh dalam cerita tersebut memberi teladan tentang kesungguhan dalam menjaga niat baik dan menjalankannya dengan segera.
Buya Yahya mendorong setiap orang untuk tidak menyepelekan dorongan hati yang ingin berbagi atau membantu sesama. "Kerentek, atau dorongan hati untuk berbuat baik, adalah karunia yang patut disyukuri dan harus segera diikuti," ungkapnya.
Penting untuk menyadari bahwa kebaikan yang datang ke hati tidak selalu bertahan lama. Buya Yahya mengingatkan bahwa menunda kebaikan bisa berarti kehilangan peluang untuk mendapat pahala yang besar.
Menghadirkan pelajaran yang mendalam, Buya Yahya berpesan bahwa setiap kali ada keinginan untuk berbuat baik, jangan pernah membiarkannya berlalu. Menunda kebaikan sama saja dengan menutup pintu rahmat yang Allah SWT kirimkan melalui niat tersebut.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa adab dan kehati-hatian tetap perlu, tetapi keinginan untuk kebaikan harus selalu diutamakan. "Jangan sampai keinginan baik itu sirna hanya karena menunda," tutur Buya Yahya.
Penutup kisah ini menegaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kebaikan bisa muncul dalam bentuk dorongan hati yang sederhana. Memanfaatkan momen tersebut adalah cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memberikan manfaat kepada sesama.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul