Ajaran Moh Limo Sunan Ampel, Filosofi dan Relevansinya Dulu hingga Sekarang

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Ajaran Moh Limo Sunan Ampel merupakan salah satu warisan spiritual dan kebudayaan penting yang berasal dari salah satu dari Walisongo yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Moh Limo adalah lima prinsip utama sebagai pedoman hidup bagi masyarakat agar dapat menjalani kehidupan yang harmonis, bermanfaat, serta dekat dengan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal.

Ajaran Moh Limo Sunan Ampel bertujuan untuk membentuk karakter manusia yang berbudi pekerti luhur, disiplin, serta mampu menjaga hubungan sosial dan spiritual secara seimbang. Merujuk Buku Sejarah Wali Songo oleh Zulham Farobi, kelima unsur dalam Moh Limo tersebut adalah: Moh (menahan diri), Limo (lima) yaitu menahan diri dari lima hal buruk, yaitu mabuk, madat (ketergantungan narkoba atau hal negatif lainnya), judi, zina, dan riba.

Setiap unsur tersebut mengandung makna mendalam yang tidak hanya melarang perilaku yang merusak diri sendiri dan orang lain, tetapi juga mendorong umat untuk hidup sehat, jujur, bertanggung jawab, dan berakhlak mulia.

Mengutip penjelasan Zulham Farobi dalam bukunya, Moh Limo Sunan Ampel adalah falsafah kehidupan yang mengajarkan agar umat Islam, terutama masyarakat Jawa, menjauhi lima perilaku buruk yang dapat merusak aqidah dan moralitas.

Kelima perkara dalam Moh Limo secara spesifik adalah sebagai berikut:

Promosi 1

1. Moh Main (Tidak Berjudi)

Moh main berarti menolak untuk berjudi karena perjudian menyebabkan kerugian moral dan materi, termasuk menimbulkan sifat boros, membuang waktu, permusuhan, dan ketidakteraturan dalam hidup. Dengan menjauhi judi, seseorang didorong untuk menjadi hemat, memanfaatkan waktu secara baik, dan menjaga kerukunan sosial.

2. Moh Ngumbih (Tidak Minum-minuman Keras/Mabuk-mabukan)

Moh ngumbih mengajarkan penolakan mengkonsumsi minuman keras yang memabukkan. Minuman keras merusak akal, menyebabkan hilangnya kontrol diri, memicu tindakan kriminal, dan membahayakan keselamatan jiwa. Dengan menjauhi minuman keras, seseorang melindungi akal sehat dan badan serta menghindari kematian suul khatimah.

3. Moh Madat (Tidak Menggunakan Narkotika atau Obat-obatan Terlarang)

Moh madat adalah penolakan terhadap narkoba dan zat adiktif yang membuat pemakainya malas dan kecanduan. Penggunaan narkoba dapat merusak kesehatan, menimbulkan kemalasan, dan menimbulkan tindakan kriminal yang mengancam stabilitas sosial dan negara.

4. Moh Maling (Tidak Mencuri)

Moh maling mengajak untuk tidak mengambil hak orang lain atau berbuat curang. Pencurian mengganggu ketertiban sosial, merusak hubungan antar manusia, dan menimbulkan kerugian materi serta rasa tidak aman dalam masyarakat.

5. Moh Madon (Tidak Berzina atau Tidak Melakukan Hubungan Bebas)

Moh madon melarang melakukan hubungan bebas di luar nikah. Pelanggaran ini dapat menodai kesucian diri, memutuskan nasab (keturunan yang jelas), dan menghilangkan kehormatan serta tanggung jawab keluarga. Prinsip ini menekankan pentingnya menjaga moral dan kehormatan individu serta keturunan.

Secara keseluruhan, Moh Limo adalah prinsip moral yang dibawakan oleh Sunan Ampel sebagai upaya perbaikan moral dan akhlak masyarakat Majapahit yang sedang mengalami kemerosotan akibat praktik judi, mabuk-mabukan, pencurian, narkoba, dan perzinahan.

Ajaran ini memberikan pedoman praktis agar umat Islam hidup sehat, bertanggung jawab, dan harmonis serta sesuai dengan syariat Islam. Dengan menerapkan Moh Limo, masyarakat diajak untuk menjaga hubungan baik dengan diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan.

Moh Limo dalam Perspektif Islam

Merujuk jurnal Pesan Moral pada Falsafah Moh Limo Sunan Ampel dalam Buku Menjadi Pribadi NU Ideal', karya Raden Muhamad Mukhtar Ghozali, dkk, lalam perspektif Islam, Moh Limo Sunan Ampel sangat kuat dan mendasar karena Moh Limo merupakan bentuk konkret penerapan nilai-nilai moral dan etika Islam yang dirumuskan untuk memperbaiki moralitas masyarakat, khususnya pada masa akhir Majapahit yang mengalami dekadensi moral.

"Lima larangan dalam Moh Limo..., merupakan pantangan yang secara eksplisit dilarang dan termasuk dosa besar menurut syariat Islam," jelas Mukhtar Ghozali, dikutip dari e-journal ibrahimy.

Secara lebih spesifik, setiap poin dalam Moh Limo selaras dengan perintah dan larangan dalam Al-Qur'an dan Hadis.

1. Moh main (larangan berjudi) sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Ma'idah ayat 90 yang melarang berjudi karena termasuk perbuatan syaitan.

2. Moh ngumbih (larangan minuman keras) juga tegas dilarang dalam Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ma'idah ayat 90 serta QS. An-Nahl ayat 67 yang menyebutkan dampak buruk minuman keras terhadap akal dan tanggung jawab moral.

3. Moh madat (larangan narkotika dan zat adiktif) sejalan dengan prinsip menjaga diri dari hal-hal yang memabukkan dan dapat merusak akal, tubuh, serta menjauhkan seseorang dari tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah.

4. Moh maling (larangan mencuri) ditegaskan dalam Al-Qur'an, misalnya QS. Al-Ma'idah ayat 38 dengan sanksi tegas terhadap pencuri.

5. Moh madon (larangan zina) sangat ditekankan dalam Islam untuk menjaga kesucian diri, menjaga nasab, serta mencegah kerusakan sosial, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra ayat 32 dan QS. An-Nur ayat 30.

Lebih daripada sekadar larangan, Moh Limo mengandung pesan moral yang bertujuan membentuk manusia yang tidak hanya taat hukum agama, tetapi juga memiliki kesadaran moral yang berasal dari suara hati yang sesuai dengan perintah Tuhan.

Sunan Ampel dengan falsafah ini berhasil mengakomodasi dan mengislamkan budaya lokal yang sebelumnya dipengaruhi oleh ritual Hindu Tantrik yang berlawanan dengan moral Islam, sehingga masyarakat Majapahit secara bertahap menerima Islam sebagai agama yang membawa kemaslahatan dan ketertiban sosial.

Oleh karena itu, falsafah Moh Limo bukan hanya relevan tetapi juga merupakan wujud nyata penerapan ajaran Islam dalam konteks budaya lokal untuk membangun masyarakat yang berakhlak mulia dan beriman.

Relevansi Ajaran Moh Limo di Awal Penyebaran Islam

Pandangan ulama mengenai Moh Limo Sunan Ampel sangat menekankan nilai moral dan etika Islam sebagai upaya perbaikan moralitas masyarakat, khususnya pada masa akhir kerajaan Majapahit yang mengalami kemerosotan budi pekerti. Moh Limo dianggap sebagai falsafah kehidupan yang mengajak umat Islam menjauhi lima perbuatan yang dilarang dalam Islam dan merupakan dosa besar,.

Ulama memandang Moh Limo sebagai prinsip moral praktis yang mampu memperbaiki perilaku sosial dan individu agar menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan taat pada ajaran Islam.

Dalam kajian yang termuat dalam buku Menjadi Pribadi NU Ideal karya H. Nur dan M. Syakur, diiungkapkan bahwa ajaran Moh Limo disukai karena sifatnya yang mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat itu.

Sunan Ampel menggunakan falsafah Moh Limo sebagai teknik dakwah untuk mengubah tingkah laku masyarakat dengan cara yang menyesuaikan kondisi sosial budaya lokal tanpa mengubah prinsip pokok ajaran Islam.

Dengan demikian, Moh Limo menjadi media yang efektif dalam menyebarkan Islam dan memperbaiki moral masyarakat Majapahit yang pada masa itu masih sangat dipengaruhi oleh ajaran Hindu Tantrik yang berlawanan dengan nilai-nilai Islam.

Ulama juga menekankan bahwa Moh Limo memiliki kedalaman makna filosofis yang berkaitan dengan kesadaran moral dan ketaatan kepada hukum Tuhan (tasawwur moral). Moh Limo dianggap bukan sekadar larangan, tetapi suatu sikap penolakan keras terhadap perbuatan dosa besar yang dapat menghancurkan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, dan Allah SWT.

Ajaran ini meliputi upaya menjaga akal sehat, kesucian diri, keadilan sosial, dan stabilitas komunitas. Oleh karena itu, pandangan ulama mengenai Moh Limo adalah sebagai warisan moral yang sangat relevan diterapkan tidak hanya di masa lalu tetapi juga di masa kini, khususnya dalam menjaga keutuhan nilai-nilai Islam nusantara dan moralitas umat.

Reaktualisasi Ajaran Moh Limo dalam Konteks Modern

Moh Limo Sunan Ampel juga relevan dengan konteks kekinian. Dalam jurnal Reaktualisasi Ajaran Walisongo dalam Pendidikan Islam di Era Perubahan" karya Rahmatullah dan Mohammad Yusuf Agung Subekti dijelaskan bahwa falsafah moh limo masih relevan diterapkan di zaman modern.

1. Relevansi Ajaran Moh Limo di Era Modern

Moh Limo yang berisi larangan terhadap judi, minuman keras, narkotika, mencuri, dan zina sangat relevan dalam menghadapi fenomena sosial negatif masa kini seperti judi online, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku seks bebas.Ajaran ini berperan sebagai pedoman moral dan etika untuk menjaga akhlak, kesehatan mental, fisik, dan ketertiban sosial.

2. Pendekatan Reaktualisasi dan Internalasi Nilai

Ajaran Moh Limo diaktualisasikan kembali dengan pendekatan internalisasi mendalam sehingga nilai moral mudah diterima dan dipraktikkan masyarakat modern.Sinkretisme antara nilai-nilai Islam dan budaya lokal memungkinkan ajaran tetap relevan dan tidak menimbulkan konflik budaya.Strategi dakwah menggunakan media seni tradisional seperti tembang dan wayang tetap menjadi metode efektif yang bisa disandingkan dengan media modern.

3. Peran Pendidikan Islam dalam Adaptasi Ajaran Moh Limo

Pendidikan Islam harus mengadopsi metode formal dan informal agar pengajaran Moh Limo dan nilai Walisongo bisa meresap di semua lapisan masyarakat.Kolaborasi antara pendidik, orang tua, tokoh budaya, dan pemerintah diperlukan untuk memperkuat pengamalan nilai Moh Limo.Pemanfaatan teknologi modern, seperti pembelajaran digital dan media sosial, dapat mendukung penyebaran nilai-nilai tersebut kepada generasi milenial dan generasi Z.

4. Konteks Sosial Budaya dan Filosofis

Ajaran Moh Limo merupakan hasil sinkretisasi budaya yang berhasil menggabungkan prinsip Islam dengan kearifan lokal, sehingga sangat cocok diaplikasikan di masyarakat nusantara yang majemuk.Nilai-nilai ini mendorong pembentukan karakter disiplin, bertanggung jawab, dan berkeadilan sosial.

5. Falsafah Moral

Moh Limo bukan hanya aturan normatif, tetapi falsafah moral yang efektif dan adaptif dalam membangun masyarakat yang sehat secara spiritual, mental, dan sosial.Reaktualisasi ajaran ini perlu terus dilakukan agar sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap menjadi pedoman hidup umat Islam, terutama dalam menghadapi tantangan era digital dan globalisasi.

Sekilas Sosok Sunan Ampel

Sunan Ampel merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Timur. Beliau lahir di Samarkand (sekarang wilayah Uzbekistan) pada tahun 1401 dan wafat pada tahun 1487 Masehi.

Setelah bermukim di Ampel Denta, Surabaya, Sunan Ampel dikenal sebagai pendidik, pendakwah, dan arsitek sosial yang berperan sentral dalam membentuk karakter individu dan masyarakat muslim yang berilmu dan berakhlak mulia.

Dalam menjalankan tugas dakwahnya, Sunan Ampel menggunakan sejumlah strategi yang inovatif dan adaptif terhadap konteks sosial budaya masyarakat Jawa pada masanya. Ia menekankan pembentukan individu dan keluarga yang Islami, menghargai hak orang lain, serta memberikan kebebasan berpikir dan berekspresi.

Pendidikan yang inklusif dengan pembukaan akses bagi semua kalangan menjadi konsep kuat yang ia terapkan. Lebih jauh lagi, Sunan Ampel mengintegrasikan ilmu syariat dan tasawuf dalam ajarannya, mengajak masyarakat untuk menyeimbangkan aspek ritual agama dengan kesadaran spiritual mendalam.

Pendekatan dakwahnya juga dicirikan oleh sikap sabar dan tidak mudah marah, serta dilengkapi dengan upaya mempererat tali silaturahmi melalui pernikahan dan hubungan kekerabatan. Salah satu inovasi pendidikan penting yang dikenalkan adalah pengembangan huruf Pegon, yaitu aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa, yang berfungsi sebagai media ajar dan komunikasi dakwah.

Salah satu warisan moral dan etika paling dikenal dari Sunan Ampel adalah ajaran "Moh Limo", yakni lima larangan utama yang menjadi pedoman perilaku masyarakat muslim: mohon madon (menjauhi zina), mohon main (tidak berjudi), mohon maling (tidak mencuri), mohon ngombe (tidak minum minuman keras), dan mohon madat (menolak narkotika). Ajaran ini berfungsi sebagai dasar etika untuk membangun masyarakat yang berakhlak dan berciri khas keislaman yang kuat.

Peninggalan fisik beliau sampai kini menjadi situs penting dan pusat ziarah, terutama Masjid Sunan Ampel di Surabaya yang merupakan landmark keagamaan, serta sumur dan masjid-masjid lain seperti Masjid Rahmat Kembang Kuning dan Masjid Jami Peneleh. Kawasan Kampung Arab di Surabaya juga menjadi bagian dari warisan sosial budaya yang berakar dari pengaruh Sunan Ampel.

Kontribusi Sunan Ampel dalam penyebaran Islam sangat besar, terutama karena pendekatannya yang mengedepankan dakwah damai dan adaptif melalui sinkretisme budaya. Ia mampu mengakomodasi nilai-nilai budaya Jawa tanpa menyingkirkan esensi ajaran Islam, sehingga penerimaan agama baru ini berlangsung secara alami dan luas.

Sunan Ampel juga dianggap sebagai tokoh yang membentuk masyarakat muslim yang toleran, terbuka, dan berpendidikan, sehingga perannya menjadi sangat strategis dalam sejarah Islamisasi Jawa dan menjadi figur panutan dalam perjalanan panjang perkembangan Islam di Nusantara.

People also Ask:

1. Apa ajaran Sunan Ampel?

Ajaran Sunan Ampel berfokus pada pengamalan ajaran Islam yang moderat, salah satunya melalui falsafah Moh Limo (menolak lima hal tercela) yang mencakup: moh mabuk (tidak mabuk), moh main (tidak berjudi), moh maling (tidak mencuri), moh madat (tidak menggunakan narkoba), dan moh madon (tidak berzina). Selain itu, ia juga mengajarkan ilmu syariat, tasawuf, dan hakikat, serta mengembangkan metode dakwah yang lembut dengan pendekatan budaya dan pendidikan.

2. Apa saja falsafah Moh Limo?

Falsafah Moh Limo di antaranya,

  • Moh Main (tidak mau berjudi)
  • Moh Ngombe (tidak mau minum arak atau mabuk-mabukan)
  • Moh Maling (tidak mau mencuri)
  • Moh Madat (tidak mau menghisap candu seperti narkoba, ganja, dan lain-lain)
  • Moh Madon (tidak mau berzina atau main perempuan yang bukan istrinya)

3. Ajaran yang paling terkenal dari Sunan Ampel disebut?

Ajaran Sunan Ampel yang paling terkenal adalah Falsafah Moh Limo, yang berarti "tidak mau melakukan lima hal". Ajaran ini merupakan larangan terhadap lima perbuatan tercela: berjudi (Moh Main), mabuk (Moh Mabuk/Moh Ngombe), mencuri (Moh Maling), memakai narkoba (Moh Madat), dan berzina (Moh Madon).

4. Apa saja 5 akar Usuluddin?

Lima Akar Ushuluddin. Fondasi keimanan dalam Islam Syiah; lima keyakinan utama: Tauhid (Keesaan Tuhan), Adalat (keadilan), kenabian, imamah, dan kebangkitan

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |