Liputan6.com, Jakarta- Sesar Lembang, sebuah patahan geser aktif yang membentang di Provinsi Jawa Barat, menjadi sorotan utama mengingat potensi ancaman gempa bumi signifikan. Patahan ini membentang sepanjang 29 kilometer, melintasi area padat penduduk mulai dari Padalarang hingga Jatinangor, termasuk wilayah Bandung Raya.
Para ahli geologi dan seismologi terus memantau pergerakan sesar ini, terutama setelah adanya peningkatan aktivitas seismik yang tercatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG pada Agustus 2025. Rentetan gempa kecil ini memicu kekhawatiran akan kemungkinan "gempa pembuka" yang mendahului gempa besar.
Mengingat lokasinya yang dekat dengan pusat populasi dan infrastruktur vital, pemahaman mendalam mengenai karakteristik Sesar Lembang serta upaya mitigasi yang efektif menjadi sangat krusial.
Kesiapsiagaan masyarakat dan perencanaan tata ruang yang matang adalah kunci untuk meminimalkan dampak jika gempa bumi besar terjadi.
Sesar Lembang: Karakteristik dan Laju Pergeseran
Sesar Lembang merupakan patahan geser aktif yang dikenal juga sebagai "Lepat Lembang" dalam bahasa Sunda. Patahan ini membentang sekitar 29 kilometer dari Gunung Manglayang di timur, melintasi Lembang, hingga Padalarang di barat, meskipun beberapa penelitian sebelumnya memperkirakan panjangnya sekitar 22 km. Sesar ini terbagi menjadi dua segmen, yaitu segmen barat dan segmen timur, yang dapat menghasilkan gempa dengan skala berbeda.
Sesar Lembang dikategorikan sebagai sesar rotasi yang bergerak ke kiri. Pembentukannya diperkirakan terjadi sekitar 2000 tahun lalu akibat gempa bumi berkekuatan 6,8 SR yang menyebabkan amblasnya bagian utara sesar. Proses ini juga berkaitan dengan perkembangan Kompleks Gunung Api Sunda-Burangrang, di mana sesar awalnya merupakan sesar turun sebelum berkembang menjadi sesar mendatar.
Laju pergeseran Sesar Lembang bervariasi berdasarkan hasil penelitian dari berbagai lembaga:
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat pergerakan mencapai 3 milimeter per tahun.
- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan antara 0,2 hingga 2,5 milimeter per tahun.
- Kajian terbaru tahun 2017 menunjukkan laju pergeseran sekitar 3,0 hingga 5,5 milimeter per tahun.
- Penelitian dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 2006 mengindikasikan pergerakan sekitar 4-6 milimeter per tahun.
Aktivitas Seismik dan Potensi Gempa Besar
Sesar Lembang adalah sesar aktif yang memiliki potensi menghasilkan gempa bumi signifikan. BMKG memperkirakan patahan ini mampu menyebabkan gempa berkekuatan sekitar 6,8 hingga 7,0 pada skala magnitudo. Waktu pengulangan gempa besar dari sesar ini diperkirakan antara 170 hingga 670 tahun sekali, dengan beberapa sumber lain menyebutkan periode sekitar 500 tahun.
Penelitian paleoseismologi telah mengidentifikasi bukti tiga gempa bumi besar di masa lalu yang bersumber dari Sesar Lembang. Gempa-gempa tersebut diperkirakan terjadi pada abad ke-15, sekitar 2300–60 Masehi (dengan perkiraan kekuatan 6,5 Mw), dan 19.620–19.140 BP. Gempa besar juga diperkirakan terjadi sekitar tahun 1600 Masehi, menunjukkan sejarah aktivitas seismik yang signifikan.
Pada Agustus 2025, BMKG mencatat peningkatan aktivitas seismik pada Sesar Lembang, khususnya di segmen barat (Cimeta), sejak 24 Juli 2025. Rentetan gempa kecil ini meliputi gempa bermagnitudo 2,7 di Kota Cimahi pada 29 Juni, diikuti oleh gempa-gempa dengan magnitudo 1,8 hingga 2,3 pada Juli dan Agustus 2025. Peningkatan aktivitas ini dikhawatirkan sebagai "gempa pembuka" atau fase pelepasan energi yang mungkin mendahului gempa yang lebih besar.
Dampak Potensial dan Wilayah Terdampak
Gempa bumi yang bersumber dari Sesar Lembang berpotensi menimbulkan dampak kerusakan yang sangat parah, terutama bagi wilayah padat penduduk di sekitarnya. Wilayah yang paling berisiko tinggi meliputi Bandung Raya, mencakup Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang. Secara spesifik, daerah yang dilintasi sesar antara lain:
- Kecamatan Ngamprah
- Kecamatan Cisarua
- Kecamatan Parongpong
- Kecamatan Lembang
- Kecamatan Cilengkrang
- Kecamatan Jatinangor
Dengan menggunakan mesin OpenQuake Model Gempa Bumi Global, diperkirakan bahwa jika terjadi gempa berkekuatan 6,6, sekitar 1,9 juta orang di wilayah metropolitan Bandung akan terpapar guncangan tanah tingkat tinggi. Angka ini bisa meningkat menjadi 2,7 juta orang jika kekuatan gempa mencapai 7,0. Estimasi korban jiwa dapat mencapai 1,7 juta jiwa, dengan kerugian bangunan mencapai 1,5 triliun rupiah dan kerugian tutupan lahan mencapai 30,7 triliun rupiah.
Kerusakan yang mungkin terjadi meliputi kerusakan parah pada bangunan dan infrastruktur vital. Selain itu, retakan tanah dapat membelah jalan utama seperti Jalan Kolonel Masturi, dan potensi tanah longsor sangat tinggi di daerah dengan kemiringan curam di sekitar sesar. Sebagai contoh, gempa kecil (M3.3) pada 28 Agustus 2011 yang bersumber dari Sesar Lembang telah merusak 384 rumah warga di Kampung Muril, Kabupaten Bandung Barat, akibat hiposenter yang dangkal dan kondisi tanah yang lunak.
Mitigasi dan Kesiapsiagaan Menghadapi Sesar Lembang
Mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan oleh Sesar Lembang, upaya mitigasi dan kesiapsiagaan menjadi sangat esensial. Para ahli secara konsisten menyarankan pemantauan terus-menerus terhadap aktivitas seismik untuk memitigasi risiko bencana secara lebih efektif. BMKG sendiri terus melakukan monitoring intensif terhadap pergerakan dan aktivitas Sesar Lembang.
Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat merupakan pilar penting dalam pengurangan risiko bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cimahi, misalnya, secara aktif menyelenggarakan sosialisasi dan pelatihan mitigasi. Pemerintah Kota Cimahi juga berupaya meningkatkan literasi masyarakat mengenai kesiapsiagaan bencana melalui berbagai media dan program pelatihan.
Selain itu, pemerintah daerah setempat perlu mengintegrasikan aspek geologi, khususnya zona-zona yang dilalui Sesar Lembang, ke dalam kebijakan tata ruang dan pembangunan. Pembangunan infrastruktur dan permukiman harus mempertimbangkan risiko gempa bumi untuk memastikan ketahanan dan keamanan warga. Kesiapsiagaan kolektif dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah adalah kunci untuk menghadapi potensi ancaman ini.