Liputan6.com, Jakarta - Kisah-kisah spiritual para ulama terdahulu tak pernah kehilangan daya tariknya. Salah satunya adalah pengalaman langka yang dialami oleh KH Maimoen Zubair atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Moen saat masih muda.
Saat menjadi santri di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Mbah Moen dikenal sebagai pribadi yang tekun dan penuh adab terhadap para gurunya. Hari-harinya diisi dengan belajar kitab kuning, mengaji, serta menjalani kehidupan santri secara khusyuk dan disiplin.
Namun, di balik kehidupan santri yang terlihat biasa, sebuah peristiwa luar biasa terjadi pada diri Mbah Moen muda. Sekitar pukul 11 siang di suatu hari, ia mengalami kejadian yang tak bisa dijelaskan dengan logika biasa.
Pada waktu itu, Mbah Moen muda mendengar suara aneh yang seakan memanggilnya. Suara itu terasa begitu nyata, meskipun tak ada satu pun orang yang terlihat di sekitarnya. Ia pun mengikuti arah suara tersebut.
Dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @SPORTS_30626, dikutip Minggu (13/04/2025), suara itu ternyata berasal dari arah sebuah makam yang berada dekat kompleks pondok pesantren.
Ketika menoleh ke arah makam, Mbah Moen melihat sosok lelaki dengan pakaian sederhana seperti seorang petani. Ia mengenakan caping dan berdiri tegak di samping makam, memancarkan aura yang berbeda dari orang kebanyakan.
Sosok tersebut lalu berkata kepada Mbah Moen muda, “Kamu cinta sama saya? Saya cinta sama kamu. Dijamin Gusti Allah nantinya.” Ucapan ini membuat hati Mbah Moen bergetar, merasa tersentuh dan haru.
Setelah mengucapkan kalimat penuh makna itu, sosok tersebut mulai mendoakan Mbah Moen dengan khusyuk. Doa itu dilantunkan dalam waktu yang cukup lama, seolah menyampaikan harapan-harapan besar yang tak kasat mata.
Mbah Moen muda hanya bisa mengamini doa itu dengan penuh kepasrahan. Ia berdiri dalam diam, menyimak dengan seksama setiap kata yang terucap dari sosok tersebut, yang diyakininya sebagai Nabi Khidir AS.
Simak Video Pilihan Ini:
Menilik Serunya Festival Serayu Banyumas 2018
Tiba-Tiba Nabi Khidir AS Menghilang
Usai berdoa, sosok yang sebelumnya berdiri di depan makam tiba-tiba menghilang. Tak ada jejak kaki atau tanda-tanda kepergian, seolah lenyap begitu saja dari hadapan Mbah Moen.
Peristiwa itu membuat Mbah Moen muda terpaku sejenak sebelum akhirnya kembali ke pondok pesantren dengan hati dan pikiran yang dipenuhi rasa takjub serta kekaguman mendalam.
Perubahan pada diri Mbah Moen muda pun mulai tampak sejak saat itu. Ia menjadi santri yang terlihat semakin alim, semakin tenang, dan semakin matang dalam bersikap.
Kiai Mahrus Ali, salah satu tokoh penting di Pesantren Lirboyo saat itu, turut memperhatikan perubahan sikap Mbah Moen muda. Kiai Mahrus merasa ada sesuatu yang luar biasa terjadi pada diri santri tersebut.
Setelah beberapa waktu, Mbah Moen akhirnya menceritakan pengalaman spiritualnya kepada Kiai Mahrus Ali. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah bertemu dengan Nabi Khidir AS di dekat makam tak jauh dari pondok.
Kiai Mahrus Ali tidak kaget, justru meyakini bahwa pertemuan itu merupakan pertanda baik. Seorang santri yang mendapat kunjungan dari Nabi Khidir dianggap telah mendapat karunia dan amanah besar dalam perjalanan ilmunya.
Kisah ini kemudian menjadi bagian dari sejarah kehidupan Mbah Moen yang jarang diketahui banyak orang. Pertemuan dengan Nabi Khidir dianggap sebagai titik balik penting dalam perjalanan spiritual dan keilmuannya.
Pertemuan dengan Nabi Khidir AS Bentuk Kasih Sayang Allah SWT
Tak heran jika di kemudian hari Mbah Moen tumbuh menjadi sosok ulama besar yang disegani lintas generasi. Wibawanya terpancar kuat, dan setiap kata yang diucapkan selalu mengandung kedalaman makna.
Kealiman Mbah Moen tidak hanya terbentuk dari pendidikan formal dan interaksi dengan guru, tetapi juga dari pengalaman spiritual yang mengukuhkan batin dan hati dalam mengemban ilmu agama.
Kisah ini juga menunjukkan bahwa kedekatan seorang santri dengan ilmu, adab, dan ketulusan hati bisa membuka tabir pertemuan dengan sosok-sosok istimewa yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang terpilih.
Pertemuan dengan Nabi Khidir bukanlah sesuatu yang bisa direncanakan. Ia datang sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang tulus dan ikhlas dalam mencari ilmu dan berjuang di jalan agama.
Para santri masa kini bisa menjadikan kisah ini sebagai pelajaran penting. Bahwa ketekunan, keikhlasan, dan adab terhadap guru serta lingkungan pesantren mampu menghadirkan berkah yang tak terduga.
Kisah Mbah Moen muda bertemu Nabi Khidir juga menjadi pengingat bahwa spiritualitas dalam menuntut ilmu harus dijaga, karena keajaiban bisa hadir kapan saja tanpa disangka-sangka.
Dengan pengalaman ini, Mbah Moen menegaskan bahwa ilmu yang dibarengi dengan keikhlasan, doa, dan khidmat akan membawa seseorang menuju kemuliaan sejati di hadapan Allah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul