Mengapa LHKPN Penting untuk Transparansi Pejabat Negara? Simak Panduan Lengkap Laporan Harta Kekayaan

3 weeks ago 15

Liputan6.com, Jakarta - Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) merupakan salah satu pilar utama dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi di Indonesia. Instrumen ini dikelola secara langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari mandatnya dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

LHKPN tidak hanya sekadar daftar aset, melainkan juga mencakup seluruh harta kekayaan seorang penyelenggara negara beserta keluarga intinya, seperti pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungan. Hal ini bertujuan untuk memastikan tidak ada celah bagi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang merugikan negara.

Dengan adanya kewajiban pelaporan LHKPN, masyarakat dapat memiliki akses terhadap informasi harta kekayaan pejabat publik, sehingga mendorong akuntabilitas dan transparansi. Ini adalah langkah konkret pemerintah dalam membangun kepercayaan publik serta menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.

Definisi dan Cakupan LHKPN

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN adalah daftar seluruh harta kekayaan Penyelenggara Negara yang diwajibkan untuk dilaporkan. Formulir LHKPN ini ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga yang berwenang.

Cakupan LHKPN tidak hanya terbatas pada harta kekayaan pribadi penyelenggara negara saja. Laporan ini juga meliputi harta kekayaan keluarga inti, yaitu pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungan, untuk memastikan integritas laporan secara menyeluruh.

Secara fundamental, LHKPN merupakan salah satu instrumen penting yang dimiliki KPK dalam upaya pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Keberadaannya menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas para pejabat publik.

Tujuan Utama Pelaporan LHKPN

Tujuan utama dari kewajiban pelaporan LHKPN adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. Setiap tahunnya, pejabat dari berbagai lini pemerintahan diwajibkan untuk melaporkan harta kekayaan mereka.

LHKPN berfungsi sebagai instrumen akuntabilitas yang memungkinkan Penyelenggara Negara mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya. Selain itu, LHKPN juga menjadi alat pengawasan yang efektif untuk menjaga akuntabilitas kepemilikan harta pejabat negara.

KPK menggunakan LHKPN sebagai bagian dari wewenangnya untuk melaksanakan langkah-langkah pencegahan tindak pidana korupsi. Ini termasuk melalui pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN, serta sebagai instrumen dalam pengelolaan sumber daya manusia, seperti dalam proses pengangkatan atau promosi jabatan.

Pada akhirnya, LHKPN bertujuan untuk mewujudkan penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran. Hal ini demi terciptanya pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan tercela lainnya.

Dasar Hukum dan Pihak Wajib Lapor LHKPN

Kewajiban Penyelenggara Negara untuk melaporkan harta kekayaan diatur secara ketat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Regulasi ini menjadi landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan LHKPN.

Beberapa dasar hukum utama yang mengatur LHKPN meliputi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019. Selain itu, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom KPK) Nomor 07 Tahun 2016 yang telah diubah juga menjadi pedoman penting.

Pihak yang wajib melaporkan LHKPN sangat beragam, mencakup Penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999, serta pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Kategori ini meluas hingga Direksi, Komisaris, pejabat struktural BUMN/BUMD, pimpinan Bank Indonesia, pimpinan perguruan tinggi, pejabat Eselon I dan II, jaksa, penyidik, auditor, serta pejabat yang mengeluarkan perizinan.

Tidak hanya pejabat yang sedang menjabat, kandidat atau calon Penyelenggara Negara seperti Calon Presiden, Calon Wakil Presiden, serta Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah juga diwajibkan melaporkan LHKPN. Kewajiban ini bertujuan untuk menguji integritas dan transparansi mereka sejak awal.

Proses Pelaporan dan Akses Publik LHKPN

Penyelenggara Negara memiliki kewajiban untuk menyampaikan LHKPN pada beberapa momen penting. Ini termasuk saat pengangkatan pertama kali sebagai Penyelenggara Negara, saat berakhirnya masa jabatan atau pensiun, pengangkatan kembali, serta secara periodik selama masih menjabat.

Pelaporan LHKPN secara periodik dilakukan setiap satu tahun sekali, mencakup harta kekayaan yang diperoleh dari tanggal 1 Januari hingga 31 Desember tahun sebelumnya. Batas waktu penyampaian LHKPN periodik ini adalah paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

Kini, proses pelaporan LHKPN telah dipermudah melalui sistem elektronik yang disebut e-LHKPN, dapat diakses melalui elhkpn.kpk.go.id. Penyelenggara Negara perlu melakukan aktivasi akun, mengisi data pribadi, jabatan, data keluarga, serta rincian harta termasuk utang, pemasukan, dan pengeluaran.

LHKPN merupakan informasi yang bersifat publik dan dapat diakses oleh masyarakat umum. Masyarakat dapat melihat rincian harta kekayaan pejabat negara melalui menu "e-Announcement" di situs e-LHKPN KPK. Publik juga memiliki peran penting sebagai pengawas dengan melaporkan jika menemukan ketidakbenaran atau ketidaksesuaian data harta kekayaan pejabat, tentu dengan menyertakan bukti pendukung yang relevan.

Konsekuensi Tidak Patuh LHKPN

Bagi Penyelenggara Negara yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan LHKPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, akan dikenakan sanksi administratif. Sanksi ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertujuan untuk menegakkan disiplin pelaporan.

Sanksi administratif yang dapat diberikan bervariasi, mulai dari teguran, peringatan, hingga sanksi administratif lainnya yang diatur secara internal oleh atasan langsung atau pimpinan lembaga terkait. KPK sendiri mendorong kementerian dan lembaga untuk memberikan sanksi kepada pegawai yang lalai melaporkan LHKPN tepat waktu.

Lebih lanjut, apabila ditemukan ketidakpatuhan dalam pengisian LHKPN dengan jujur, atau adanya ketidaksesuaian antara laporan harta dengan temuan di lapangan, KPK dapat melakukan penelusuran aset atau follow the money. Tindakan ini bertujuan untuk mencari barang yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang mungkin disembunyikan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |