Liputan6.com, Jakarta Ramadhan adalah bulan suci yang ditunggu oleh seluruh umat Muslim di seluruh dunia. Selama sebulan penuh, umat Muslim menjalankan ibadah puasa dengan menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Pertanyaan yang sering muncul dalam diskusi tentang pembatal puasa adalah: apakah merokok membatalkan puasa? Banyak umat Muslim, terutama yang memiliki kebiasaan merokok, sering bertanya-tanya tentang status hukum merokok saat berpuasa.
Perdebatan tentang apakah merokok membatalkan puasa atau tidak telah lama menjadi topik diskusi di kalangan ulama. Untuk menjawab pertanyaan ini dengan tepat, kita perlu memahami perspektif dari berbagai mazhab fiqih Islam. Empat mazhab utama dalam Islam—Syafi'i, Hanafi, Maliki, dan Hambali—telah membahas masalah ini dengan detail dan memberikan pandangan yang komprehensif tentang apakah merokok membatalkan puasa atau tidak.
Secara umum, mayoritas ulama dari keempat mazhab sepakat bahwa merokok membatalkan puasa. Alasannya adalah karena asap rokok yang masuk ke dalam tubuh dianggap sebagai 'ain (benda) yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh melalui lubang yang terbuka. Namun, terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam detailnya.
Mari kita telaah lebih dalam mengenai merokok membatalkan puasa atau tidak berdasarkan pandangan keempat mazhab tersebut dan ulama kontemporer, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com susun berikut ini, pada Senin (3/3).
Seorang pengendara sepeda motor dianiaya dua orang pengendara lain yang tersinggung lantaran ditegur merokok saat berkendara di Tangerang, Banten. Akibatnya korban mengalami korban serius di bagian kepala.
Pandangan Mazhab Syafi'i Tentang Merokok Saat Puasa
Dalam mazhab Syafi'i, salah satu hal yang membatalkan puasa adalah masuknya 'ain (benda) ke dalam tubuh melalui lubang yang terbuka secara sengaja. Syekh Zakariya al-Anshari menyebutkan dalam kitab Fathul Wahhab bahwa 'ain ini adalah benda apa pun, baik makanan, minuman, atau obat.
Syekh Sulaiman al-'Ujaili, ulama dari mazhab Syafi'i, menjelaskan dalam kitabnya Hasyiyatul Jamal:
وَمِنْ الْعَيْنِ الدُّخَانُ لَكِنْ عَلَى تَفْصِيلٍ فَإِنْ كَانَ الَّذِي يَشْرَبُ الْآنَ مِنْ الدَّوَاةِ الْمَعْرُوفَةِ أَفْطَرَ وَإِنْ كَانَ غَيْرَهُ كَدُخَانِ الطَّبِيخِ لَمْ يُفْطِرْ هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ
"Dan termasuk dari 'ain (hal yang membatalkan puasa) adalah asap, tetapi mesti dipilah. Jika asap/uap itu adalah yang terkenal diisap sekarang ini (maksudnya tembakau) maka puasanya batal. Tapi jika asap/uap lain, seperti asap/uap masakan, maka tidak membatalkan puasa. Ini adalah pendapat yang mu'tamad (dirujuk ulama karena kuat argumentasinya)."
Ulama Syafi'iyyah membagi asap atau uap menjadi dua kategori: asap yang membatalkan puasa yaitu asap yang sengaja dihisap (rokok), dan asap yang tidak membatalkan puasa yaitu asap yang tidak sengaja dihirup seperti asap masakan.
Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj juga menyebutkan bahwa rokok dianggap membatalkan puasa karena memiliki 'sensasi' tertentu yang dapat dirasakan dari kandungan tembakaunya. Beliau menyertakan kisah seorang ulama bernama Az-Ziyadi yang menemui murid-muridnya sedang membawa pipa untuk menghirup tembakau saat puasa. Syekh Az-Ziyadi kemudian memecahkan pipa tersebut dan menemukan ampas dari asap di dalamnya, yang membuktikan bahwa ada zat ('ain) yang masuk ke dalam tubuh.
Mazhab Syafi'i dengan jelas menyatakan bahwa merokok membatalkan puasa karena asap rokok yang dihisap dianggap sebagai 'ain yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh. Ini berbeda dengan asap masakan atau asap lainnya yang tidak sengaja dihirup.
Pandangan Mazhab Hanafi Tentang Merokok Saat Puasa
Para pengikut Imam Hanafi menetapkan merokok sebagai perkara yang umum, seperti halnya berkumur. Mereka membedakan antara asap yang masuk ke tenggorokan secara tidak sengaja dan yang sengaja dihisap.
Syekh Husnin Makhluf, seorang ulama dari mazhab Hanafi, menjelaskan:
"Para pengikut Imam Hanafi telah menetapkan bahwa merokok bersifat umum. Jika asap masuk ke tenggorokan orang yang sedang berpuasa dengan tidak sengaja, maka puasanya tidak batal karena ketidakmampuan orang tersebut untuk menjaganya. Hal ini seperti sifat basah yang tertinggal di dalam mulut setelah seseorang berkumur. Adapun jika ia memasukkan asap ke dalam tenggorokannya dengan sengaja, maka memasukkannya ini dapat membatalkan puasanya, karena adanya kemampuan untuk menghindari hal tersebut."
Dalam mazhab Hanafi, faktor kesengajaan menjadi penentu utama apakah merokok membatalkan puasa atau tidak. Jika seseorang sengaja menghisap rokok dan asapnya masuk ke tenggorokan, maka puasanya batal. Namun, jika asap masuk ke tenggorokan secara tidak sengaja, seperti seseorang yang berada di lingkungan perokok, maka puasanya tidak batal.
Mazhab Hanafi menyimpulkan bahwa merokok dengan sengaja membatalkan puasa karena adanya unsur kesengajaan dalam memasukkan asap ke dalam tenggorokan.
Pandangan Mazhab Hambali Tentang Merokok Saat Puasa
Dalam mazhab Hambali, sesuatu (benda) yang tertelan ke perut atau melalui pembuluh nadi, atau beberapa lubang di tubuh secara sengaja, maka tindakan tersebut menyebabkan puasa batal.
Mazhab Hambali secara spesifik menyebutkan beberapa benda yang dapat membatalkan puasa, termasuk makanan, minuman, dahak, obat, tembakau, kerikil, dan rokok.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. Al-Baqarah: 187)
Imam Ahmad bin Hanbal menafsirkan ayat ini dengan pengertian yang luas, bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh secara sengaja selama masa puasa akan membatalkan puasa, termasuk merokok.
Mazhab Hambali dengan tegas menyatakan bahwa merokok membatalkan puasa karena termasuk dalam kategori benda yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh.
Pandangan Mazhab Maliki Tentang Merokok Saat Puasa
Imam Maliki berpendapat bahwa segala sesuatu yang masuk ke tenggorokan melalui mulut, hidung, ataupun telinga, baik secara sengaja ataupun tidak disengaja, seperti air dan sejenis asap rokok, maka hukumnya adalah batal bagi yang berpuasa.
Mazhab Maliki menggunakan hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ»
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa lupa bahwa dia sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah dia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum." (HR. Bukhari)
Dari hadits ini, mazhab Maliki menarik kesimpulan bahwa puasa batal karena sengaja makan dan minum, dan merokok termasuk dalam kategori 'minum' karena dalam bahasa Arab disebut "syurbud dukhan" (minum/mengisap asap).
Berbeda dengan mazhab lain yang membedakan jenis asap, mazhab Maliki tidak memberikan pengecualian untuk jenis asap apapun yang masuk ke tenggorokan, baik itu asap rokok, asap masakan, atau jenis asap lainnya.
Mazhab Maliki secara tegas menyatakan bahwa merokok membatalkan puasa, bahkan jika asap masuk ke tenggorokan secara tidak sengaja.
Pandangan Ulama Kontemporer Tentang Merokok Saat Puasa
Ulama Nusantara, Syekh Nawawi al-Banteni, dalam kitab Nihayatuz Zain menyebutkan:
يفْطر صَائِم بوصول عين من تِلْكَ إِلَى مُطلق الْجوف من منفذ مَفْتُوح مَعَ الْعمد وَالِاخْتِيَار وَالْعلم بِالتَّحْرِيمِ ...وَمِنْهَا الدُّخان الْمَعْرُوف
"Sampainya 'ain ke tenggorokan dari lubang yang terbuka secara sengaja dan mengetahui keharamannya itu membatalkan puasa...seperti mengisap asap (yang dikenal sebagai rokok)."
Syekh Ihsan Jampes, ulama asal Kediri, dalam kitabnya Irsyadul Ikhwan fi Bayanil Qahwah wad Dukhan (Kitab Kopi dan Rokok) mengumpulkan pendapat para ulama tentang hukum merokok saat puasa dan berkesimpulan bahwa hal tersebut memang membatalkan puasa. Kendati 'ain dari asap yang diisap dari rokok ini sulit diidentifikasi secara fisik, tapi secara 'urf (kebiasaan) ia tetap dianggap sebagai 'ain.
MUI dalam beberapa fatwanya menegaskan bahwa merokok saat puasa hukumnya adalah membatalkan puasa. Hal ini sejalan dengan pendapat mayoritas ulama dari empat mazhab.
Para ulama kontemporer juga menyatakan bahwa penggunaan vape (rokok elektrik) dan shisha juga membatalkan puasa karena keduanya menggunakan cairan/gel yang diuapkan dan sengaja dihirup. Mekanismenya mirip dengan merokok konvensional, yaitu ada zat ('ain) yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh.
Alasan Merokok Membatalkan Puasa
Asap rokok yang dihisap dianggap sebagai 'ain (benda) yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh. Ini dibuktikan dengan adanya ampas atau residu yang tertinggal dalam pipa atau filter rokok setelah dihisap.
Dalam bahasa Arab, merokok disebut "syurbud dukhan" yang artinya minum/mengisap asap. Hal ini menjadikan merokok masuk dalam kategori minum yang membatalkan puasa.
Merokok dilakukan dengan sengaja, berbeda dengan menghirup asap masakan atau asap lainnya yang biasanya tidak disengaja. Unsur kesengajaan ini menjadi faktor penting dalam menentukan batalnya puasa.
Rokok mengandung nikotin dan zat lainnya yang memberikan sensasi tertentu pada tubuh. Hal ini dikategorikan sebagai sesuatu yang memberi manfaat atau mudarat pada tubuh, yang masuk dalam definisi makan dan minum dalam konteks puasa.
Perbedaan Antara Perokok Aktif dan Pasif
Bagi perokok aktif yang dengan sengaja menghisap rokok, semua mazhab sepakat bahwa puasanya batal karena adanya unsur kesengajaan dalam memasukkan asap ke dalam tubuh.
Bagi perokok pasif (orang yang secara tidak sengaja menghirup asap rokok dari lingkungan sekitar), mayoritas ulama berpendapat bahwa puasanya tidak batal karena tidak ada unsur kesengajaan. Namun, mazhab Maliki memiliki pendapat yang berbeda, menyatakan bahwa puasa tetap batal meskipun tidak ada unsur kesengajaan.
Setelah mengkaji pendapat dari empat mazhab dan ulama kontemporer, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa merokok membatalkan puasa. Alasannya adalah karena asap rokok yang dihisap dianggap sebagai 'ain (benda) yang sengaja dimasukkan ke dalam tubuh melalui lubang yang terbuka.
Meskipun terdapat beberapa perbedaan pendapat dalam detailnya, keempat mazhab pada prinsipnya sepakat bahwa merokok saat puasa hukumnya adalah haram dan membatalkan puasa. Oleh karena itu, bagi umat Muslim yang memiliki kebiasaan merokok, disarankan untuk menahan diri dari merokok selama berpuasa di bulan Ramadhan.
Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menahan diri dari hawa nafsu dan kebiasaan buruk. Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk melatih diri mengendalikan kebiasaan merokok, yang tidak hanya bermanfaat untuk ibadah tetapi juga untuk kesehatan.