Liputan6.com, Jakarta - Sholat Dhuha menjadi salah satu amalan yang sangat baik jika tetap dilakukan pada bulan Ramadhan. Terlebih para ulama sering mengingatkan agar umat Islam memaksimalkan bulan suci itu dengan beribadah dan beramal saleh, apapun bentuknya.
Sama seperti amalan lainnya, sholat Dhuha memiliki banyak keutamaan jika dilakukan secara istiqomah. Mengutip NU Online, salah satu keutamaan sholat Dhuha adalah mendapat ampunan dosa dari Allah SWT.
من حافظ على شفعة الضحى غفرت له ذنوبه وإن كانت مثل زبد البحر
Artinya, “Siapa yang membiasakan (menjaga) sholat Dhuha, dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sholat Dhuha juga dianggap sebagai sedekah. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap pagi, ruas anggota tubuh kalian harus dikeluarkan sedekahnya. Amar ma’ruf adalah sedekah, nahi mungkar adalah sedekah, dan semua itu dapat diganti dengan sholat Dhuha dua rakaat,” (HR Muslim).
Sholat Dhuha dikerjakan di pagi hari hingga menjelang Dzuhur. Waktunya dimulai sejak matahari terbit seukuran satu tombak (tujuh hasta atau 2,5 meter) sampai waktu zawâl (saat matahari tergelincir ke arah barat).
Waktu sholat Dhuha cukup panjang. Pertanyaannya, apakah ada waktu yang paling utama untuk sholat Dhuha? Jika ada, jam berapa sholat Dhuha yang paling afdhol? Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya pernah membahas soal ini, simak penjelasannya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kesibukan Salon Kambing Cilacap Sebelum Idul Adha
Penjelasan Buya Yahya terkait Waktu Sholat Dhuha Paling Afdhol
Yahya menjelaskan, waktu sholat Dhuha adalah setelah matahari meninggi sampai matahari sebelum tergelincir di atas kepala. Selagi matahari belum di atas kepala, maka itu masuk waktu Dhuha.
Adapun waktu sholat Dhuha yang paling afdhol menurut Buya Yahya adalah ketika terik matahari telah terasa panas atau seperempat siang yang dihitung dari setelah matahari terbit.
“Separuh dari jam 06.00-12.00. Jadi 3 jam setelah matahari terbit. Itu adalah waktu yang paling bagus kalau mau sholat dhuha,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Jumat (9/3/2025).
Buya Yahya mengutip hadis dari Sayyidina Zaid bin Arqam radliyallahu ‘anh bahwa ia pernah melihat segolongan orang melakukan sholat dhuha. Lalu berkata, “Tidakkah kalian tahu bahwa sholat dalam waktu ini lebih utama? Sungguh Rasulullah SAW bersabda, sholat kaum awwâbîn (sholat Dhuha) adalah saat kaki anak-anak unta merasakan panasnya bumi karena terik matahari.”
“Jadi anak unta itu kan dijemur. Jadi kalau sudah mulai jam 9 kelihatan anget. Itulah waktunya sholat dhuha yang lebih bagus. Dikatakan, yaitu mulai meninggi seperempat dari siang itu, 3 jam dari waktu terbit matahari kurang lebihnya seperti itu,” jelas Buya Yahya.
Jadi, Buya Yahya menyarankan sholat Dhuha dilakukan pada pukul 09.00 pagi. Namun demikian, tetap boleh mengerjakan di waktu lainnya selama masih waktu dhuha, yakni sejak matahari terbit seukuran satu tombak sampai waktu zawâl (saat matahari tergelincir ke arah barat).
Niat, Tata Cara, dan Doa Sholat Dhuha
Sholat Dhuha dapat dilaksanakan sebanyak dua rakaat hingga delapan rakaat, tapi boleh jika mau 12 rakaat. Sholat Dhuha diawali dengan niat di dalam hati bersamaan takbîratul Ihrâm. Berikut niat sholat Dhuha.
أُصَلِّيْ سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Ushallî sunnatad dhahâ rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Saya niat sholat sunnah dhuha dua rakaat karena Allah ta’ala.”
Selanjutnya melaksanakan gerakan dan bacaan sholat sebagaimana umumnya sampai salam setelah dua rakaat. Setelah salam atau selesai seluruh sholat, kemudian membaca doa.
Berikut doa setelah sholat Dhuha.
اَللّٰهُمَّ إِنَّ الضَّحَآءَ ضَحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَــالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللّٰهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِي السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ، وَإِنْ كَانَ فِي الْأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ، وَإِنْ كَانَ مُعْسَرًا فَيَسِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ، وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ، بِحَقِّ ضَحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِيْ مَآ أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Allâhumma innad dlahâ’a dlahâ’uka, wal bahâ’a bahâ’uka, wal jamâla jamâluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ishmata ishmatuka. Allâhuma in kâna rizqî fis samâ’i fa anzilhu, wa inkâna fil ardhi fa akhrijhu, wa inkâna mu’siran (mu‘assaran) fa yassirhu, wa in kâna harâman fa thahhirhu, wa inkâna ba‘îdan fa qarribhu, bi haqqi dlahâ’ika wa bahâ’ika wa jamâlika wa quwwatika wa qudratika, âtinî mâ atayta ‘ibâdakas shâlihîn.
Artinya, “Wahai Tuhanku, sungguh dhuha ini adalah dhuha-Mu, keagungan ini adalah keagungan-Mu, keindahan ini adalah keindahan-Mu, kekuatan ini adalah kekuatan-Mu, dan penjagaan ini adalah penjagaan-Mu. Wahai Tuhanku, jika rejekiku berada di atas langit, maka turunkanlah; jika berada di dalam bumi, maka keluarkanlah; jika dipersulit, mudahkanlah; jika (tercampur tanpa sengaja dengan yang) haram, sucikanlah; jika jauh, dekatkanlah; dengan hak dhuha, keelokan, keindahan, kekuatan, dan kekuasaan-Mu, datangkanlah kepadaku apa yang Engkau datangkan kepada para hamba-Mu yang saleh.”
Wallahu a’lam.