Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah pengajian, KH Ahmad Bahuddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha mengungkapkan pengalaman unik yang jarang terjadi. Kali ini, ia mengaku kalah debat dengan seorang warga desa yang memiliki pemikiran unik.
Sebagai seorang ulama yang dikenal luas dengan kecerdasan dan pemahamannya, ulama asal Rembang ini biasanya dapat menjawab berbagai persoalan dengan logis dan mudah dipahami. Namun, dalam kejadian ini, ia dibuat kehabisan argumen.
Ceritanya bermula ketika seorang anak muda mengadu kepada Gus Baha tentang bapaknya yang tidak mau membelikan sepeda motor. Padahal, sang bapak adalah orang kaya di desa dan sangat mampu membelinya.
Anak tersebut mengeluhkan bahwa bapaknya terlalu pelit. “Sekadar minta motor saja tidak dibelikan,” keluhnya.
Padahal, banyak orang tua lain yang dengan mudah membelikan kendaraan untuk anak-anaknya.
Kisah ini dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO. Gus Baha kemudian mencoba memahami alasan sang bapak yang tetap kukuh pada pendiriannya.
Simak Video Pilihan Ini:
Kapal Pengayoman IV Terbalik di Perairan Nusakambangan Cilacap, 2 Tewas
Cara Berpikir Begini yang Membuat Gus Baha Kalah
Ternyata, si bapak punya cara berpikir yang berbeda soal kepemilikan harta, terutama tentang konsep duniawi. Menurutnya, dunia harus melahirkan dunia.
“Misalnya beli kambing, nanti bisa beranak jadi kambing lagi. Beli sapi, nanti bisa lahir sapi. Tapi kalau beli motor atau mobil, itu namanya kebodohan,” ujar sang bapak.
Pemikiran ini membuat Gus Baha penasaran dan ingin mengetahui lebih lanjut alasan di baliknya.
Ternyata, menurut orang desa tersebut, motor adalah benda duniawi yang justru menghabiskan harta, bukan menambahnya.
“Dunyo kok mangan dunyo,” kata si bapak. Artinya, sesuatu yang bersifat duniawi seharusnya bisa melahirkan hal duniawi lain.
Ia mencontohkan bahwa motor itu dunia, tetapi butuh bensin yang juga dunia, servis yang juga dunia.
Punya Motor dan Mobil adalah Kebodohan
Menurut logikanya, orang yang membeli mobil atau motor sebenarnya sedang merugi. Sebab, kendaraan tersebut tidak akan menghasilkan apapun kecuali biaya tambahan.
“Jadi, profesor, dokter, atau kiai yang punya mobil itu cara dia ya goblok. Jenenge dunyo sing lahirno dunyo, dunyo kok mangan dunyo,” ucap Gus Baha.
Mendengar argumen tersebut, Gus Baha hanya bisa tersenyum dan bergumam, “Iki kok pinter juga.”
Biasanya, Gus Baha mampu memberikan jawaban yang logis dan mudah diterima oleh semua orang. Namun, kali ini ia justru merasa kalah argumen.
Orang desa tersebut tetap kukuh dengan pendiriannya bahwa motor atau mobil tidak ada manfaatnya jika hanya menghabiskan uang.
Pandangan ini mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang, tetapi di desa, prinsip semacam ini masih dipegang teguh oleh beberapa orang tua.
Mereka lebih memilih sesuatu yang bisa berkembang dan memberikan manfaat jangka panjang, seperti ternak atau sawah.
Meskipun terdengar kocak, Gus Baha mengakui bahwa pemikiran orang desa sering kali memiliki logika tersendiri yang sulit dipatahkan.
Ia juga menyadari bahwa dalam kehidupan, banyak sudut pandang yang bisa digunakan untuk memahami suatu masalah.
Cerita ini menjadi salah satu pengalaman unik yang membuktikan bahwa kebijaksanaan tidak selalu datang dari orang-orang berpendidikan tinggi.
Terkadang, orang desa dengan kehidupan yang sederhana justru memiliki pemikiran yang dalam dan masuk akal.
Gus Baha menutup kisah ini dengan tertawa, sambil mengakui bahwa kali ini, ia benar-benar kalah dalam debat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul