Liputan6.com, Jakarta - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 Mei menjadi momentum bagi masyarakat untuk merenungi kembali nilai-nilai pendidikan sejati.
Sosok Ki Hadjar Dewantara kerap dijadikan panutan dalam dunia pendidikan Indonesia, namun banyak juga tokoh lain yang memiliki pendekatan unik dan layak dicontoh.
Pada Hardiknas 2025 ini, ulama ahli tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha bisa menjadi panutan. Di tengah kesibukannya sebagai kiai dan intelektual, Gus Baha tetap menunjukkan kepedulian besar terhadap pendidikan anak-anak, termasuk anaknya sendiri.
Cara Gus Baha mendidik anak sering kali tidak lazim di mata masyarakat umum, namun memiliki nilai filosofis yang tinggi. Baginya, pendidikan tidak sekadar soal kurikulum, tetapi juga penanaman nilai tanggung jawab, adab, dan pemahaman hukum sejak dini.
Dalam salah satu ceramahnya, Gus Baha mengisahkan pengalamannya bersama anaknya yang masih duduk di bangku kelas dua sekolah dasar. Cerita ini memberikan sudut pandang baru tentang relasi orang tua dan anak dalam proses pendidikan sehari-hari.
Dikutip Rabu (30/04/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @nderekgusbaha99, Gus Baha menceritakan bahwa sejak anaknya masuk SD, ia selalu mengatakan bahwa jika ingin jajan, cukup membangunkannya meskipun sedang tidur.
Menurut Gus Baha, tidak masalah jika anak membangunkan orang tua yang sedang istirahat. Bahkan, ia menganggap bahwa itulah bentuk hubungan paling benar antara anak dan orang tua, bahwa orang tua adalah pihak yang paling boleh diganggu oleh anaknya.
Simak Video Pilihan Ini:
Detik-Detik Kecelakaan Beruntun di Tol Cipularang - Video Amatir
Gus Baha Sempat Diprotes Istrinya
Istrinya sempat memprotes kebiasaan ini karena dianggap tidak sopan. Namun Gus Baha menjawab bahwa sopan santun bukanlah yang utama, yang utama adalah hukum. Ia mengajarkan bahwa secara hukum, anak memang berhak meminta tolong langsung kepada orang tuanya.
Gus Baha mengingatkan bahwa tidak selayaknya pembantu atau orang lain yang direpotkan jika seorang anak ingin sesuatu. Justru orang tualah yang seharusnya menerima dan meladeni kebutuhan anak secara langsung.
Prinsip ini juga mengajarkan kepada anak tentang siapa yang paling bertanggung jawab dalam hidupnya. Orang tua tidak hanya menjadi simbol otoritas, tetapi juga tempat paling aman dan terbuka untuk anak bersandar.
Dengan cara seperti ini, Gus Baha membangun hubungan emosional yang kuat dengan anak tanpa harus mengandalkan nasihat panjang. Ia lebih memilih tindakan nyata yang mendidik anak untuk tidak takut bersikap jujur dan terbuka pada orang tua.
Selain itu, metode pendidikan ini secara tidak langsung juga menanamkan nilai keadilan dan tanggung jawab dalam keluarga. Anak tidak diajarkan bergantung pada pihak lain untuk kebutuhan pribadinya.
Gus Baha juga meyakini bahwa anak tidak seharusnya dimanjakan dengan kenyamanan yang membuatnya tidak mengenal batas. Pendidikan terbaik justru lahir dari kebiasaan sederhana yang konsisten.
Nilai-nilai inilah yang kini mulai dilupakan dalam sistem pendidikan formal. Banyak orang tua menyerahkan tanggung jawab mendidik sepenuhnya kepada sekolah, tanpa menyadari bahwa pendidikan utama tetap ada di rumah.
Pendidikan Jangan Membuat Anak Takut
Dengan menempatkan anak sebagai bagian utama dalam interaksi keluarga, Gus Baha membangun pondasi kepercayaan dan kedekatan yang akan terus terbawa hingga anak dewasa.
Pola didik ini juga membentuk anak menjadi pribadi yang tidak segan meminta bantuan saat membutuhkan, serta tidak merasa asing dengan orang tuanya sendiri.
Gus Baha menekankan bahwa pendidikan bukanlah soal membuat anak takut atau patuh secara buta. Yang terpenting adalah membuat anak merasa aman, didengar, dan dihargai sejak kecil.
Cerita sederhana ini menjadi refleksi penting di Hari Pendidikan Nasional. Bahwa pendidikan sejati tidak melulu soal bangku sekolah, tetapi dimulai dari interaksi terkecil di rumah.
Metode Gus Baha yang menekankan kejujuran, tanggung jawab, dan keterlibatan orang tua bisa menjadi inspirasi dalam membangun generasi yang lebih utuh secara emosional dan spiritual.
Dalam dunia yang semakin sibuk dan tersegmentasi, pola asuh seperti ini menjadi pengingat bahwa mendidik anak adalah tugas langsung orang tua, bukan tugas pihak ketiga.
Jika lebih banyak orang tua meneladani pendekatan Gus Baha, bisa jadi pendidikan di Indonesia akan tumbuh dari akarnya: rumah tangga yang penuh tanggung jawab dan kasih sayang.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul