Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan sebagian imam sholat yang selalu membaca Surah Al-Ikhlas dalam rakaat sholat fardhu acapkali menimbulkan tanda tanya. Sebagian jamaah merasa janggal, bahkan ada yang mengeluhkan bosan jika setiap kali sholat berjamaah, yang dibaca oleh imamnya hanyalah surah pendek itu.
Fenomena ini bukan hanya terjadi hari ini, tapi juga pernah terjadi di masa Rasulullah Muhammad SAW. Saat itulah Nabi menunjukkan sikap yang mendalam dan mengandung pelajaran bagi seluruh umat Islam.
Ulama muda Ustadz Adi Hidayat (UAH), dikutip melalui kanal YouTube @bhaktimuliasejahteravlog5655, menjelaskan riwayat menarik yang menyentuh persoalan tersebut. Riwayat ini menjawab langsung pertanyaan, bagaimana jika imam dalam sholat selalu membaca Surah Al-Ikhlas?
Dalam video penjelasannya, UAH menceritakan kisah sahabat Nabi SAW yang merasa bosan karena imam di masjid tempatnya sholat selalu membaca Surah Al-Ikhlas, tanpa pernah mengganti dengan surah lainnya.
Sahabat itu pun menyampaikan keluhannya kepada Rasulullah SAW. Ia mengungkapkan bahwa meskipun Al-Ikhlas adalah surat yang mulia, ia merasa kurang variasi dalam bacaan imam yang selalu sama setiap hari.
Nabi Muhammad SAW kemudian tidak langsung menghakimi atau membenarkan keluhan tersebut. Sebaliknya, beliau memilih untuk memanggil sang imam dan meminta klarifikasi secara langsung darinya.
"Ya Rasulullah, si fulan kalau ngimamin bacanya Al-Ikhlas terus, saya jadi bosan mendengarnya," demikian keluhan sahabat tersebut seperti dikutip oleh UAH.
Simak Video Pilihan Ini:
Viral!! Pemuda Pemalang Ngamuk ke Polisi Saat Ditilang, Ini Faktanya
Saat Rasulullah SAW Bertanya pada Imam Sholat, Ini Jawabannya
Nabi pun menanyakan langsung kepada imam tersebut: “Apa alasanmu membaca Al-Ikhlas terus-menerus dalam setiap rakaat?”
Sang imam menjawab dengan jujur dan penuh cinta kepada Allah: “Wahai Rasulullah, di dalam Surah Al-Ikhlas terdapat sifat-sifat Allah yang aku cintai. Karena itu, aku senang membacanya.”
Jawaban itu bukan sekadar pembelaan, tetapi lahir dari ketulusan hati yang menjadikan Al-Qur’an sebagai jalan untuk mencintai Tuhannya. Respons sang imam pun membuat Rasulullah SAW tersenyum dan menyampaikan wahyu yang begitu menyentuh hati.
UAH mengutip sabda Rasulullah: “Karena ia mencintai-Ku melalui sifat-sifat-Ku dalam Surah Al-Ikhlas, maka sampaikan kepadanya bahwa Aku pun mencintainya.”
Pesan tersebut menunjukkan bahwa cinta kepada Allah yang diungkapkan melalui pengulangan bacaan Al-Ikhlas ternyata bukan perkara sepele. Justru menjadi sebab datangnya cinta Allah kepada hamba-Nya.
Dalam Islam, kecintaan terhadap Surah Al-Ikhlas bukan hanya karena singkatnya, melainkan karena kandungannya yang padat dan mengandung inti tauhid: menegaskan keesaan Allah secara absolut, tanpa sekutu dan tanpa bandingan.
Surah Al-Ikhlas adalah ringkasan dari seluruh konsep keimanan dalam Islam. Maka tak heran bila Rasulullah SAW sendiri menyebutnya senilai dengan sepertiga Al-Qur’an.
Pelajaran Mendalam dari Respons Rasulullah
Kisah ini juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan ruang bagi ragam praktik ibadah selama masih berada dalam koridor yang benar. Tidak ada celaan dari beliau terhadap bacaan yang diulang-ulang selama didasari kecintaan dan pemahaman yang tulus.
UAH menegaskan bahwa imam tersebut bukan berarti tidak hafal surat lainnya. Justru menurut UAH, sang imam diketahui hafal Surah Al-Baqarah, Ali Imran, dan surat-surat lainnya dalam Al-Qur’an.
“Sejak saat itu, dia tetap konsisten membaca Al-Ikhlas, tapi bukan berarti dia hanya hafal surat itu saja, ia hafal Al baqarah dan juga Ali Imron serta surah lainnya,” jelas UAH. Ini menunjukkan bahwa ibadah yang berulang tak selalu berarti keterbatasan, tetapi bisa jadi karena cinta yang dalam.
Pelajaran besar dari kisah ini adalah pentingnya memahami makna ibadah, bukan sekadar bentuknya. Keikhlasan dan kedekatan kepada Allah menjadi ukuran utama, bukan panjang atau pendeknya bacaan.
Jamaah yang merasa bosan pun bisa mengambil pelajaran dari respon Nabi SAW. Sebaiknya bukan langsung menghakimi, tapi mencari tahu alasan di balik pilihan imam, karena bisa jadi itu lahir dari cinta yang tulus.
Nabi Muhammad SAW tidak hanya menyampaikan hukum, tetapi juga mendidik umatnya agar bijak dalam menyikapi keragaman praktik ibadah. Sikap beliau penuh kasih, dialogis, dan membuka ruang klarifikasi.
Melalui kisah ini, umat Islam diajak untuk menilai ibadah bukan hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi rasa. Cinta kepada Allah dan Al-Qur’an dapat diekspresikan dalam banyak bentuk, termasuk lewat pilihan bacaan sholat.
Akhirnya, jika hari ini kita menemukan imam yang membaca Al-Ikhlas terus-menerus dalam sholat, jangan buru-buru menilai negatif. Bisa jadi, itu adalah bentuk cintanya kepada Allah — dan cinta yang seperti itu, menurut Rasulullah SAW, akan dibalas cinta oleh Allah. Wallahu a’lam.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul