Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pembicaraan tentang kekuatan spiritual para ulama, Presiden Prabowo Subianto belum lama ini mengungkapkan pengalaman pribadinya dengan sejumlah kiai yang ia kenal memiliki kemampuan luar biasa. Salah satu yang disebutnya adalah KH Moeslim Rifa’i Imampuro atau yang akrab disapa Mbah Liem dari Klaten.
Dalam sebuah video di kanal YouTube @merdekadotcom yang dikutip pada Sabtu (12/04/2025), Presiden Prabowo yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI mengenang interaksinya dengan para tokoh agama yang menurutnya memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa.
“Petunjuk-petunjuk, saran-saran, dan banyak juga kiai-kiai kita yang punya kemampuan-kemampuan yang mungkin tidak dimiliki oleh manusia biasa,” ujar Prabowo dalam video tersebut.
Ia menyebut beberapa tokoh besar seperti Gus Dur, KH Jalil dari Tulungagung, dan tentu saja Mbah Liem dari Klaten. Menurut Prabowo, Mbah Liem adalah sosok yang unik, bersahaja, dan penuh kejutan.
Prabowo menuturkan bagaimana Mbah Liem kerap datang ke rumahnya secara tiba-tiba, dan membawa cerita-cerita yang jenaka namun sarat makna. “Kadang-kadang datang ke rumah saya, lucu-lucu. Datang, ‘Mas Bowo, ini sepatunya saya bawa ya.’ Sudah pergi, enggak bilang-bilang. Ya itulah orang-orang seperti Mbah Liem,” kenangnya sambil tersenyum.
Namun bukan hanya kisah lucu yang tersimpan dalam ingatannya. Presiden Prabowo menceritakan satu momen yang tidak pernah ia lupakan saat dirinya masih menjabat Komandan Jenderal Kopassus dan harus memimpin upacara di Solo.
Simak Video Pilihan Ini:
Bikin Haru, Pemudik Kembali Bertemu dengan Kucing Kesayangan yang Hilang di Rest Area
Kesaktian Mbah Liem yang Diceritakan Prabowo
Saat itu langit mendung pekat, hujan mulai turun, dan kondisi tidak memungkinkan untuk upacara dan terjun payung yang telah dijadwalkan. Namun tiba-tiba, Mbah Liem datang ke lokasi dengan mobilnya.
“Beliau keluar, memanggil saya, ‘Mas Bowo!’ Kemudian berdiri, berdoa. Saya tidak tahu apa yang didoakannya. Percaya atau tidak, saya saksinya, dan ribuan prajurit Baret Merah juga melihat. Tidak sampai dua menit, langit yang gelap menjadi terang, dan hujan berhenti,” ungkap Prabowo penuh rasa takjub.
Setelah itu, Mbah Liem pun langsung berpamitan dan meninggalkan lokasi. “Ya sudah Mas Bowo, saya pulang,” kata Prabowo menirukan ucapan sang kiai. Upacara pun bisa dilaksanakan dengan lancar dan pasukan berhasil melakukan terjun dengan aman.
Prabowo menambahkan bahwa pengalaman itu bukan satu-satunya. Ia juga punya banyak kenangan dengan tokoh-tokoh spiritual lainnya seperti Gus Dur yang sudah ia kenal sejak sebelum menjabat presiden.
Mbah Liem, menurut Prabowo, juga pernah meramalkan bahwa 16 tahun setelah pertemuan mereka, Indonesia akan dipimpin oleh seorang kiai. Saat itu, tahun 1985, Prabowo mengaku sulit mempercayainya karena situasi politik masih sangat dikuasai militer.
“Zaman dulu kan yang berkuasa harus tentara. Tapi Mbah Liem bilang, nanti Indonesia dipimpin oleh seorang kiai. Saya waktu itu merasa itu hal yang mustahil,” ujarnya mengenang.
Sosok Mbah Liem memang bukan ulama biasa. Dikutip dari NU Online, nama lengkapnya adalah KH Moeslim Rifa’i Imampuro, pendiri Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti (Alpansa) di Desa Troso, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jawa Tengah.
Mengenal Mbah Liem
Mbah Liem lahir pada 24 April 1924 di Desa Pengging, Boyolali. Ia memiliki garis keturunan dengan keluarga keraton melalui ibunya, RAY Mursilah, yang merupakan keturunan dari Sunan Paku Buwono IV.
Nama "Imampuro" yang melekat di belakang namanya diambil dari kakek dari pihak ibu, RMNg Imampuro, yang juga memiliki pengaruh besar dalam sejarah keluarganya.
Setelah menimba ilmu di PGA Mambaul Ulum Surakarta, meski tak selesai, Mbah Liem berkelana ke berbagai daerah seperti Banten, Cirebon, Madura, dan Jakarta. Tahun 1950, ia akhirnya menetap di Klaten.
Pada tahun 1972, ia mendirikan pondok pesantren yang awalnya ingin ia beri nama “Tebuireng II” sebagai bentuk tabarukan kepada Mbah Hasyim Asy’ari. Namun hal ini dicegah oleh Gus Dur.
Akhirnya, nama pesantrennya ditetapkan menjadi Al-Muttaqien Pancasila Sakti atau Alpansa. Di sinilah ia mengembangkan ajaran keagamaan yang berpadu dengan nilai-nilai kebangsaan.
Mbah Liem dikenal sebagai pencetus slogan “NKRI Harga Mati”, dan hingga wafatnya pada 24 Mei 2012, ia dikenal sebagai tokoh NU yang gigih membela Pancasila dan menjaga kerukunan bangsa.
Sejak wafatnya, para santri dan alumni pesantren Alpansa secara rutin mengadakan haul untuk mengenang perjuangannya. Warisannya tidak hanya dalam bentuk bangunan, tapi juga dalam pemikiran dan semangat kebangsaan.
Melalui cerita Presiden Prabowo, nama Mbah Liem kembali menggema sebagai ulama yang bukan hanya sakti, tapi juga setia pada bangsa dan negara. Kisah-kisahnya tetap hidup dalam ingatan mereka yang pernah bersamanya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul