Sistem Kerja Modern vs Kiai, Bagus Mana? Jawaban Gus Baha

1 week ago 10
Portal Kabar Live 24 Jam Jitu Non Stop

Liputan6.com, Jakarta - Dalam masyarakat modern, segala hal cenderung terikat sistem dan prosedur. Tak jarang, kebaikan pun menjadi rumit ketika harus melalui birokrasi. Namun benarkah sistem semacam ini lebih baik dibanding pendekatan tradisional seperti yang dilakukan para kiai?

Pertanyaan ini kerap muncul di tengah publik yang melihat adanya kesenjangan antara sistem formal dan rasa kemanusiaan. Banyak yang bertanya, adakah kerja yang lebih manusiawi selain yang sudah ditentukan oleh struktur?

Ulama ahli tafsir yang dikenal alim alamah KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menyampaikan pendapatnya secara terbuka mengenai hal ini. Baginya, kerja ala kiai memiliki keunggulan tersendiri karena tak bergantung pada jabatan, surat, atau struktur resmi.

“Kalau saya kiai ya milih bagus kerjanya kiai,” ujar Gus Baha dalam penjelasannya. Ia menegaskan bahwa kerja para kiai lebih menekankan pada tanggung jawab sosial yang bersifat langsung dan tidak bertele-tele.

Menurut Gus Baha, dalam kerja ala kiai, seseorang yang mampu dan punya kesempatan harus langsung menolong. Tidak perlu menunggu perintah, surat tugas, atau anggaran resmi untuk bisa membantu sesama.

“Ya sudah itu saja ajarnya, kapan saja Anda mampu, berkesempatan, mampu ya wajib menolong,” ujarnya seperti dipetik dasri sebuah video yang tayang di kanal YouTube @NgugemiDawuhMasyayikh.

Dalam tayangan tersebut, Gus Baha memberi banyak contoh nyata tentang bagaimana kerja sistem kiai lebih menyentuh aspek kemanusiaan.

Simak Video Pilihan Ini:

Klarifikasi DHEVA PRAYOGA, Pria Ddicurigai Pengancam Penggal Kepala Jokowi

Contoh Sederhana dari Gus Baha

Ia mencontohkan situasi ketika seseorang melihat orang tenggelam. Dalam sistem modern, ada yang mungkin berkata, “Saya bukan tim SAR, saya tidak bertugas di situ.” Padahal, pertolongan tidak bisa menunggu jabatan.

“Kalau ada orang tenggelam, ya ditolong. Wong Anda yang menangi, yang tahu,” katanya dengan nada tegas.

Begitu pula saat melihat tetangga miskin. Gus Baha menolak logika harus ada proposal dulu sebelum bantuan bisa diberikan. “Enggak usah nunggu diajukan proposal, didaftarkan miskin resmi sampai ada plakatnya terus baru dibantu. Itu selak mati,” sindirnya.

Menurutnya, sistem modern memang rapi dan tertata, tapi terlalu banyak sekat dan syarat yang bisa memperlambat pertolongan. Ini sangat bertolak belakang dengan semangat kerja ala kiai.

Ia menyebut, dalam kerja ala kiai, seseorang dituntut memiliki inisiatif, nurani, dan semangat tolong-menolong yang tinggi. Kebaikan tak harus datang dari struktur, tapi cukup dari hati yang ikhlas.

Gus Baha juga menyayangkan jika ada orang yang merasa tidak perlu membantu hanya karena merasa “bukan bidang saya”. Menurutnya, logika seperti itu bisa merusak tatanan sosial dalam masyarakat.

“Kalau ada yang miskin, tetangga kamu, Anda mampu, ya tolong saja. Gak usah nunggu statusnya jelas atau tidak,” ucap Gus Baha lagi.

Kerja ala Kiai Lebih Sat-set

Dengan kerja ala kiai, masyarakat akan lebih peduli, cepat bertindak, dan tak bergantung pada birokrasi yang rumit. Ini adalah bentuk kerja yang langsung bersentuhan dengan realita dan kebutuhan warga.

Gus Baha menegaskan bahwa kerja baik tidak perlu menunggu jabatan atau surat. “Yang penting Anda mampu, ya tolong. Itu saja,” tutupnya.

 Gus Baha menekankan pentingnya hadirnya kesadaran individu dalam menolong, bukan semata menunggu program formal dari lembaga atau pemerintah.

Ia juga menyebut bahwa ada orang-orang luar biasa yang tidak pernah mengambil gaji dari jabatannya karena merasa tugasnya murni untuk kepentingan umat. Ini cermin dari kerja yang lahir dari niat tulus, bukan sekadar menjalankan jobdesk.

Pendekatan seperti itu dinilai jauh lebih efektif membentuk masyarakat yang saling peduli dan cepat tanggap. Tidak kaku, tidak prosedural, dan tidak memandang status.

Gus Baha menilai bahwa kerja ala kiai tetap relevan di masa kini, justru karena lebih mengedepankan nilai kemanusiaan dan solidaritas sosial.

Ia berharap masyarakat tidak terlalu menggantungkan semuanya pada lembaga, tapi kembali pada nilai dasar agama dan kemanusiaan: tolong menolong saat ada kesempatan dan kemampuan.

Bangsa ini, menurut Gus Baha, membutuhkan lebih banyak orang yang punya semangat kerja seperti kiai: ikhlas, tanggap, dan langsung bertindak jika ada yang butuh pertolongan.

Dengan begitu, kepedulian sosial bisa tumbuh lebih merata. Tak perlu nunggu surat, jabatan, atau anggaran—cukup hati yang peduli dan tangan yang siap menolong.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |