Zuhud Itu Bukan Miskin, Buya Yahya Ungkap Makna Sebenarnya

1 day ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang menyangka bahwa zuhud adalah menjauh dari dunia, hidup miskin, dan tidak memiliki apa-apa. Padahal, pemahaman ini keliru dan bisa menyesatkan cara pandang terhadap ajaran Islam.

Zuhud kerap disalahpahami sebagai pilihan hidup fakir, padahal Islam tidak pernah melarang umatnya menjadi kaya. Justru, kekayaan bisa menjadi alat untuk meraih kebajikan dan memperluas manfaat.

Pendakwah KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya menegaskan bahwa zuhud bukan berarti menolak dunia. Ia menyampaikan hal ini dalam sebuah sesi tanya jawab keislaman yang kini banyak dibahas masyarakat.

"Orang zuhud itu bukan orang yang tidak memiliki dunia. Oh, jangan salah paham," ujar Buya Yahya, menegaskan perbedaan antara hakikat zuhud dengan kemiskinan.

Ia menyebut bahwa banyak orang merasa dirinya zuhud hanya karena tidak punya harta. Padahal, zuhud bukan tentang kosongnya kepemilikan, melainkan bagaimana sikap hati terhadap kepemilikan tersebut.

“Bukan zuhud itu tidak memiliki sesuatu, zuhud yang sesungguhnya adalah bagaimana engkau tidak dikuasai oleh apapun,” lanjut Buya Yahya dalam tayangan video yang dinukil dari  kanal YouTube @SahabatBuyaYahyaOfficial.

Dalam video itu, ia menguraikan makna zuhud dengan bahasa yang ringan namun tajam.

Simak Video Pilihan Ini:

Detik-Detik Menegangkan Kelahiran Bayi Kembar 3 di Cilacap

Jangan Salah Paham dengan Istilah Ini

Dalam penjelasannya, Buya Yahya mengajak umat Islam agar tidak salah dalam memahami istilah-istilah penting dalam agama. Termasuk zuhud yang justru sangat penting dalam membentuk akhlak.

Zuhud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan sebagai sikap meninggalkan keduniawian atau hidup dalam pertapaan. Namun makna dalam syariat Islam lebih kompleks dan halus.

Zuhud dalam perspektif syariat bukan berarti tidak memiliki harta, tapi tidak diperbudak oleh harta. Ini adalah tentang bagaimana hati seseorang tidak bergantung pada hal duniawi, meskipun ia memilikinya.

Buya Yahya memberi gambaran bahwa seorang muslim bisa saja memiliki rumah megah, mobil mewah, dan harta yang melimpah, namun tetap zuhud jika hatinya tidak tertawan oleh semua itu.

“Boleh punya dunia, tapi jangan sampai dunia menguasai hati kita,” ujarnya menekankan.

Kesederhanaan hidup memang kerap menjadi simbol zuhud, tetapi itu hanyalah bentuk lahiriah. Inti dari zuhud adalah kebersihan hati dari cinta dunia yang berlebihan.

Dalam Islam, dunia hanya tempat persinggahan. Maka, zuhud menjadi sikap sadar bahwa tujuan utama seorang hamba adalah akhirat, bukan kenikmatan yang fana.

Zuhud Itu Soal Isi Hati

Buya Yahya mencontohkan, seseorang yang berharta namun tetap ringan tangan dalam bersedekah, tidak sombong, dan hatinya selalu terikat pada ridha Allah, bisa lebih zuhud dibanding orang yang miskin namun iri dan mengeluh.

“Zuhud bukan soal penampilan, tapi tentang isi hati dan tujuan hidup,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah Islam, para sahabat Rasulullah banyak yang kaya, namun tetap zuhud karena mereka menjadikan hartanya sebagai sarana ibadah.

Zuhud bukan alasan untuk malas bekerja atau menjauhi tanggung jawab duniawi. Justru, dengan zuhud, seseorang bisa bekerja keras tanpa diperbudak ambisi dunia.

Makna zuhud juga berkaitan erat dengan keikhlasan. Seseorang yang zuhud tidak menjadikan dunia sebagai orientasi utama, tapi tetap bersyukur dan menggunakan nikmat dunia secara bijak.

Buya Yahya mengajak umat Islam agar senantiasa menata hati. Dunia boleh dimiliki, tapi jangan sampai mencuri orientasi akhirat.

Dengan memahami zuhud secara benar, umat Islam bisa menjalani hidup seimbang: bekerja, berkarya, namun tetap menjaga arah hati kepada Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |