Liputan6.com, Jakarta Dalam tradisi Islam, doa memiliki peran sentral, terutama dalam konteks kematian. Salah satu doa yang sering dipanjatkan adalah allahummaghfirlaha, sebuah permohonan ampunan khusus untuk jenazah perempuan. Doa ini menjadi bagian penting dalam prosesi pemakaman dan sebagai ungkapan penghormatan terakhir bagi muslimah yang telah berpulang.
Lafal allahummaghfirlaha memiliki arti mendalam, yaitu permohonan kepada Allah SWT agar mengampuni dosa-dosa almarhumah, merahmati, memberikan kesejahteraan, dan memaafkan segala kesalahannya. Doa ini juga seringkali dipanjatkan dengan harapan agar almarhumah ditempatkan di surga dan dilindungi dari siksa kubur.
Menurut Drs. Moh. Rifa’i dalam bukunya Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, penggunaan kata ganti “laha” (untuknya dalam bentuk perempuan) adalah bentuk ketepatan dalam penggunaan bahasa Arab sesuai jenis kelamin mayit. Hal ini penting dalam konteks hukum fiqih dan tata bahasa (nahwu) yang menjadi dasar bacaan doa.
Berikut Liputan6.com ulas lengkap tentang allahummaghfirlaha dan penjelasannya dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (10/7/2025).
Jasad kedua wanita pasien Covid-19 ini tertukar, salah satunya sempat dikubur. Beruntung keluarga menyadari kejadian ini, jenazah yang terlanjur dikuburkan pun dimandikan ulang, dan dimakamkan di wilayah yang berbeda.
Bacaan Allahummaghfirlaha untuk Doa Jenazah Perempuan Lengkap Arab dan Artinya
Dalam tradisi Islam, shalat jenazah merupakan bentuk penghormatan terakhir bagi seorang muslim yang wafat. Bagi jenazah perempuan, terdapat doa khusus yang dibaca setelah takbir ketiga dengan menggunakan kata ganti feminin, yaitu “laha” (لَهَا), yang berarti “untuknya” dalam bentuk perempuan.
1. Doa Versi Ringkas
Menurut Drs. Moh. Rifa’i dalam bukunya Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, doa yang dibaca setelah takbir ketiga adalah sebagai berikut:
Arab:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا
Latin:
Allāhummaghfir lahā warhamhā wa ‘āfihā wa‘fu ‘anhā
Terjemahan:
“Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia, sehatkanlah dia, dan maafkanlah kesalahannya.”
Doa ini adalah bentuk permohonan dasar kepada Allah untuk memberikan ampunan dan rahmat kepada jenazah perempuan. Kitab tersebut menjelaskan bahwa penggantian kata ganti “lahu” (untuk laki-laki) menjadi “laha” adalah bentuk ketepatan dalam penggunaan bahasa Arab sesuai jenis kelamin mayit. Hal ini penting dalam konteks hukum fiqih dan tata bahasa (nahwu) yang menjadi dasar bacaan doa.
2. Doa Panjang dan Makna Mendalam
Masih dalam buku Drs. Moh. Rifa’i, terdapat versi doa yang lebih panjang, mencakup lebih banyak permohonan kepada Allah SWT. Bacaan tersebut sebagai berikut:
Arab:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا، وَأَكْرِمْ نُزُلَهَا، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهَا، وَاغْسِلْهَا بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهَا مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهَا دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهَا، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا، وَأَدْخِلْهَا الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهَا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
Artinya: "Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, dan maafkanlah dia. Muliakanlah tempat tinggalnya, lapangkanlah tempat masuknya (kuburnya), mandikanlah dia dengan air, salju, dan embun. Bersihkanlah dia dari segala kesalahan sebagaimana kain putih dibersihkan dari kotoran. Gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangannya dengan pasangan yang lebih baik. Masukkanlah dia ke dalam surga. Lindungilah dia dari azab kubur dan azab neraka."
Maknanya sangat luas, mencakup permintaan agar:
- Dosa-dosa mayit diampuni,
- Dirinya dirahmati dan dibersihkan,
- Diberi tempat mulia di sisi Allah,
- Dimasukkan ke dalam surga,
- Dilindungi dari siksa kubur dan api neraka.
Doa ini berdasar pada hadits riwayat Imam Muslim dan menjadi standar dalam shalat jenazah menurut para ulama fiqih. Penjelasan lebih lanjut tentang redaksi ini juga disampaikan oleh Muhajir dan Abdul Gani Asykur dalam buku Kumpulan Risalah Bimbingan Sholat Lengkap (1989). Dalam buku ini, mereka menyebutkan bahwa doa setelah takbir ketiga adalah bagian paling penting, dan khusus untuk jenazah perempuan, wajib disesuaikan dengan kata ganti yang tepat.
Penggunaan Lafal Khusus Jenazah Perempuan
Penggunaan kata “laha” sebagai pengganti “lahu” dalam doa jenazah menunjukkan perhatian Islam terhadap ketepatan bahasa dalam ibadah. Hal ini ditegaskan oleh situs Suara Muhammadiyah yang menyatakan bahwa bentuk ini telah menjadi bagian dari ijma' ulama, terutama dalam mazhab Syafi’i yang dianut mayoritas Muslim Indonesia.
Penyesuaian ini bukan hanya persoalan tata bahasa, tetapi juga menunjukkan ketelitian dalam memuliakan jenazah sesuai syariat.
Keutamaan Mendoakan Jenazah
Dalam ajaran Islam, mendoakan jenazah bukan sekadar tradisi atau formalitas pemakaman, melainkan bagian dari ibadah yang memiliki keutamaan besar, sebagaimana ditegaskan dalam banyak dalil dan sumber klasik Islam.
1. Amal yang Berpahala Besar
Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang menshalatkan jenazah dan tidak ikut menguburkannya, maka ia mendapatkan pahala satu qirath. Dan barang siapa yang menshalatkannya lalu ikut menguburkannya, maka ia mendapat dua qirath."
(Diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 1325 dan Muslim no. 945)
Hadis ini menunjukkan bahwa mendoakan jenazah, khususnya melalui shalat jenazah, merupakan bentuk amal yang berpahala besar. Satu qirath menurut penjelasan Rasulullah SAW adalah sebesar gunung Uhud.
2. Fardhu Kifayah
Dalam Kitab Al-Majmu' karya Imam Nawawi (jilid 5, hal. 208), dijelaskan bahwa mendoakan jenazah adalah salah satu bentuk hak seorang muslim terhadap muslim lainnya. Bahkan, dalam madzhab Syafi'i, shalat jenazah dan doa di dalamnya menjadi fardhu kifayah, yaitu kewajiban kolektif yang harus ditunaikan oleh sebagian umat Islam.
Imam Nawawi menyebut:
"Mendoakan jenazah adalah inti dari shalat jenazah. Adapun membaca surat Al-Fatihah, shalawat, dan salam adalah penyempurna. Tetapi doa merupakan tujuan utama shalat jenazah."
Hal ini menegaskan bahwa doa menjadi ruh dalam pelaksanaan shalat jenazah, bukan sekadar bacaan pelengkap.
3. Meringankan Hisab di Akhirat
Dalam buku Ensiklopedi Jenazah karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Darul Haq, 2006), penulis menguraikan bahwa doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang hidup sangat bermanfaat bagi jenazah, terutama dalam mengurangi azab kubur dan meringankan hisab di akhirat.
Beliau menulis:
"Doa kaum muslimin yang tulus dan ikhlas kepada jenazah merupakan bentuk kasih sayang yang besar. Itulah yang membantu jenazah di alam kubur, sebagaimana sabda Nabi bahwa doa adalah senjata orang beriman."
4. Unsur Spiritual dan Sosial
Sebuah artikel dalam Jurnal Ilmu Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berjudul Konstruksi Doa untuk Jenazah dalam Tradisi Islam Nusantara (oleh Nur Ahmad, 2021) menyebutkan bahwa doa yang dibacakan untuk jenazah mengandung unsur spiritual sekaligus sosial.
Penelitian ini menyatakan bahwa:
"Doa untuk jenazah tidak hanya menyertakan harapan keselamatan bagi almarhum, tetapi juga memperkuat solidaritas umat Islam yang masih hidup. Tradisi ini berakar kuat pada teks-teks hadis dan praktik sahabat Nabi."
Hal ini memperkuat posisi doa jenazah sebagai penghubung ukhuwah antara yang hidup dan yang telah wafat.
5. Amalan Mulia
Dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali (jilid 4, bab tentang kematian), beliau menegaskan bahwa salah satu amalan paling mulia setelah kematian seseorang adalah doa orang-orang yang ditinggalkan.
Al-Ghazali menulis:
“Tidak ada hadiah yang lebih bermanfaat bagi mayit kecuali doa yang tulus dari orang-orang shalih.”
Tata Cara Merawat Orang Meninggal
Hukum Merawat Jenazah
Merawat jenazah meliputi memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan—disebut fardhu kifayah. Jika sebagian umat telah melaksanakannya, gugurlah kewajiban tersebut; tetapi jika tidak, maka semua orang berdosa
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah Jilid 2 dan Sulaiman Al‑Faifi dalam Al‑Wajiz fi Fiqh As‑Sunnah, keempat proses ini wajib dilakukan.
Tahap 1: Memandikan Jenazah (Ghusl Janazah)
Kitab sumber: Al‑Majmu‘ Syarh al‑Muhadhab dan rujukan madzhab Syafi‘i seperti dijelaskan di IKABA.
Prosedur:
- Niat untuk memandikan jenazah.
- Penyeimbangan dan pengikatan dagu agar mulut tetap rapat
- Membersihkan kotoran: pantat, mulut, hidung, dengan kain/sarung tangan
- Wudhu jenazah: tiga kali berkumur, istinsyaq, dan menegakkan posisi kepala agar air tidak masuk rongga
- Menggosok dan membasuh tubuh dengan air dan daun bidara (atau sabun, kapur barus) → minimal tiga kali, bilangan ganjil
- Bila jenazah hancur akibat kecelakaan, proses tetap dilakukan dengan cara syar'i
Tahap 2: Mengkafani Jenazah
Kitab sumber: Al‑Wajiz fi Fiqh As-Sunnah & Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah oleh Muhammad Nashiruddin al‑Albani.
Berikut ketentuannya:
- Jenazah dibungkus kain putih bersih.
- Untuk laki‑laki: minimal 3 lembar; perempuan: 5 lembar
- Dilarang memakai hiasan atau parfum sebelum penguburan.
- Sunnah menggunakan kain kafan orang wafat jika ada sisa harta mereka; jika tidak, keluarga wajib menyediakan
Tahap 3: Shalat Jenazah
Kitab: Panduan Memandikan dan Menguburkan Jenazah Abdul Waid & rujukan fiqih.
Hukum: fardhu kifayah.
- Dilaksanakan 4 takbir tanpa ruku’ dan sujud.
- Imam berdiri di belakang jenazah (perempuan di tengah)
- Dianjurkan segera disegerakan setelah pengafanan
Tahap 4: Penguburan Jenazah
Kitab: Fiqh Janaiz – Dialog Ilmu dan jurnal Syafii KASBANA.
Langkah-langkah:
- Gali liang kubur (lahad) dalam ~2 meter, lebar ~1 meter, dasar miring ke kiblat
- Masukkan jenazah miring ke kanan menghadap kiblat; kepala dari sisi kaki liang Lepas tali kafan, pipi kanan dan ujung kaki menyentuh tanah
- Tutup liang dengan papan/bambu sebelum timbun tanah.
- Bacakan “Bismillah wa ‘ala millati Rasulillah” saat meletakkan jenazah
- Timbunkan sedikit timbunan (~sejengkal) sebagai tanda; hindari makam mewah
- Disunahkan menaburkan pelepah atau bunga basah di atas makam.
Situasi Khusus
Dikecualikan dari prosedur: syuhada di jalan Allah, bayi meninggal saat lahir atau dalam kandungan
QnA Seputar Doa Allahummaghfirlaha
Q: Apa arti “Allahummaghfirlaha” dalam bahasa Indonesia?
A: “Allahummaghfirlaha” (اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا) berarti:
“Ya Allah, ampunilah dia (perempuan).”
Doa ini dipanjatkan untuk memohonkan ampunan kepada Allah bagi perempuan yang telah meninggal atau sedang sakit, dengan harapan Allah menghapuskan dosa-dosanya dan memberinya rahmat.
Q: Kenapa berbeda antara “Allahummaghfirlaha” dan “Allahummaghfirlahu”?
A: “Allahummaghfirlaha” digunakan untuk perempuan (karena “laha” = untuk dia perempuan).
“Allahummaghfirlahu” digunakan untuk laki-laki (karena “lahu” = untuk dia laki-laki).
Ini sesuai dengan kaidah bahasa Arab agar doa lebih tepat sasaran saat mendoakan orang yang sudah wafat, teman, atau keluarga sesuai jenis kelaminnya.
Q: Kapan waktu paling utama membaca doa “Allahummaghfirlaha” untuk yang sudah wafat?
A: Waktu paling utama:
- ✅ Saat menyalatkan jenazah (terutama dalam bacaan doa setelah takbir keempat).
- ✅ Setelah penguburan jenazah sambil berdiri mendoakan di samping kubur.
- ✅ Saat ziarah kubur untuk mengirim doa ampunan.
- ✅ Saat mengingat almarhumah di waktu-waktu senggang sebagai bentuk birrul walidain atau bakti kepada orang tua yang sudah wafat
Q: Apa keutamaan mendoakan “Allahummaghfirlaha” untuk orang lain?
A: Menurut hadis riwayat Muslim, doa seorang Muslim kepada saudaranya tanpa sepengetahuan yang didoakan akan mendapatkan doa yang sama dari malaikat:
“Dan bagimu juga yang semisal itu.”
Sehingga saat kamu membaca “Allahummaghfirlaha” untuk orang lain, malaikat akan mendoakanmu agar Allah mengampunimu pula, menjadi amal jariyah dan wasilah diampuni dosa-dosamu.
Q: Apakah “Allahummaghfirlaha” boleh dibaca untuk ibu yang masih hidup?
A: Boleh, namun maknanya berbeda konteks. Jika ibu masih hidup, “Allahummaghfirlaha” menjadi doa permohonan agar Allah mengampuni dosa-dosa beliau dan memberinya kemudahan taubat serta rahmat. Ini menjadi bentuk bakti anak kepada orang tua agar hidupnya semakin diberkahi dengan ampunan dari Allah, bukan hanya saat sudah wafat saja.