5 Rukun Nikah yang Wajib Dipenuhi agar Sah Menurut Islam: Penjelasan Lengkap dan Contohnya

10 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Menikah bukan hanya soal cinta dan pesta, tetapi juga soal memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan dalam pernikahan adalah rukun nikah, yaitu lima elemen pokok yang menjadi penentu sah tidaknya sebuah akad pernikahan.

Rukun nikah telah ditetapkan oleh para ulama berdasarkan sumber-sumber fikih klasik dan diperkuat oleh regulasi dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Apabila satu saja dari lima unsur tersebut tidak terpenuhi, maka akad nikah dianggap tidak sah menurut hukum Islam, meskipun telah digelar secara formal.

Untuk itulah, calon pengantin dan keluarga perlu memahami betul rukun nikah secara rinci agar proses menuju pelaminan berjalan sesuai tuntunan agama. Dalam artikel ini akan diuraikan kelima rukun nikah tersebut secara runtut dan menyeluruh, dipersembahkan Liputan6 untuk Anda selengkapnya.

Calon Suami: Harus Halal dan Siap Menikah

Calon suami adalah pihak laki-laki yang akan menjalani akad nikah, dengan syarat ia harus beragama Islam dan bukan mahram dari calon istri, serta mampu secara lahir dan batin untuk menjalankan tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Selain itu, calon suami harus datang secara pribadi dalam akad nikah atau bisa diwakilkan melalui surat kuasa yang diketahui Kepala KUA jika berhalangan hadir, dengan syarat pengganti tersebut adalah pria Muslim, berusia minimal 21 tahun, berakal, dan adil.

Keabsahan calon suami juga didasarkan pada pengetahuan bahwa wanita yang akan dinikahi bukan merupakan perempuan haram dinikahi karena hubungan darah, susuan, atau kemertuaan. Syarat menikah sendiri telah dituliskan dalam ajaran agama Islam sebagai syarat utama menuju pelaminan.

  • "فَصْلٌ: فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا. " أَرْكَانُهُ " خَمْسَةٌ " زَوْجٌ وَزَوْجَةٌ وَوَلِيٌّ وَشَاهِدَانِ وَصِيغَةٌ
  • Artinya: Pasal tentang rukun-rukun nikah dan lainnya. Rukun-rukun nikah ada lima, yakni mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua saksi, dan shighat. (tulis Imam Zakaria Al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab)" mengutip laman Nu Online.

Calon Istri: Harus Halal Dinikahi dan Sah Secara Syariat

Calon istri adalah wanita yang akan dinikahi secara sah menurut ketentuan syariat, dan harus dipastikan bukan termasuk dalam kategori wanita yang haram dinikahi, baik karena pertalian darah, susuan, atau pernikahan sebelumnya.

Wanita yang sah dinikahi harus diketahui secara pasti identitas dan statusnya, termasuk tidak dalam masa iddah atau masih terikat pernikahan dengan pihak lain. Selain itu, calon istri harus menyetujui pernikahan tersebut, karena dalam hukum Islam tidak diperbolehkan menikahi wanita dengan paksaan atau tanpa kerelaan.

Wali Nikah: Perwakilan Pihak Perempuan yang Sah

Wali adalah pihak laki-laki dari keluarga calon istri yang memiliki kewenangan menikahkan perempuan dalam akad nikah, dengan urutan keutamaan dimulai dari ayah kandung, kakek dari ayah, saudara laki-laki, hingga paman dari jalur ayah.

Jika tidak ada wali nasab, maka pernikahan bisa dilakukan oleh wali hakim yang ditunjuk oleh negara melalui Kepala KUA, dan berlaku jika wali nasab tidak diketahui, sedang dalam tahanan, tidak Islam, adhal (menghalangi), atau wali adalah mempelai itu sendiri.

Wali juga bisa mewakilkan kepada penghulu atau pihak lain yang memenuhi syarat dengan membuat surat taukil wali, yang wajib disaksikan oleh dua orang dan diketahui Kepala KUA setempat.

Dua Orang Saksi: Penguat Keabsahan Akad Nikah

Akad nikah harus disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki yang memenuhi syarat Islam, baligh, berakal, merdeka, dan adil, sebagai penguat bahwa pernikahan terjadi dengan sah dan tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Kehadiran dua saksi ini bersifat wajib dalam prosesi ijab kabul, dan keduanya harus dapat memahami prosesi pernikahan yang sedang berlangsung serta tidak memiliki cacat integritas. Tanpa kehadiran dua orang saksi yang sah, meskipun ada wali dan calon mempelai, maka akad nikah tidak dianggap sah secara syariat.

Ijab Kabul: Ucapan Saling Menerima Antara Wali dan Calon Suami

Ijab kabul adalah pernyataan saling menerima dalam akad nikah, yang diucapkan secara lisan oleh wali atau wakilnya sebagai pihak yang menikahkan, dan oleh calon suami atau wakilnya sebagai pihak yang menerima.

Ijab harus diucapkan lebih dulu oleh wali, kemudian diikuti dengan kabul oleh calon suami dalam satu majelis yang sama dan tidak terputus oleh percakapan lain. Redaksi ijab kabul harus jelas dan tegas, baik menggunakan bahasa Arab atau bahasa lain yang dipahami oleh kedua belah pihak, asalkan mencerminkan makna akad yang sah.

Contoh Ijab Kabul Nikah (Pernikahan)

  1. Ijab dari wali perempuan:
  • “Saya nikahkan engkau dengan putriku [nama perempuan], dengan mas kawin berupa [sebutkan mas kawin], tunai.”

       2. Kabul dari mempelai pria:

  • “Saya terima nikahnya [nama perempuan] dengan mas kawin tersebut, tunai, karena Allah Ta'ala.”

Atau bisa juga dengan bahasa Arab:

  • Ijab: "Ankahtuka wa zawwajtuka [nama perempuan] bimahrin [mas kawin] naqdon."
  • Kabul: "Qabiltu nikahahaa wa tazwijahaa bima dhakarta naqdon lillahi Ta’ala."

Pertanyaan dan Jawaban Seputar Rukun Nikah (People Also Ask – Google)

1. Apa saja lima rukun nikah dalam Islam?

Lima rukun nikah terdiri dari calon suami, calon istri, wali, dua saksi, dan ijab kabul.

2. Apa syarat sah seorang wali nikah?

Wali harus laki-laki, beragama Islam, baligh, berakal, dan adil serta berasal dari garis keturunan ayah calon istri.

3. Apakah pernikahan sah tanpa wali?

Tidak sah, kecuali jika wali tidak ada maka dapat digantikan oleh wali hakim dari KUA sesuai prosedur.

4. Apakah saksi nikah boleh perempuan?

Tidak boleh, saksi dalam akad nikah harus dua orang laki-laki Muslim yang baligh dan adil.

5. Bolehkah ijab kabul menggunakan bahasa Indonesia?

Boleh, selama redaksinya jelas dan mencerminkan makna akad pernikahan yang sah menurut hukum Islam.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |