Liputan6.com, Jakarta Puasa tidak hanya soal menahan lapar dan dahaga, tapi juga menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan ibadah. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah ngupil membatalkan puasa, terutama saat dilakukan secara tidak sengaja.
Meski terdengar sepele, tindakan mengorek hidung perlu dipahami dalam konteks hukum fiqih. Pemahaman tentang apakah ngupil membatalkan puasa penting agar tidak menimbulkan keraguan selama menjalankan ibadah.
Oleh karena itu, mengetahui tentang hukum apakah ngupil membatalkan puasa membantu umat Muslim lebih tenang dan yakin dalam menjaga kesucian puasanya sehari penuh.
Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang apakah ngupil membatalkan puasa, Selasa (15/7/2025).
Pandangan Umum Ulama dan Batasan Ngupil yang Membatalkan Puasa
Mengutip buku berjudul Keistimewaan Puasa Menurut Syariat & Kedokteran oleh Syeikh Mutawalli SyaÕ Rawi dijelaskan puasa (syiaam) secara bahasa adalah menahan (imsaak). Syiaam berasal dari kata 'shaama' yang artinya 'amsaka' (menahan).
Puasa (syiaam) secara istilah adalah menahan dari sesuatu yang khusus (misalnya, menahan dari makanan, minuman, dan berhubungan badan) dan dilakukan dengan niat puasa. Jika seorang menahan diri dari berbicara, maka dia dikatakan 'orang yang berpuasa' (sha'im). Karena, puasa secara bahasa adalah menahan diri.
Dalam Islam, tindakan mengupil atau membersihkan kotoran hidung dengan jari secara umum tidak membatalkan puasa, selama tidak melampaui batasan tertentu. Para ulama sepakat bahwa hal-hal yang membatalkan puasa berkaitan dengan masuknya benda secara sengaja ke dalam rongga tubuh melalui lubang-lubang terbuka, seperti mulut, hidung, atau telinga.
Namun, perlu diketahui bahwa ngupil hanya berpotensi membatalkan puasa jika jari atau benda yang digunakan masuk terlalu dalam hingga mencapai bagian dalam rongga hidung (khaisyam). Ini adalah area yang apabila tersentuh dapat menyebabkan refleks tubuh seperti keluarnya air mata. Beberapa ulama menetapkan bahwa jika benda yang masuk melewati batas batang hidung dan membawa sesuatu hingga ke bagian terdalam, maka puasanya bisa dianggap batal.
Selama aktivitas mengupil hanya terbatas pada bagian luar atau tepi lubang hidung, dan tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam rongga tubuh secara signifikan, maka puasanya tetap sah.
Meski begitu, dalam kondisi ragu atau jika aktivitas tersebut dilakukan berlebihan hingga menimbulkan risiko, dianjurkan untuk bersikap hati-hati. Sebagian ulama bahkan menyarankan untuk mengganti puasa (qadha) sebagai bentuk kehati-hatian, terutama jika seseorang merasa ragu apakah ngupil membatalkan puasa dalam kasusnya.
Ulama kontemporer seperti Prof. Quraish Shihab juga menegaskan bahwa ngupil tidak membatalkan puasa, sebagaimana halnya mengorek telinga. Menurutnya, selama tidak ada benda yang masuk jauh ke dalam tubuh dan dilakukan dengan niat membersihkan, maka puasa tetap sah. Pendapat ini memperkuat pandangan mayoritas ulama klasik yang lebih menekankan pada niat dan masuknya zat ke dalam tubuh sebagai faktor utama pembatal puasa.
Pendapat Berbagai Mazhab Fikih tentang Ngupil Saat Puasa
Masalah apakah ngupil membatalkan puasa memang tampak sederhana, namun tetap menjadi perhatian dalam kajian fikih. Para ulama dari berbagai mazhab Islam memiliki pandangan yang sebagian besar serupa, yakni bahwa ngupil tidak membatalkan puasa selama tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam tenggorokan atau rongga tubuh bagian dalam.
1. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i, yang menjadi rujukan mayoritas Muslim Indonesia, menyatakan bahwa ngupil tidak membatalkan puasa, asalkan tidak ada benda atau zat yang masuk ke dalam jauf (rongga dalam tubuh), khususnya ke tenggorokan atau lambung.
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menegaskan bahwa membersihkan hidung dengan jari tidak membatalkan puasa selama tidak ada unsur yang tertelan atau masuk jauh ke dalam. Imam Al-Ghazali pun menyampaikan bahwa memasukkan sesuatu ke hidung atau telinga tidak membatalkan puasa karena kedua lubang tersebut bukan saluran makanan atau minuman.
2. Mazhab Hanafi
Menurut Mazhab Hanafi, ngupil juga tidak membatalkan puasa apabila tidak ada benda asing yang masuk hingga ke dalam tubuh. Namun, mazhab ini memberi perhatian khusus pada kondisi kotoran hidung. Jika seseorang secara tidak sengaja menelan kotoran hidung basah, puasanya tetap sah.
Tetapi jika seseorang dengan sengaja menelan kotoran kering, puasanya dianggap batal. Selain itu, jika seseorang memasukkan benda ke dalam hidung hingga mencapai tenggorokan dengan sengaja, maka puasanya menjadi tidak sah menurut mazhab ini.
3. Mazhab Maliki
Imam Malik dalam kitab Al-Mudawwanah menjelaskan bahwa memasukkan sesuatu ke dalam hidung, telinga, atau mata tidak membatalkan puasa, karena bukan termasuk jalur konsumsi utama. Dalam pandangan Mazhab Maliki, hanya sesuatu yang masuk melalui mulut dan sampai ke lambung yang bisa membatalkan puasa. Oleh karena itu, tindakan mengupil tidak membatalkan puasa kecuali jika benda yang dimasukkan secara sengaja melewati batas dan masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
4. Mazhab Hambali
Mazhab Hambali memiliki pandangan yang agak berbeda. Mereka berpendapat bahwa apa pun yang masuk ke dalam tubuh melalui lubang yang terbuka dan mencapai tenggorokan atau lambung, baik melalui mulut, hidung, telinga, atau lubang lainnya, dapat membatalkan puasa.
Namun, dalam konteks ngupil, Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni menyatakan bahwa memasukkan jari ke dalam hidung untuk membersihkan kotoran tidak membatalkan puasa selama tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam tenggorokan atau lambung. Jika ada kotoran hidung yang secara tidak sengaja tertelan, maka puasa tetap sah karena tidak ada unsur kesengajaan.
Mazhab Hambali juga mempertimbangkan unsur kesengajaan dan kadar yang masuk ke dalam tubuh. Jika sesuatu masuk ke dalam tubuh tanpa kesengajaan atau dalam jumlah yang sangat sedikit, maka puasa tidak batal.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Mengutip kajian yang dipublikasikan dalam Jurnal Studi Pemikiran, Riset dan Pengembangan Pendidikan Islam Vol. 3, No. 1, Januari 2015, ibadah puasa banyak mengandung aspek sosial, karena dengan lewat ibadah ini kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain.
Berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama, terdapat sejumlah perbuatan yang disepakati sebagai pembatal puasa. Kesepakatan ini merujuk pada sumber-sumber syar’i dan pemahaman yang diterima secara luas oleh para ulama lintas mazhab. Di antara hal-hal yang disepakati dapat membatalkan puasa adalah:
1. Makan dan minum dengan sengaja
Ini merupakan pembatal puasa yang paling jelas, karena secara langsung bertentangan dengan esensi puasa: menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
2. Melakukan hubungan suami istri (jima') di siang hari
Hubungan seksual saat berpuasa adalah pembatal puasa yang berat, bahkan disertai dengan kafarat (tebusan) khusus sebagaimana disebut dalam hadits shahih.
3. Muntah dengan sengaja
Apabila seseorang secara sengaja memasukkan jari atau benda lain untuk memuntahkan isi perut, maka puasanya batal. Namun jika muntah terjadi tanpa sengaja, maka puasanya tetap sah.
4. Haid dan nifas bagi wanita
Wanita yang mengalami haid atau nifas tidak sah puasanya, meskipun terjadi beberapa saat sebelum waktu berbuka. Mereka wajib mengganti puasa tersebut di hari lain.
Mengutip kajian yang dipublikasikan di Islamuna: Jurnal Studi Islam 2019, VOL. 6, NO. 2, dijelaskan secara bahasa, haid bermakna "mengalir". Secara istilah, haid adalah darah yang biasa keluar dari kemaluan perempuan yang telah berumur sembilan tahun dalam keadaan sehat dantidak dalam keadaan melahirkan. Dalam literatur fikih, ada empat macam darah perempuan, yaitu darah haid, darah nifas, darah wiladah, dan darah istihadah.
5. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang dapat mencapai lambung atau otak
Ini termasuk poin yang sering menjadi perdebatan, karena terkait aktivitas sehari-hari seperti membersihkan hidung, telinga, atau mengobati bagian tubuh tertentu.
Dalil hadis terkati masuknya sesuatu ke dalam tubuh, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا الْفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ
“Sesungguhnya (yang menyebabkan) berbuka puasa adalah apa yang masuk (ke dalam tubuh), bukan apa yang keluar.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Hadis ini menjadi landasan utama bagi para ulama dalam menetapkan bahwa yang membatalkan puasa adalah apa pun yang masuk ke dalam tubuh melalui jalan yang terbuka (seperti mulut, hidung, dan telinga) dan sampai ke jauf (rongga dalam tubuh). Dengan kata lain, mengeluarkan sesuatu seperti darah, muntah, atau kotoran tidak membatalkan puasa selama tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh.
Q & A Seputar Topik
Apakah ngupil saat berpuasa bisa membatalkan puasa?
Tidak, ngupil atau membersihkan hidung dengan jari tidak membatalkan puasa selama tidak ada sesuatu yang masuk ke dalam rongga tubuh bagian dalam (jauf), seperti tenggorokan atau lambung. Aktivitas ini dinilai sebagai tindakan mengeluarkan sesuatu, bukan memasukkan.
Ngupil bisa membatalkan puasa jika dilakukan secara berlebihan hingga jari masuk terlalu dalam ke rongga hidung bagian dalam (khaisyam), yang memungkinkan benda atau kotoran masuk dan menembus batas jauf. Hal ini dianggap sebagai memasukkan sesuatu ke tubuh melalui lubang terbuka.
Apa dalil yang menjadi dasar pembatalan puasa karena masuknya sesuatu ke dalam tubuh?
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya yang menyebabkan berbuka puasa adalah apa yang masuk, bukan apa yang keluar." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim). Dari hadis ini, ulama menyimpulkan bahwa yang membatalkan puasa adalah masuknya benda ke dalam tubuh, bukan aktivitas mengeluarkan kotoran seperti ngupil.
Bagaimana pendapat Mazhab Syafi’i tentang ngupil saat puasa?
Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa ngupil tidak membatalkan puasa selama tidak menyebabkan benda masuk ke dalam tubuh. Imam Nawawi menjelaskan bahwa selama tidak ada zat yang masuk ke tenggorokan atau jauf, maka puasanya tetap sah.
Apa sebaiknya dilakukan jika ragu apakah ngupil membatalkan puasa?
Jika timbul keraguan, sebaiknya berhati-hati dan tidak memasukkan jari terlalu dalam ke dalam hidung. Namun, selama tidak ada tanda-tanda masuknya sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja, puasa tetap sah dan tidak perlu diganti.