Liputan6.com, Jakarta - Pernikahan selalu menghadirkan berbagai dinamika yang tak terduga. Bagi pasangan yang telah mengarungi bahtera rumah tangga, menghadapi lika-liku hidup berkeluarga adalah sebuah tantangan tersendiri.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha, seorang ulama yang sering memberikan nasihat tentang kehidupan, baru-baru ini menyampaikan pandangannya mengenai cara terbaik untuk menjalani pernikahan dengan sikap yang santai dan penuh keikhlasan.
Dalam sebuah ceramah yang diunggah melalui kanal YouTube @Pengaosangusbaha, Gus Baha memberikan nasihat mengenai pentingnya menjalani pernikahan dengan sikap ringan dan tidak terlalu serius.
Gus Baha berpesan, "Dados kulo suwun, niki resep kulo sedanten, sing nikah ojo geman tenanan. Dunia iku la’ibun wa lahwun, do ora usah tenanan, sing tenanan ikhlase." Ungkapan ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi kehidupan yang sementara, seseorang tidak perlu berlebihan, melainkan lebih baik bersikap ikhlas.
Konsep “la’ibun wa lahwun” yang dikutip Gus Baha dari Al-Qur’an memiliki makna bahwa dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, tanpa adanya keabadian di dalamnya. Bagi Gus Baha, penting bagi seseorang untuk menyadari bahwa dunia bukanlah segalanya, sehingga hidup bisa dijalani dengan lebih ringan.
Pemahaman ini juga sangat relevan bagi pasangan yang sudah menikah dalam menghadapi dinamika rumah tangga sehari-hari.
Simak Video Pilihan Ini:
Jenazah Ibu dan Anak Korban Longsor Ditemukan Berpelukan
Menyitir Nasihat Mbah Moen
Gus Baha juga menceritakan nasihat dari ALmaghurlah KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen, yang dahulu kerap mengingatkannya agar selalu ikhlas dalam berbagai hal, termasuk mengajar. “Kulo bolak-balik dikandani Mbah Moen, kowe ngiai tenanan iku ben ikhlase,” ungkap Gus Baha.
Nasihat ini diterapkan juga dalam kehidupan rumah tangga, di mana ikhlas menjadi kunci untuk menghadapi segala situasi yang muncul.
Dalam ceramahnya, Gus Baha dengan gaya bicara yang khas menyampaikan bahwa setiap orang memiliki karakter bawaan yang mungkin sulit untuk diubah. "Sing bakat goblok yo tetep goblok, entekno metodemu, sing bakat goblok yo tetep goblok," ucapnya. Ia menekankan bahwa tidak semua hal dalam hidup dapat dikontrol atau diubah, termasuk sifat dasar pasangan.
Di sisi lain, Gus Baha dengan jenaka menyinggung sifat cerewet yang seringkali melekat pada sebagian besar perempuan. “Podo wong wedok roto-roto cerewet, entekno nasehatmu tetep cerewet,” katanya. Melalui kalimat ini, ia mengajak suami untuk menerima karakteristik pasangan dengan lapang dada sebagai salah satu ekspresi diri.
Menariknya, Gus Baha juga menyampaikan cara unik untuk menghadapi amarah pasangan. “Nak bojomu ngamuk terus banting piring, dianggep ekspresif ngoten,” tuturnya. Gus Baha mengajarkan bahwa kemarahan tersebut sebaiknya dianggap sebagai sebuah ekspresi spontan yang tidak perlu dipermasalahkan terlalu dalam, selama hal itu tidak berujung pada tindakan yang merugikan.
Lebih lanjut, Gus Baha mengungkapkan bahwa rasa marah pada dasarnya adalah bagian dari ekspresi yang wajar dalam hubungan. “Memang orang kalau dendam kudu ono ekspresi,” jelasnya. Dengan menerima kemarahan sebagai bentuk ekspresi, seseorang bisa lebih memahami perasaan pasangannya tanpa memperkeruh suasana.
Ia bahkan menyarankan agar kemarahan pasangan dianggap sebagai bentuk akting yang baik, sehingga tidak perlu terlalu dipikirkan. “Dadi anggep mawon iku ahli akting ngoten mawon nak ngamuk iku yo tenanan,” tambahnya. Dengan pandangan ini, Gus Baha ingin pasangan suami-istri bisa menyikapi permasalahan rumah tangga dengan lebih santai dan tidak terbawa emosi.
Pesan yang Ingin Disampaikan Gus Baha
Menurutnya, kebiasaan pasangan yang suka membanting piring saat marah justru bisa dianggap sebagai tindakan yang lebih rasional daripada mengarahkan amarah pada anak atau orang lain. “Dan banting piring yo rasional timbang banting anakmu,” kata Gus Baha. Sikap ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam mengekspresikan emosi di dalam rumah tangga.
Melalui pesannya, Gus Baha mendorong pasangan untuk membuat situasi rumah tangga lebih ringan dan tidak membebani diri dengan harapan yang berlebihan terhadap pasangan. Sikap yang tidak terlalu serius dalam menghadapi masalah dapat mencegah pernikahan dari konflik berkepanjangan yang tidak perlu.
Gus Baha juga menyoroti pentingnya menanamkan sikap ikhlas dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hal kecil maupun besar. Dengan bersikap ikhlas, setiap persoalan dalam rumah tangga bisa dihadapi tanpa perasaan terbebani. Ia percaya bahwa keikhlasan adalah dasar dari hubungan yang kuat dan harmonis.
Nasihat Gus Baha ini berhasil menyentuh hati banyak orang, terutama pasangan yang sedang berjuang menjaga keharmonisan rumah tangga. Gus Baha meyakini bahwa cinta yang dilandasi dengan ikhlas dan tidak menuntut kesempurnaan akan memperkokoh ikatan pernikahan.
Dengan cara pandang yang ringan dan penuh humor, Gus Baha berhasil menghadirkan perspektif baru dalam membina rumah tangga. Ia menunjukkan bahwa pasangan yang saling memahami dan menerima kekurangan masing-masing akan lebih mudah menghadapi berbagai cobaan hidup.
Pada akhirnya, bagi Gus Baha, kebahagiaan dalam pernikahan bukanlah tentang menemukan pasangan yang sempurna, tetapi tentang menciptakan kehidupan yang damai dengan saling mendukung dan memahami. Sikap ikhlas dan rendah hati menjadi fondasi penting dalam mewujudkan rumah tangga yang penuh berkah dan kebahagiaan.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul