اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْن، فَلَا عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْن
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلهَ إِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْن، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِيْن
اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْن
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْن، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْن. وَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِي اْلقُرْآنِ الْكَرِيْم: رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْن. فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيْم. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri dan kepada jamaah semua, untuk senantiasa meningkatkan kualitas takwa kita kehadirat Allah Subhanahu wa Taala. Sebab dengan takwalah, hidup kita menjadi terarah, hidup kita menjadi teratur, hidup kita penuh dengan solusi ketika dihadapkan dengan sebuah masalah.
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Ketika seseorang membangun rumah tangga melalui bahtera pernikahan, tentu yang diharapkan selain memperoleh sakinah dalam keluarganya, adalah mendapatkan keturunan seorang anak. Dan sebejat-bejatnya orang tua, pasti di benak hatinya selalu menginginkan anak yang shalih. Seburuk-buruknya orang tua, pasti mengharapkan putra-putrinya berada di jalan yang benar, yang diridhai oleh Allah. Cukuplah keburukan dan kejelekan tersebut berhenti pada orang tuanya, tidak pada anak-anaknya. Untuk itu, mengharapkan anak shalih saja tidaklah cukup, melainkan harus ada ikhtir menuju tujuan tersebut. Anak yang shalih adalah anak yang berkarakter qur’ani.
Hadirin Rahimakumullah
Pendidikan karakter qur’ani pada anak, sebenarnya telah diisyaratkan oleh Al-Qur’an melalui sejumalh ayat. Bahkan, pendidikan tersebut tidak hanya dapat dilakukan ketika anak sudah lahir, melainkan ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibu, anak sudah dapat dididik. Mari kita lihat kisah Sayyidah Hawwa’, ketika sedang mengandung, Al-Qur’an mengisyaratkannya sebagai berikut:
.... فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيْفًا فَمَرَّتْ بِهِ، فَلَمَّآ أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ ءَاتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الشَّاكِرِيْنَ
Artinya: "Ketika Sayyidah Hawwa’ setelah dikumpuli oleh Nabi Adam, maka iapun hamil pada usia muda, ia berlari-lari kecil. Dan ketika kandungannya memasuki usia tua, keduanya berdoa kepada Allah: Jika Engkau memberikan kami anak yang shalih, maka sungguh kami akan termasuk dari golongan orang-orang yang bersyukur." (QS Al-A’raf: 189).
Ayat di atas menunjukkan dua kondisi: Pertama, ketika Sayyidah Hawwa’ sedang hamil usia muda, maka waktu-waktu yang dijalaninya juga masih ringan, seperti halnya perempuan yang sedang tidak hamil. Namun, kata “famarrat bihi” ini juga dapat diartikan dengan “berlari-lari kecil”. Untuk itu, ibu hamil memang dianjurkan untuk bergerak-gerak ringan, untuk menjaga kesehatan janin. Lagi-lagi, Al-Qur’an selangkah lebih maju daripada penelitian kedokteran yang berkembang sekarang.
Kedua, ketika Sayyidah Hawwa’ memasuki usia kehamilan pada bulan-bulan tua akan melahirkan, apa yang ia dan suaminya lakukan? Yakni berdoa kepada Allah, dengan harapan agar keduanya dikaruniai anak yang shalih. Lagi-lagi, Al-Qur’an memerintahkan kepada orang tua, untuk berdoa bagi anak yang masih dalam kandungan. Ini artinya, janin dapat mendengar dan merespons apa saja yang diucapkan dan diperdengarkan oleh sekitarnya, termasuk doa dari sang ibu.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Betulkah doa dapat didengar dan mempengaruhi janin? Mari kita buktikan bersama. Tidak perlu jauh-jauh. Tradisi yang berkembang di tengah masyarakat Jawa, ketika sedang mengandung adalah melakukan ritual doa dan bersedekah kepada masyarakat sekitar. Tradisi ini sering disebut dengan istilah “Tingkepan” atau “Mitoni”, yang dilakukan ketika usia kandungan telah memasuki usia 7 bulan. Ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan, tidak lain adalah berdoa kepada Allah agar dikaruniai putra-putri yang shalih, yang sebenarnya, janin dalam kandungan dapat merespons atas kehadiran ikhtiar doa-doa tersebut. Dan hingga sekarang, tradisi ini masih berlaku, bahkan nilai-nilai di dalamnya sejalan dengan Al-Qur’an.
Maka dari itu, khatib mohon dengan sangat kepada seluruh jamaah, terutama ketika ada ibu sedang mengandung, jauhi janin untuk diperdengarkan hal-hal yang kurang baik, seperti halnya suara dangdutan, suara tv, dan lainnya yang tidak berfaedah. Justru, orang tua sering-sering membacakan Al-Qur’an di sisinya, membacakan shalawat, dan selalu diperdengarkan ucapan-ucapan baik dan positif, yang nantinya dapat direkam melalui pendengaran janin. Respons janin tersebut telah Allah takdirkan dan isyaratkan melalui ayat Allah berikut:
... وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ....
Artinya: "... Dan Allah telah menjadikan pada kalian (janin) berupa pendengaran, penglihatan, dan hati nurani..." (QS Al-Nahl: 78)
Jamaah Muslimin yang Berbahagia
Inilah langkah awal untuk mendidik anak sejak dini, yakni sejak dalam kandungan. Kita selalu berikhtiar agar kelak anak-anak kita menjadi pribadi yang shalih dan senantiasa teguh pada agamanya. Untuk itu, ikhtiar-ikhtiar dan doa-doa baik harus selalu kita panjatkan, semoga Allah memberikan ijabah doa kepada kita semua. Amin ya rabbal alamin.