Liputan6.com, Cilacap - Utang ialah kewajiban yang harus dibayarkan. Pentingnya membayar utang disampaikan Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya.
Bahkan ketika seseorang mati syahid ini pun, maka dosa tidak membayar utang tidak otomatis diampuni. Rasulullah SAW bersabda,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ " يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ " . رواه مسلم )
"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali utang". (HR Muslim).
Persoalannya ialah saat seseorang miskin tersebut meninggal dunia namun belum mampu melunasinya, bahkan ahli warisnya juga sama tidak mampu untuk melunasinya, maka siapa yang akan membayar utang orang tersebut?
Simak Video Pilihan Ini:
Mengintip Ketatnya Lapas High Risk Karanganyar Nusakambangan, Lapas Untuk Koruptor?
Yang Membayar Jika Ahli Warisnya Tidak Mampu
Mengutip laman bali.kemenag.go.id sebagaimana dinukil dari Tanya Jawab Hukum Islam - K.H.M. Saleh Suaidy. Majalah Islam KIBLAT No 19, Maret Ke I Tahun 1971 membahas perihal seseorang yang meninggal dan masih memilikii tanggungan utang.
Hukumnya utang wajib dibayar, kecuali bila direlakan oleh si pemberi utang. Kalau tidak membayar sampai meninggal, maka harus dibayarkan oleh ahli warisnya.
Kalau ahli warisnya tidak sanggup, maka harus dibayarkan dari zakat yang kumpulkan oleh baitul maal.
Hadis Nabi: "Jiwa seseorang mukmin itu tergantung pada utangnya, sampai dilunasinya." "Barangsiapa meninggal dalam keadaan berutang, maka tanggungankulah (tanggungan baitul maal) melunasinya (H.R. Muslim).
Pentingnya Melunasi Utang
Menukil muhammadiyah.or.id, membayar atau melunasi hutang adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang berhutang. Bahkan Islam mengajarkan bagi orang yang sudah mampu untuk melunasi hutang, agar sesegera mungkin hutangnya dilunasi. Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang telah memiliki kemampuan untuk melunasi dikategorikan sebagai sebuah kedzaliman. Dalam hadis diterangkan:
عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ. [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Hamam ibn Munabbih, bahwasanya ia mendengar Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Menunda-nunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman.” [HR. al-Bukhari]
Jika orang yang berhutang sampai meninggal dunia belum melunasi hutangnya, dan ia meninggalkan harta waris, maka untuk pelunasan hutang diambil dari harta warisnya sebelum dibagikan kepada ahli warisnya.
Dalam al-Qur’an dijelaskan:
مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ
Artinya: “… (Pembagian-pembagian warisan tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” [QS. an-Nisa’ (4): 11]
Dalam pada itu mengambil alih tanggung jawab orang yang berhutang yang tidak mampu membayar hutangnya adalah merupakan perbuatan yang dibenarkan dan bahkan merupakan perbuatan yang terpuji, termasuk dalam hal ini membayar hutang orang yang tidak mampu membayar hutang sampai ia meninggal dunia. Perbuatan ini merupakan salah satu bentuk tolong menolong dalam kebajikan.
Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS. al-Maidah (5): 2]
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul