Liputan6.com, Jakarta - Kisah para ulama terdahulu kerap menyimpan hikmah yang mendalam, tidak terkecuali cerita tentang Syaikhona Kholil Bangkalan dan seorang muridnya yang setia bernama Kiai Ridwan Abdullah. Hubungan antara guru dan murid dalam lingkungan pesantren seringkali melebihi batas pengajaran ilmu biasa.
Ridwan Abdullah adalah salah satu santri yang mengabdikan diri kepada Syaikhona Kholil dengan sepenuh hati. Ia tidak hanya belajar kitab-kitab kuning dan ilmu agama, tetapi juga menjalani kehidupan sehari-hari sang guru dengan penuh keikhlasan.
Setiap hari, ia membersihkan rumah, mencuci pakaian, hingga merawat putra dari Syaikhona Kholil. Semua itu dilakukan sebagai bentuk khidmat tanpa pamrih, sebuah nilai luhur dalam tradisi pesantren yang mengajarkan bahwa melayani guru adalah jalan meraih berkah ilmu.
Di tengah rutinitasnya sebagai santri, Ridwan tidak melupakan kewajiban utama untuk menuntut ilmu. Ia dikenal sebagai murid yang rajin, sopan, dan penuh pengabdian. Namun, sebuah peristiwa tak terduga mengubah jalan hidupnya.
Dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, yang dikutip Minggu (13/04/2025), kejadian mengejutkan itu bermula ketika Syaikhona Kholil tiba-tiba berteriak, “Maling!” sambil menunjuk langsung ke arah Ridwan Abdullah di hadapan para santri.
Para santri yang mendengar teriakan itu sontak terkejut dan segera bereaksi. Mereka mengambil alat seadanya untuk menangkap dan menghukum sosok yang dianggap telah mencemarkan nama baik pesantren.
Dalam kepanikan, Ridwan Abdullah melarikan diri dari kerumunan santri yang sudah bersiap untuk menghajarnya. Ia berlari secepat mungkin keluar dari lingkungan pesantren dan kembali ke rumah orang tuanya di Surabaya.
Simak Video Pilihan Ini:
15 Siswa Dianiaya Guru di Banyumas, Orang Tua Geruduk Sekolah
Setelah Diteriaki Maling, Ini yang Terjadi
Sesampainya di rumah, ia segera menceritakan kejadian tersebut kepada ayahnya, Kiai Abdullah. Sang ayah pun merasa heran dan terguncang, karena tak pernah menyangka anaknya dituduh melakukan perbuatan seburuk itu oleh seorang guru besar.
Kiai Abdullah memutuskan untuk langsung sowan ke Bangkalan dan menemui Syaikhona Kholil guna meminta penjelasan. Dalam tradisi pesantren, sowan kepada guru merupakan bentuk adab untuk mencari kejelasan dan mengurai permasalahan.
Namun, sebelum sempat bertanya, Syaikhona Kholil sudah mengetahui maksud kedatangan tamunya. Ia langsung berbicara tanpa ditanya, mengungkap alasan sebenarnya dari tindakan yang mengejutkan itu.
“Anakmu itu sudah pintar. Sudah menguasai banyak ilmuku, tapi masih betah di sini. Kalau tidak dengan cara seperti itu, ia tidak akan mau pulang,” ujar Syaikhona Kholil dengan tenang namun penuh makna.
Penjelasan itu membuat Kiai Abdullah terdiam sejenak. Ia mulai memahami bahwa sang guru tidak marah ataupun benar-benar menuduh anaknya mencuri, melainkan sedang memberikan isyarat restu dengan cara yang tak biasa.
Restu dari guru dalam tradisi pesantren bukanlah hal yang sepele. Terkadang, para kiai menggunakan cara-cara yang tak terduga untuk menguji kesiapan dan keteguhan hati para muridnya sebelum melepas mereka ke tengah masyarakat.
Setelah memahami maksud dari sang guru, Kiai Abdullah merasa bangga dan bersyukur. Ia sadar bahwa putranya telah dianggap layak membawa dan mengamalkan ilmu yang telah diajarkan oleh seorang ulama besar.
Sebuah Pengakuan dari Gurunya
Ridwan Abdullah pun tidak lagi merasa kecewa. Justru dari pengalaman itu, ia menambah keyakinan bahwa pengabdiannya selama ini mendapat pengakuan langsung dari gurunya, meskipun disampaikan dengan cara yang unik dan mengejutkan.
Seiring waktu, Ridwan Abdullah tumbuh menjadi ulama besar yang berpengaruh. Ia tidak hanya dikenal karena keilmuannya, tetapi juga karena kemampuannya dalam seni lukis, sesuatu yang tidak banyak dimiliki oleh kiai lainnya.
Salah satu karya besarnya yang hingga kini terus digunakan adalah penciptaan lambang Nahdlatul Ulama. Simbol itu menjadi identitas organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang hingga kini tetap kokoh dan berwibawa.
Lambang tersebut bukan hanya karya seni, tetapi juga hasil dari olah batin, doa, dan restu ilmu yang didapat dari Syaikhona Kholil. Setiap garis dan simbol di dalamnya menyimpan makna mendalam tentang Islam dan perjuangan para ulama.
Kisah ini menunjukkan bahwa perjalanan menjadi ulama sejati bukanlah proses yang mulus tanpa ujian. Terkadang, bahkan restu dari seorang guru datang dalam bentuk yang menyakitkan namun penuh hikmah.
Para santri masa kini bisa belajar banyak dari kisah ini, terutama tentang pentingnya khidmat, sabar, dan berserah diri kepada proses pendidikan di pesantren yang tidak hanya menekankan ilmu, tapi juga adab dan keberkahan.
Syaikhona Kholil dikenal sebagai sosok guru yang tidak hanya menyampaikan ilmu secara lisan, tetapi juga menyampaikan pelajaran lewat tindakan dan kejadian yang penuh isyarat spiritual.
Ridwan Abdullah adalah contoh murid yang mampu melewati ujian itu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Hingga akhirnya, ia tumbuh menjadi penerus perjuangan keulamaan yang tetap dikenang hingga kini.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul