Liputan6.com, Cilacap - Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang menilai status dan martabat seseorang berdasarkan jabatan atau posisi yang dipegang. Bahkan kecerdasan dan kepintarannya membuat ia sombong. Namun, pandangan ini seringkali tidak sejalan dengan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya.
Dalam pandangan ulama yang merupakan santri kinasih Mbah Moen, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), status tertinggi manusia bukanlah tentang seberapa tinggi jabatan atau posisi yang dipegang dan seberapa banyak harta yang ia miliki.
Pandangan Gus Baha tentunya berbeda dengan pemahaman masyarakat pada umumnya yang masih menganggap bahwa tingginya status seseorang dinilai dari seberapa banyak harta dan jabatan yang melekat pada dirinya.
Jika demikian, lantas apa status tertinggi manusia itu? Simak ulasan Gus Baha berikut ini.
Simak Video Pilihan Ini:
Hubungan Terlarang Bapak-Anak di Balik Temua Tulang Belulang 4 Bayi di Purwokerto Banyumas
Allah Tidak Butuh Cerdas dan Pintarnya Manusia
Gus Baha menekankan bahwa kecerdasan dan kepintaran seseorang tidak memiliki nilai tambah bagi Allah SWT. Bagi Allah cerdas dan pintar atau sebaliknya sama-sama tidak menguntungkan Allah SWT.
Ia menyatakan bahwa Allah tidak membutuhkan kecerdasan atau kepintaran manusia, karena Allah Maha Kuasa dan Maha Tahu segalanya.
“Cerdasnya kamu, pintarnya kamu itu tidak menguntungkan Allah SWT,” paparnya dikutip dari tayangan YouTube Short @DakwahMuslimah131, Minggu (13/07/25).
“Karena Allah itu tidak butuh pintar kamu, cerdas kamu,” sambungnya.
Status Tertinggi Manusia
Gus Baha menyampaikan bahwa kecerdasan dan kepintaran seseorang seharusnya tidak membuat mereka sombong atau merasa lebih baik dari orang lain, karena pada akhirnya yang penting di sisi Allah adalah keimanan dan amal sholeh seseorang.
Pernyataan Gus Baha ini mengingatkan kita untuk tidak terlalu fokus pada kecerdasan dan kepintaran duniawi, melainkan untuk memperbanyak amal saleh dan meningkatkan keimanan kepada Allah SWT sebab menurutnya status tertinggi manusia ialah sifat kehambaan.
“Allah hanya butuh mental ubudiah kamu. Makanya Allah mensifati nabinya hanya subhanalladzi asro biabdihi. Karena status tertinggi manusia adalah sifat kehambaan," pungkasnya.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul