Puasa Weton dalam Perspektif Urf dan Hukum Islam

14 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Puasa Weton adalah salah satu tradisi puasa yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan hari kelahiran seseorang menurut kalender Jawa yang berputar selama 35 hari. Lazimnya, puasa ini dilakukan tepat ketika hari lahir seseorang yang bertepatan dengan hari pasarannya, misalnya Rabu Manis, karena dia lahir di hari Rabu pasaran Manis.

Puasa ini dilakukan oleh yang bersangkutan atau sering juga dipraktikkan oleh orang tuanya, jika si anak belum dewasa.

Mengutip Jurnal 'Tradisi Puasa Weton Pada Masyarakat Suku Jawa di Desa Bakaran Batu, Kec. Lubuk Pakam Deli Serdang' karya Sisca Oktasari dkk, weton berasal dari bahasa Jawa yang berarti hari kelahiran, yaitu kombinasi antara hari dan pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon).

Puasa ini merupakan warisan leluhur masyarakat Jawa dan dilakukan sebagai bentuk ibadah yang mengandung nilai spiritual dan budaya. Pelaksanaan Puasa Weton bukanlah ibadah wajib dalam Islam, namun merupakan amalan yang sarat makna kepercayaan dan tradisi.

Promosi 1

Tujuan Puasa Weton

Masih merujuk sumber yang sama, puasa Weton adalah tradisi puasa khas masyarakat Jawa yang mengandung makna religius dan kultural, berfungsi sebagai bentuk syukur dan pengikat hubungan manusia dengan Tuhan serta roh leluhur yang disebut Sedulur Papat. Adapun tujuan puasa weton adalah:

1. Sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah SWT atas lahirnya manusia ke dunia. Puasa ini merupakan cara untuk mensyukuri kehidupan yang diberikan oleh Tuhan

2. Sebagai bentuk mendekatkan dan mengakrabkan diri kepada Saudara Kembar halus atau roh halus yang dinamakan "Sedulur Papat Limo Pancer" yang menemani manusia sejak lahir. Ini bertujuan menjaga hubungan spiritual dan perlindungan dari leluhur.

3. Melestarikan dan menjaga warisan tradisi leluhur Jawa yang sudah turun-temurun dilaksanakan, agar nilai-nilai budaya tetap hidup dan diwariskan ke generasi berikutnya.

4. Memiliki tujuan spiritual untuk meningkatkan kesucian diri, memperkuat jiwa, peka terhadap firasat, dan memohon keberkahan serta kemudahan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Dalam praktiknya, puasa ini juga diiringi dengan ritual tertentu seperti memasak Bubur Merah Putih (simbol kelahiran dan kehidupan), mandi dengan Kembang Macan Kera (simbol penyucian diri), dan ditemani ibadah seperti shalat, tadarus, dan dzikir.

Ragam Puasa Weton

Terdapat beberapa jenis puasa weton yang biasa dilakukan dalam tradisi Jawa, yaitu:

1. Puasa Weton Satu Hari

Puasa ini dilakukan selama satu hari penuh, dimulai dari malam sebelum hari kelahiran hingga malam hari kelahiran yang sesungguhnya. Misalnya, jika weton seseorang jatuh pada Kamis Kliwon, maka puasa dimulai dari Rabu malam hingga Kamis malam.

2. Puasa Weton Tiga Hari

Disebut juga puasa apit weton, dilakukan selama 3 hari berturut-turut yaitu sehari sebelum hari kelahiran, pada hari kelahiran, dan sehari setelahnya. Puasa jenis ini dianggap memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar.

3. Puasa Weton Tujuh Hari

Puasa weton tujuh hari dilakukan selama seminggu penuh, dimulai 3 hari sebelum hari kelahiran hingga 3 hari setelahnya. Jenis puasa ini jarang dilakukan karena tingkat kesulitannya yang tinggi.

4. Puasa Weton Berulang

Puasa ini dilakukan setiap siklus weton selama periode tertentu, misalnya 7 kali berturut-turut. Setiap siklus weton berjarak 35 hari sekali dalam penanggalan Jawa.

Pemilihan jenis puasa weton biasanya disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan masing-masing individu. Semakin lama durasi puasa, diyakini semakin besar pula manfaat spiritual yang diperoleh.

Tata Cara Pelaksanaan Puasa Weton

Secara umum, pelaksanaan puasa weton sama dengan puasa wajib atau puasa sunnah sebagaimana ajaran Islam. Namun, ada beberapa praktik tradisi berbeda yang memperkaya puasa weton tersebut.

Berikut ini adalah tata cara puasa weton dengan berbagai tradisinya:

1. Persiapan Awal

Memasak dan menyediakan Bubur Merah Putih serta segelas air putih sebagai simbolitas. Bubur Merah Putih melambangkan kelahiran dan kehidupan manusia yang merupakan perpaduan dari ovum (ibu) dan sperma (ayah).

Bubur merah juga melambangkan keberanian, sedangkan bubur putih melambangkan kesucian diri. Air putih melambangkan kesucian diri untuk menghadap Sang Pencipta. Penyajian bubur dan air ini dahulu merupakan syarat wajib, kini lebih sebagai simbol dan pengingat makna tradisi.

2. Niat dan Doa

Mengucapkan Basmallah.

Mengucapkan niat puasa weton dengan bahasa Jawa: "Niat ingsun pasa ing dina kelahiran tanpa mangan tanpa ngombe kangge (sebutkan keinginan) kerono Allah Ta'ala."

Artinya: Aku berniat puasa hari kelahiran tanpa makan dan minum untuk (sebutkan tujuan) karena Allah Ta'ala. Setelah niat, dianjurkan membaca shalawat Nabi sebanyak tiga kali.

3. Waktu Pelaksanaan Puasa

Puasa dimulai dari fajar hingga terbenamnya matahari (Maghrib).

Namun di beberapa komunitas ada yang mempraktikan puasa 24 jam penuh. Sahur dilakukan pada sore hari sekitar pukul 17.00 atau 18.00 WIB. Berbuka puasa juga dilakukan pada waktu yang sama keesokan harinya, yaitu pukul 17.00 atau 18.00 WIB.

4. Ada yang mempraktikkan mandi besar (sunnah) di hari weton.

5. Ibadah dan refleksi setelah mandi.

6. Hari Pelaksanaan Puasa Weton dilaksanakan berdasarkan hari kelahiran seseorang menurut kalender Jawa yang mengombinasikan hari dan pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Ketika hari dan pasaran tersebut bertepatan, puasa Weton dilakukan.

Puasa Weton dalam Perspektif Urf dan Hukum Islam

Jurnal "Diskursus Puasa Weton Jawa dalam Perspektif ‘Urf" oleh Baedhowi dkk menyoroti puasa weton dalam perspektif urf (tradisi budaya) dan hukum Islam. Baedowi menyimpulkan dari perspektif ‘urf, puasa weton adalah tradisi yang sah dan diperbolehkan dalam Islam karena tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat, memiliki nilai spiritual positif, serta menjadi bagian dari pengakuan dan pelestarian budaya Jawa yang sudah berakulturasi dengan Islam.

1. Definisi dan Praktik Puasa Weton

Puasa Weton adalah tradisi berpuasa yang dilakukan oleh masyarakat Jawa berdasarkan hari kelahiran mereka menurut kalender Jawa, yang berulang setiap 35 hari sesuai hari pasaran (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing). Puasa ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam Al-Qur'an maupun Hadis, namun tetap dilaksanakan oleh masyarakat sebagai bagian dari warisan budaya dan spiritual.

2. Manfaat dan Makna Puasa Weton

Puasa weton diyakini memiliki berbagai manfaat, seperti meningkatkan kesehatan tubuh, sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT, sarana menahan diri dari hawa nafsu, dan memperkuat kesabaran dan spiritualitas. Amalan ini juga dipandang sebagai bentuk adaptasi budaya lokal yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan tradisi Jawa.

3. Pandangan Islam dan Hukum dalam Perspektif ‘Urf

Dalam perspektif ‘urf (adat kebiasaan yang diakui secara syar’i), puasa weton termasuk dalam kategori urf shahih, yaitu kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan norma pemerintah. Meskipun tidak ada dalil khusus yang mengatur puasa weton, ulama menilai tidak ada unsur maksiat atau niat yang buruk dalam praktik ini sehingga diperbolehkan.

Hal ini didukung oleh kaidah ushul fiqh bahwa adat yang tidak bertentangan dengan syariat dapat diterima sebagai hukum, serta prinsip al-umuru bimaqashidiha (segala sesuatu dinilai dari niatnya).

4. Akulturasi Budaya dan Islam

Puasa weton merupakan contoh akulturasi budaya antara tradisi lokal Jawa dan Islam yang masuk ke wilayah tersebut. Masyarakat Jawa muslim mempertahankan tradisi ini sebagai bagian dari identitas budaya sekaligus memaknainya dengan nilai-nilai keislaman, seperti rasa syukur dan pengendalian diri.

5. Status Hukum dan Kesesuaian dengan Islam

Puasa weton belum memiliki dasar eksplisit dalam nash Al-Qur'an maupun Hadis, namun dari sudut pandang hukum Islam berdasarkan ‘urf, amalan ini dibolehkan selama tidak melanggar larangan agama. Puasa ini bukan kewajiban, tetapi praktik sunnah yang bernilai positif secara spiritual dan sosial bagi pelakunya.

Puasa weton adalah bagian dari tradisi kecil (little tradition) menurut teori antropolog Robert Redfield, dalam buku Buku Peasant Society and Culture (1956), yaitu tradisi yang dipraktikkan mayoritas masyarakat tanpa kajian kritis yang mendalam. Akulturasi antara budaya Jawa dan Islam membuat tradisi ini tetap lestari di masyarakat. Puasa weton menjadi contoh bagaimana masyarakat menggabungkan budaya lokal dan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, dari perspektif ‘urf, puasa weton adalah tradisi yang sah dan diperbolehkan dalam Islam karena tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat, memiliki nilai spiritual positif, serta menjadi bagian dari pengakuan dan pelestarian budaya Jawa yang sudah berakulturasi dengan Islam.

Puasa Weton dalam Pandangan Islam

Masih merujuk sumber yang sama, puasa weton memiliki posisi unik dalam tradisi Islam. Puasa weton tidak memiliki dasar spesifik dalam Al-Qur'an maupun Hadis yang secara eksplisit mengaturnya.

Tidak ada dalil nash yang membolehkan maupun melarang secara langsung tradisi puasa ini. Namun, terkait prinsip ibadah puasa, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 35: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung."

Menurut Baedhowi, ayat ini menunjukan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah dan syukur. Puasa weton dinilai sebagai usaha untuk mendekatkan diri dan ungkapan syukur.

Nabi Muhammad SAW juga memberi teladan berpuasa pada hari Senin (hari kelahirannya) sebagaimana hadis dari Aisyah R.A., beliau berkata:"Aku bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa sehari pun selain Ramadan lebih banyak daripada yang engkau lakukan pada hari Senin.’ Beliau menjawab: ‘Hari itu adalah hari aku dilahirkan dan hari aku pertama kali diwahyukan kepadaku.’" (HR. Muslim).

Meskipun hadis ini menunjukkan pentingnya hari Senin bagi Nabi, ulama menegaskan bahwa ini tidak serta merta menjadi dalil bagi puasa khusus di hari kelahiran individu selain Nabi. Hal ini karena hadis tersebut menunjukkan korelasi langsung antara Nabi dengan hari kelahirannya, bukan sebagai preseden umum untuk seluruh umat Islam. Jadi, puasa hari lahir pribadi tidak memiliki dasar yang sama atau khusus seperti ini.

Rasulullah SAW juga bersabda bahwa semua amal diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, dan beliau suka amalnya ditampakkan saat berpuasa. Ini memberi contoh bahwa puasa pada hari kelahiran atau hari tertentu yang bermakna boleh dilakukan.

Kajian ushul fiqh menggunakan kaidah bahwa adat atau ‘urf yang tidak bertentangan dengan syariat boleh dijadikan hukum (urf shahih). Selain itu, kaidah "al-umuru bimaqashidiha" (setiap amalan tergantung niatnya) menekankan kesucian niat sebagai faktor penentu keabsahan suatu amalan.

Kesimpulannya, puasa weton termasuk dalam kategori urf shahih, yaitu tradisi atau kebiasaan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam atau aturan pemerintah serta tidak mengandung kemaksiatan. Meski tidak ada dalil khusus, puasa weton diperbolehkan selama niatnya baik, misalnya untuk syukur dan meningkatkan kesabaran, tanpa melakukan hal-hal yang diharamkan.

Makna Sosial dan Sipritual Puasa Weton

Tradisi ini dianggap sebagai bentuk akulturasi budaya Jawa dengan Islam, di mana nilai-nilai Islam seperti syukur dan pengendalian diri diintegrasikan ke dalam kebiasaan lokal. Praktik ini tidak wajib, melainkan sebagai amalan yang diperbolehkan atau ritual spiritual yang mendukung kehidupan keagamaan dan sosial masyarakat Jawa.

Puasa weton dipandang memiliki manfaat kesehatan, spiritual, dan sosial, serta menjadi salah satu cara masyarakat Jawa mempertahankan identitas budaya sekaligus nilai-nilai keislaman. Tradisi ini menjadi contoh bagaimana Islam di Indonesia tidak meniadakan tradisi lokal, melainkan mengintegrasikannya secara dinamis selama tidak bertentangan dengan prinsip Islam.

Jadi, meskipun puasa weton tidak memiliki dalil khusus dalam Al-Qur'an dan Hadis, ia diperbolehkan dalam Islam berdasarkan prinsip 'urf (adat/kebiasaan) yang sah menurut ushul fiqh selama tidak bertentangan dengan syariat dan niatnya baik. Puasa ini merupakan amalan yang mengandung nilai positif sebagai bentuk syukur dan latihan pengendalian diri dalam kerangka akulturasi budaya dan agama.

Ulama menggunakan kaidah ushul fiqh dan hadis terkait niat untuk menilai keabsahan puasa weton serta menegaskan bahwa tradisi ini termasuk urf shahih yang boleh dilestarikan.

Puasa Weton Menurut Buya Yahya

Pengaruh LPD Al-Bahjah, KH Yahya Zainul Maarif (Buya Yahya) menjelaskan bahwa puasa di hari kelahiran atau yang dikenal dengan puasa weton tidak memiliki dasar khusus dalam ajaran Islam. Namun begitu, seseorang boleh melakukan puasa sunnah mutlak pada hari kelahirannya asalkan hari tersebut bukan termasuk hari yang diharamkan untuk berpuasa seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Tasyrik.

"Misalnya Anda lahir hari Senin, Anda juga boleh puasa Senin seperti puasa sunnah biasa, tanpa mengaitkan khusus dengan hari kelahiran," kata Buya Yahya dikutip dari video ceramahnya di kanal Saya Islam.

Buya Yahya menegaskan bahwa mensyukuri karunia Allah atas kehidupan dan hari kelahiran sebaiknya diwujudkan dalam berbagai bentuk kebaikan dan ibadah, bukan hanya puasa semata. "Mensyukuri karunia Allah adalah dengan bermacam-macam kebaikan," ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar umat tidak meyakini adanya puasa sunnah khusus di hari kelahiran karena tidak ada dalil yang menyebutkan hal tersebut.  Namun, jika seseorang ingin berpuasa pada hari kelahirannya, maka itu diperbolehkan sebagai puasa sunnah biasa, selama tidak jatuh pada hari yang diharamkan berpuasa.

Dengan demikian, Buya Yahya menegaskan bahwa puasa weton adalah tradisi yang tidak memiliki dasar dalam Islam dan apa pun bentuk ibadah atau amalan di hari kelahiran sebaiknya dilakukan dengan pemahaman yang benar sesuai syariat.

Bagaimana agar Praktik Puasa Weton Tak Bertentangan dengan Ajaran Islam

Agar puasa weton tidak bertentangan dengan syariat Islam, beberapa hal penting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Niat yang Lurus dan Sesuai Islam

Puasa weton harus dilakukan dengan niat yang ikhlas hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan sebagai bentuk syukur, bukan untuk tujuan yang menyimpang seperti tahayul atau kepercayaan kepada hal-hal ghaib yang bertentangan dengan tauhid. Dalam Islam, niat adalah penentu sah tidaknya suatu ibadah. Oleh karena itu, niat puasa weton harus diselaraskan dengan nilai-nilai Islam.

2. Tidak Menganggap Puasa Weton Sebagai Puasa Sunnah Khusus

Puasa weton tidak boleh diyakini sebagai puasa sunnah yang khusus atau wajib dilakukan pada hari kelahiran. Ini sesuai dengan penjelasan Buya Yahya bahwa tidak ada puasa khusus di hari lahir menurut syariat Islam. Bila berpuasa, itu merupakan puasa sunnah mutlak yang boleh dilakukan kapan saja selama sesuai dengan ketentuan, bukan karena adanya perintah khusus puasa weton.

3. Menghindari Praktik yang Bertentangan dengan Islam

Selama pelaksanaan puasa weton, harus dijaga agar tidak terjadi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan Islam, seperti melakukan ritual yang bersifat syirik, perdukunan, atau mengharapkan berkah dari selain Allah. Hal ini menghindarkan puasa weton dari unsur-unsur yang dilarang.

4. Melaksanakan Puasa di Waktu yang Diperbolehkan Puasa

weton harus dijalankan pada hari-hari yang diperbolehkan untuk berpuasa menurut syariat Islam. Puasa tidak boleh dilakukan pada hari-hari yang diharamkan berpuasa seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Tasyrik (Tanggal 11-13 Dzulhijjah).

5. Memperkuat Ibadah dengan Amalan Islam Lainnya

Agar puasa weton bermakna, pelaksanaannya hendaknya disertai dengan amalan Islam lain seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an, dan sedekah. Ini sesuai dengan penghargaan Islam terhadap nilai ibadah yang komprehensif dan terpadu.

6. Mengedepankan Pemahaman ‘Urf dan Kaidah Ushul Fiqh

Dalam perspektif ushul fiqh, adat yang harmonis dengan syariat (urf shahih) dapat diterima. Oleh karena itu, praktik puasa weton harus diupayakan supaya selaras dengan prinsip-prinsip Islam dan tidak menyalahi ketentuan agama.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, puasa weton dapat dilakukan tanpa bertentangan dengan syariat Islam, menjadikannya sebagai amalan yang bernilai spiritual dan kultural dalam bingkai syariat agama.

People also Ask:

1. Kapan puasa weton dilakukan?

Puasa weton dilakukan pada hari kelahiran seseorang berdasarkan penanggalan Jawa, yaitu setiap 35 hari sekali saat hari kelahiran dan pasaran Jawa-nya bertemu kembali. Sebagai contoh, jika seseorang lahir pada hari Kamis Kliwon, maka ia akan berpuasa setiap kali hari Kamis Kliwon tiba.

Beberapa orang juga mempraktikkan puasa ini selama tiga hari berturut-turut: sehari sebelum hari kelahiran, pada hari kelahiran itu sendiri, dan sehari setelahnya.

2. Apa keistimewaan puasa weton kelahiran?

Kehebatan puasa weton terletak pada manfaat spiritual, mental, dan kesehatan, seperti meningkatkan kepekaan spiritual, menguatkan mental, membersihkan jiwa, dan menjaga kesehatan tubuh.

Bagi masyarakat Jawa, puasa weton juga dimaknai sebagai cara bersyukur atas kelahiran, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan meminta kelancaran rezeki atau terhindar dari hal-hal buruk.

3. Bolehkah puasa weton untuk diri sendiri?

"Puasa di hari kelahiran diri sendiri adalah sunnah bagi orang yang ingin berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan segala cara yang dibolehkan. Ini adalah pendapat sebagian ulama kami dan sebagian ulama salaf," (Al-Majmu', 6/399).

4. Bolehkah puasa weton dalam Islam?

Puasa weton boleh saja dilakukan, namun tidak disunnahkan secara khusus dalam Islam, sehingga tidak boleh diniatkan sebagai ibadah yang ada tuntunannya (seperti puasa sunnah). Anda bisa melaksanakannya dengan niat puasa mutlak atau kebiasaan, asalkan tidak dicampuri keyakinan yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |