Liputan6.com, Jakarta - Ketika seorang anak hendak merantau, terkadang ada pesan mendalam yang disampaikan oleh orangtuanya. Salah satu yang cukup sering terjadi adalah wasiat agar sang anak kelak menjadi imam sholat jenazah jika orangtuanya wafat.
Pertanyaan tentang hal ini disampaikan kepada pendakwah kharismatik KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya dalam sebuah kajian. Seorang penanya menceritakan bahwa ia mendapat wasiat dari ayahnya untuk menjadi imam saat sholat jenazah jika kelak sang ayah meninggal dunia.
Namun, dalam perjalanannya merantau, bisa saja situasi tidak memungkinkan untuk kembali tepat waktu. Lantas, bagaimana jika anak tersebut tidak bisa pulang saat waktu pemakaman tiba? Apakah ia berdosa bila tidak bisa melaksanakan wasiat itu?
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @buyayahyaofficial, Pengasuh LPD Al Bahjah ini menjawab dengan penuh ketenangan. Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya, seorang anak laki-laki memang lebih berhak menjadi imam dalam sholat jenazah orang tuanya, tanpa perlu ada wasiat sekalipun.
“Tanpa ada wasiat pun, memang seperti itu. Seorang anak laki-laki lebih utama untuk menjadi imam jenazah ayahnya,” tutur Buya Yahya. Ini adalah adab dan keutamaan dalam Islam.
Namun, Buya juga menekankan bahwa keutamaan tersebut berada dalam batas kemampuan seseorang. Jika anak itu tidak bisa pulang, maka tidak mengapa bila sholat jenazah dipimpin oleh orang lain yang hadir.
“Permintaan atau wasiat seperti itu tetap berada dalam lingkaran kemampuan. Kalau memang tidak mampu, ya sudah, serahkan kepada yang lainnya,” jelas Buya Yahya.
Menurut Buya, Islam tidak membebani seseorang di luar batas kesanggupannya. Allah SWT Maha Tahu kondisi setiap hamba-Nya, termasuk ketidaksanggupan karena jarak atau waktu.
Simak Video Pilihan Ini:
Pengasuh dan Santri Ponpes di Cilacap Tolak People Power
Tak Ikuti Wasiat Tak Berdosa
“Tidak semua permintaan harus dipaksakan. Jangan sampai merasa berdosa hanya karena tidak bisa pulang. Bisa jadi jenazah sudah keburu dikuburkan,” ujarnya.
Dalam kondisi seperti itu, Buya menyarankan agar anak yang berada jauh cukup melakukan sholat ghaib. Sholat ini sah dilakukan bagi orang yang tidak hadir saat jenazah disholatkan.
“Kalau lokasinya jauh, maka bisa dengan sholat ghaib saja. Tidak ada masalah,” terang Buya. Islam memberikan solusi yang memudahkan, bukan menyulitkan.
Buya juga mengingatkan bahwa kesalahan justru terjadi jika anak yang hadir di depan jenazah malah menolak jadi imam. “Ini yang aneh,” kata Buya. Jika sudah hadir, maka sangat dianjurkan baginya untuk maju menjadi imam.
Namun, kalau memang tidak mampu karena tidak memiliki ilmu atau keberanian, maka boleh menyerahkan tugas imam kepada orang lain yang lebih mampu.
Intinya, menurut Buya, keutamaan menjadi imam sholat jenazah itu berlaku tanpa harus ada wasiat. Jadi, wasiat semacam itu tidak menciptakan kewajiban baru di luar aturan Islam.
Yang terpenting adalah melaksanakan apa yang mampu dilakukan. Kalau bisa pulang dan hadir tepat waktu, maka menjadi imam adalah anjuran. Tapi kalau tidak bisa, tidak ada dosa.
Ajakan Buya Yahya, Agar Tak Terbebani
Buya mengajak umat untuk tidak terbebani oleh perasaan bersalah secara berlebihan. Selama niat dan doa tetap ada, Allah SWT pasti Maha Mengerti.
Dalam Islam, niat tulus dan usaha maksimal sudah sangat berarti. Bahkan doa dari kejauhan pun sampai kepada orang yang telah meninggal.
Sholat ghaib adalah bentuk kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya dari jarak jauh. Dan ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat menyolatkan raja Najasyi dari kejauhan.
Oleh karena itu, Buya menegaskan bahwa anak yang tidak mampu pulang tidak perlu memaksakan diri. Tidak perlu merasa bersalah, apalagi jika situasinya benar-benar di luar kendali.
Kesimpulannya, wasiat agar anak menjadi imam jenazah adalah hal yang baik, namun tidak menjadi kewajiban yang mutlak. Jika mampu, maka tunaikanlah. Tapi jika tidak, serahkan pada yang hadir dan sholat ghaib pun tetap sah.
Nasihat Buya ini memberi kelegaan dan menjawab kebingungan banyak orang yang mengalami hal serupa. Bahwa Islam hadir dengan rahmat, bukan beban.
Dalam penutupan ceramahnya, Buya mengingatkan agar yang terpenting adalah tetap mendoakan orang tua dengan sepenuh hati, baik hadir di depan jenazah maupun dari tempat yang jauh.
“Yang penting hatimu hadir, doamu tulus, dan namamu terus menyebut ayahmu dalam kebaikan,” kata Buya. Karena yang sampai ke alam kubur adalah doa, bukan jarak.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul