Liputan6.com, Jakarta - Tak banyak pendakwah yang secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap bayaran dalam aktivitas dakwah. Namun, Ustadz Adi Hidayat (UAH) justru secara tegas menyampaikan bahwa ia tak pernah mau menerima imbalan dalam bentuk apa pun saat menyampaikan ajaran Islam.
Pernyataan ini disampaikan UAH dalam sebuah ceramah yang menggugah hati. Ia menyebut bahwa keikhlasan menjadi pondasi utama dalam berdakwah, bukan popularitas atau materi duniawi yang menggiurkan.
Dalam ceramahnya, UAH menyampaikan kekhawatiran besar terhadap nasib para dai, ustadz, dan kiai di akhirat kelak. Ia mengingatkan bahwa tiga golongan pertama yang akan dihisab pada hari kiamat adalah para pengajar agama.
Mereka yang tampak saleh di dunia, kata UAH, belum tentu akan selamat jika niat mereka dalam berdakwah tidak murni karena Allah. Justru kelompok inilah yang pertama kali akan ditanya tentang keikhlasannya saat berdakwah.
Ustadz Adi Hidayat merupakan ulama pendakwah dari Muhammadiyah yang dikenal konsisten dalam menjaga nilai keilmuan dan integritasnya dalam berdakwah.
Simak Video Pilihan Ini:
Polantas Pemalang Blusukan ke Perkampungan, Distribusi Bersih
UAH Menghindari Amplop
Dirangkum Senin (07/07/2025) dari tayangan video di kanal YouTube @islamirepost9988, UAH menjelaskan bahwa dirinya selalu menghindari amplop atau bentuk bayaran lainnya saat berdakwah.
Dalam penjelasannya, UAH menyampaikan bahwa Allah akan membongkar semua niat yang tersembunyi, termasuk ambisi terhadap popularitas dan kekayaan yang dilakukan atas nama dakwah.
Ia menggunakan istilah “kadzab” untuk menggambarkan orang yang berdusta secara terus-menerus, berbeda dengan “kadhib” yang berdusta hanya satu kali. Menurutnya, dai yang gila pujian dan harta termasuk dalam golongan tersebut.
UAH menuturkan bahwa banyak yang datang berdakwah bukan murni karena Allah, tapi demi kepentingan pribadi. “Ternyata dibuka filenya, ditampakkan kamu itu ternyata gila popularitas, hanya mencari materi dunia,” katanya dengan nada serius.
Karena itulah, UAH selalu mengingatkan panitia atau jemaah yang mengundangnya untuk tidak memberinya amplop. Jika tetap diberikan, ia akan mengembalikan isinya sebagai bentuk komitmen menjaga hisabnya di hadapan Allah SWT.
“Kalau saya ke sini, jangan pernah berikan saya amplop. Jangan berikan isinya pun. Saya akan kembalikan,” ujar UAH, yang disambut keheningan penuh haru oleh para pendengarnya.
UAH Siap Beli Tiket Sendiri
Menurutnya, dalam konteks dakwah, keluarga pun tidak boleh dijadikan tempat untuk meminta imbalan. Bagi UAH, itu hal yang mustahil. “Anda undang saya, jangan pikirkan apapun,” ujarnya lagi.
Jika memang ada kebutuhan perjalanan, ia pun menyatakan siap membeli tiket sendiri, berangkat dengan biaya pribadi, dan tidak mengharapkan fasilitas khusus dari pihak manapun.
Langkah ini, kata UAH, semata-mata agar hisabnya di akhirat kelak menjadi lebih ringan. Ia ingin agar tidak ada beban duniawi yang menempel pada amal dakwah yang dilakukan selama hidup.
UAH juga meyakini bahwa dengan menjaga keikhlasan, Allah akan mencukupi segala kebutuhan hidupnya tanpa harus menggadaikan nilai-nilai dakwah untuk materi.
Sikap ini, menurutnya, harus menjadi pengingat bagi para pendakwah agar tidak terjebak dalam jebakan dunia yang kerap menyamar sebagai peluang dakwah.
Dengan suara yang tegas namun penuh harap, UAH menutup pernyataannya dengan kalimat yang menohok, “Insyaallah, Allah cukupkan.”
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul