Liputan6.com, Jakarta - Dalam lintasan sejarah kenabian, terdapat sebuah tempat yang begitu agung dan mulia, yakni lokasi ketika Nabi Musa Alaihissalam berbicara langsung dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Peristiwa ini menjadi salah satu kisah spiritual terbesar dalam sejarah umat manusia.
Tempat itu dikenal dengan nama Wadwa atau lebih dikenal sebagai Lembah Suci. Lokasinya berada di sisi kanan Gunung Thur atau Jabal At-Tur, yang terletak di wilayah gurun Sinai, Mesir.
Gurun Sinai merupakan kawasan yang gersang, tandus, dan jauh dari peradaban modern. Namun di sanalah, kemuliaan dan cahaya Ilahi pernah turun ketika Nabi Musa AS menerima wahyu dari Allah.
Kisah monumental ini tidak hanya terdapat dalam kitab-kitab sejarah Islam, namun juga diabadikan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Gunung Sinai disebutkan sebanyak sembilan kali dalam Al-Qur’an sebagai simbol kesucian dan keagungan wahyu Ilahi.
Dikutip Kamis (01/05/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @islamitumenakjubkan, tempat suci tersebut diyakini hingga kini masih memancarkan aura spiritual yang sangat kuat, membuat banyak peziarah dari seluruh dunia datang untuk mengenangnya.
Dalam tayangan itu dijelaskan, selama 40 hari dan 40 malam Nabi Musa AS tinggal di atas Gunung Thur. Selama masa itu, beliau tidak hanya berpuasa, tetapi juga terus bermunajat dan berdialog dengan Sang Pencipta.
Simak Video Pilihan Ini:
Tebar Benih Ikan dan Tanam Bibit Jagung Serentak, Dukung Ketahanan Pangan Prabowo
Kisah Nabi Musa Terima Wahyu
Keadaan saat itu begitu hening dan penuh keheningan suci. Nabi Musa benar-benar memfokuskan diri kepada Allah, mengesampingkan dunia untuk menerima langsung titah-Nya berupa wahyu.
Setelah menyelesaikan masa munajatnya, Nabi Musa turun dari gunung. Saat itu, wajah beliau bersinar terang karena telah menyaksikan keagungan dan kebesaran Allah secara langsung, meski bukan dalam bentuk fisik.
Sinar tersebut bukan cahaya biasa. Dalam beberapa tafsir disebutkan, pancaran itu membuat kaum Bani Israil tak sanggup menatap wajah Nabi Musa secara langsung.
Allah Subhanahu wa Ta’ala secara khusus memilih tempat tersebut sebagai lokasi turunnya wahyu. Gunung Thur, dalam banyak literatur Islam, digambarkan sebagai gunung yang diberkahi dan suci.
Kesucian gunung ini tidak hanya terbatas pada masa Nabi Musa. Di masa Nabi Muhammad SAW pun, Gunung Sinai ini menjadi tempat persinggahan penting saat perjalanan Isra Mikraj.
Dikisahkan, Rasulullah sempat singgah di Gunung Sinai dan menunaikan salat dua rakaat sebagai bentuk penghormatan atas kemuliaan tempat tersebut.
Kisah ini mempertegas bahwa tempat-tempat yang disinggahi oleh para nabi bukanlah tempat biasa. Mereka adalah titik-titik spiritual yang Allah pilih dalam perjalanannya menurunkan petunjuk kepada umat manusia.
Lokasi Gunung Sinai
Gunung Sinai sendiri berada sekitar 450 kilometer dari pusat Kota Kairo, Mesir. Lokasi ini bisa ditempuh dengan perjalanan darat melalui jalur gurun yang cukup berat dan menantang.
Meski terpencil dan tandus, banyak umat Islam yang tetap datang berziarah ke Gunung Thur, sekadar untuk menapak tilas jejak kenabian dan merasakan kehadiran spiritual para nabi.
Bahkan, dalam banyak kisah, mereka yang mengunjungi gunung ini mengaku merasakan kedamaian luar biasa, seolah-olah berada di tempat yang dekat dengan langit.
Gunung Thur tidak hanya penting bagi umat Islam. Dalam agama-agama Samawi lainnya seperti Yahudi dan Kristen, lokasi ini juga sangat dihormati sebagai tempat penerimaan wahyu.
Namun dalam Islam, keistimewaannya berlapis. Selain menjadi tempat dialog Nabi Musa dengan Allah, tempat ini juga disinggahi oleh Rasulullah SAW dalam perjalanan mikrajnya yang agung.
Ketika nama Gunung Thur disebut dalam Al-Qur’an, itu bukan sekadar penanda geografis, tapi juga penanda spiritual tentang ketinggian nilai wahyu dan kenabian.
Tempat ini menjadi pengingat bahwa manusia pernah berada sangat dekat dengan Tuhan, mendengar langsung firman-Nya, dan membawa pulang titah-Nya untuk kehidupan dunia.
Semoga kita semua diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk dapat mengunjungi tempat mulia ini. Tempat yang pernah menjadi saksi turunnya kalam Ilahi kepada salah satu Nabi agung-Nya.
Dengan memahami kisah ini, kita dapat semakin menguatkan iman dan rasa cinta kepada para nabi, serta menghormati jejak suci yang mereka tinggalkan demi umat manusia.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul