Liputan6.com, Jakarta - Kisah Imam Malik dan kemuliaan majelis ilmu menjadi teladan berharga tentang bagaimana adab menuntut ilmu harus ditempatkan di atas segalanya. Dalam sejarah Islam, Imam Malik dikenal bukan hanya karena keluasan ilmunya, tetapi juga karena penghormatannya terhadap ilmu dan gurunya. Itulah sebabnya, pembahasan tentang Kisah Imam Malik dan Kemuliaan Majelis Ilmu selalu menginspirasi banyak penuntut ilmu dari masa ke masa.
Sejak kecil, Imam Malik telah dididik untuk menghormati majelis ilmu. Ibunya berpesan agar ia lebih dahulu mempelajari adab sebelum menyelami lautan ilmu. Nasihat inilah yang menjadi pondasi kehidupannya kelak, menjadikannya sosok ulama besar yang menjaga kehormatan majelis dan keilmuan Islam.
Dalam tradisi keilmuannya, Imam Malik memperlakukan setiap majelis ilmu seolah ia sedang berdiri di hadapan Rasulullah ﷺ. Sebelum menyampaikan hadis, ia akan mandi, memakai pakaian terbaik, dan membakar bukhur (dupa) agar suasana majelis menjadi harum dan khusyuk.
Sikap ini menunjukkan betapa dalamnya penghormatan Imam Malik terhadap ilmu. Ia tidak hanya memahami isi hadis, tetapi juga memuliakan proses penyampaiannya. Ia tahu bahwa ilmu adalah cahaya, dan majelis ilmu adalah tempat di mana cahaya itu bersinar paling terang.
Adab Sebelum Ilmu
Ibunda Imam Malik memakaikan pakaian terbaik kepada anaknya sebelum berangkat menimba ilmu. Ia berpesan, "Pelajarilah adab dari gurumu sebelum engkau mempelajari ilmunya." Pesan sederhana ini menjadi prinsip utama dalam perjalanan Imam Malik.
Dari kecil, Malik dikenal sebagai anak yang cerdas namun gemar bermain burung dan mendengarkan musik. Melihat hal itu, orang tuanya menegurnya dengan lembut agar tidak melupakan kewajiban menuntut ilmu. Dari sinilah awal kebangkitan spiritual dan intelektualnya dimulai.
Gurunya yang pertama, Syaikh Rabi’ah al-Ra’yi, dikenal dengan kedalaman ilmunya dalam fikih. Imam Malik berguru dengan penuh ketundukan dan disiplin. Ia tidak berani duduk lebih tinggi dari gurunya atau berbicara tanpa izin.
Dalam salah satu riwayat disebutkan, Imam Malik berkata, “Aku belajar adab selama 30 tahun, baru kemudian aku belajar ilmu selama 20 tahun.” Kalimat ini menegaskan bahwa fondasi keilmuan sejati dimulai dari adab.
Kemuliaan Majelis Imam Malik
Majelis Imam Malik di Masjid Nabawi terkenal sangat tertib dan penuh wibawa. Tidak ada suara tinggi, tawa, atau perdebatan sengit di sana. Semua hadirin mendengarkan dengan penuh khusyuk.
Ketika seseorang datang meminta fatwa, Imam Malik menjawab langsung. Tetapi bila mereka meminta hadis, ia segera bersiap diri: mandi, mengenakan pakaian terbaik, memakai wewangian, lalu menyalakan bukhur hingga majelis selesai.
Ia pernah berkata, “Aku tidak suka seseorang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali menampakkan bekas nikmat itu, khususnya para ulama. Mereka harus menjaga kehormatan ilmu.”
Bagi Imam Malik, ilmu adalah sesuatu yang suci. Majelis ilmu bukan tempat biasa, melainkan ruang sakral di mana cahaya petunjuk Allah turun.
Sikap Tawaduk dan Kejujuran Ilmiah
Salah satu ciri khas Imam Malik adalah keberaniannya mengatakan “tidak tahu”. Ia tidak pernah merasa malu mengakui ketidaktahuan, bahkan di hadapan banyak orang.
Baginya, berkata “tidak tahu” adalah bagian dari kejujuran ilmiah. Ia sering menegaskan bahwa ilmu bukan tentang siapa yang paling banyak tahu, melainkan siapa yang paling jujur dalam menyampaikan kebenaran.
Imam Malik juga berpesan, “Hadis sahih adalah mazhabku.” Artinya, kebenaran wahyu lebih tinggi daripada pendapat pribadi. Jika ditemukan hadis sahih yang bertentangan dengan pendapatnya, maka hadis itulah yang harus diikuti.
Sikap tawaduk ini menjadikan Imam Malik disegani oleh para muridnya, termasuk Imam Syafi’i yang kelak menjadi imam besar mazhab tersendiri.
Keteguhan di Hadapan Penguasa
Imam Malik hidup di masa 13 khalifah, dari Bani Umayyah hingga Abbasiyah. Meskipun sering diundang ke istana, ia menolak untuk mengajar di sana. Katanya, “Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi.”
Khalifah Harun al-Rasyid pun akhirnya mengutus anak-anaknya untuk belajar langsung di majelis Imam Malik di Masjid Nabawi. Sikap ini menunjukkan wibawa dan keteguhan pendirian sang imam.
Ketika dihadapkan pada tekanan politik, Imam Malik tetap teguh. Ia pernah dipenjara karena menolak menarik fatwanya yang dianggap berpotensi menggoyang kekuasaan. Namun, integritasnya justru semakin bersinar.
Ujian dan Keteguhan Prinsip
Suatu ketika, Imam Malik ditanya tentang baiat (sumpah setia) yang dilakukan dalam keadaan terpaksa. Ia menjawab, “Tidak sah.” Jawaban itu membuat penguasa murka, karena dianggap menyinggung kekuasaan mereka.
Namun, Imam Malik tetap berpegang pada sabda Rasulullah ﷺ:
رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
Rufi‘a ‘an ummati al-khata’u wa al-nisyānu wa mā ustukrihū ‘alaihi
“Umatku tidak dihukum karena kesalahan, lupa, dan paksaan.”
Ayat dan hadis ini menjadi landasan ilmiah yang membuat fatwanya tetap kuat meski dipersekusi.
Kedekatan dengan Murid dan Umat
Murid-murid Imam Malik datang dari berbagai penjuru dunia Islam. Salah satunya adalah Imam Syafi’i yang pernah mendapat nasihat, “Wahai Muhammad, bertakwalah kepada Allah dan jauhi maksiat, niscaya engkau akan menjadi orang besar.”
Nasihat itu benar adanya. Imam Syafi’i kelak tumbuh menjadi imam besar dan tetap menghormati Imam Malik sebagai gurunya.
Imam Malik tidak hanya mengajarkan ilmu fikih, tapi juga akhlak, kesabaran, dan kejujuran dalam mencari kebenaran.
Warisan Ilmu dan Kitab al-Muwaththa’
Karya monumental Imam Malik, Al-Muwaththa’, dianggap sebagai kitab hadis dan fikih pertama yang tersusun secara sistematis. Kitab ini menjadi rujukan penting bagi ulama di seluruh dunia Islam.
Kitab tersebut mencerminkan kecermatan Imam Malik dalam menyeleksi hadis dan hukum, serta keindahan adabnya dalam menyusun ilmu.
Bagi Imam Malik, ilmu bukan untuk berdebat, tapi untuk diamalkan. Karena itu, setiap hadis yang disampaikannya selalu diiringi dengan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Keteladanan dari Madinah
Imam Malik lahir dan wafat di Madinah, kota penuh berkah tempat Rasulullah ﷺ membangun peradaban Islam. Ia tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi sunnah dan adab.
Madinah bagi Imam Malik bukan sekadar kota, tapi taman ilmu yang harus dijaga kesuciannya. Maka tak heran jika seluruh kehidupannya berpusat di sana.
Ia berkata, “Tidak ada ilmu di muka bumi ini yang lebih baik daripada ilmu yang diajarkan di Madinah.”
Penghormatan Dunia Islam
Setelah wafatnya, nama Imam Malik tetap harum di seluruh dunia Islam. Majelis-majelis ilmu di Mesir, Maroko, dan Andalusia menjadikan ajarannya sebagai pedoman utama.
Mazhab Maliki kemudian berkembang luas, terutama di wilayah Afrika Utara dan Andalusia, sebagai wujud penghormatan terhadap keteguhan ilmunya.
Sampai hari ini, Kisah Imam Malik dan Kemuliaan Majelis Ilmu terus menginspirasi umat untuk menuntut ilmu dengan adab, ketulusan, dan rasa hormat kepada guru.
People Also Talk
1. Siapa guru pertama Imam Malik?Guru pertamanya adalah Syaikh Rabi’ah al-Ra’yi, seorang ahli fikih besar di Madinah.
2. Apa kitab terkenal karya Imam Malik?Karyanya yang terkenal adalah Al-Muwaththa’, kitab hadis dan fikih yang menjadi rujukan utama dalam mazhab Maliki.
3. Mengapa Imam Malik menolak mengajar di istana?Karena ia berprinsip bahwa ilmu itu harus didatangi oleh murid, bukan mendatangi penguasa.
4. Apa makna ucapan Imam Malik “Hadis sahih adalah mazhabku”?Maknanya, kebenaran wahyu lebih tinggi dari pendapat manusia, termasuk dirinya sendiri.
5. Bagaimana adab Imam Malik sebelum mengajar hadis?Ia mandi, memakai pakaian terbaik, mengenakan wangi-wangian, dan membakar bukhur untuk menghormati majelis ilmu.

                        5 hours ago
                                3
                    :strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5134162/original/012917000_1739593072-1739590048291_arti-doa-sholat-dhuha.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5061590/original/072378300_1734874466-Imam_Syafi_i.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5402666/original/070087200_1762259316-Muslim_membaca_sholawat_di_dekat_kaligrafi_bertuliskan_sholawat__Wikimedia_Commons_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5373270/original/044792100_1759817423-Gemini_Generated_Image_b1m0vhb1m0vhb1m0.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5151380/original/086607800_1741158200-pray-6268224_1280.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5400640/original/079783300_1762143236-ilustrasi_tangan_berdoa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5402341/original/024850600_1762244580-Masuk_Masjid.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5382022/original/048339900_1760524874-Sholawat_dan_Berdzikir.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3213149/original/081114900_1597814879-muslim-woman-pray-with-beads-read-quran_73740-667__2_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1099096/original/052428400_1451564466-is3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/4750461/original/031799500_1708609713-Niat_Puasa_Ayyamul_BIdh.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2397600/original/021060800_1541051347-embers-142515_960_720.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5402262/original/070190600_1762241995-doa_puasa_arafah.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4329118/original/093191800_1676784720-natural-wonders-paradise-illustration.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4572020/original/079789800_1694495488-haidan-IAwnp88Fz8Y-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5401985/original/063466500_1762233670-ilustrasi_berdoa.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3447311/original/080504600_1620103638-hajar-aswad.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4830372/original/038035000_1715592365-quran-being-held-hands-close-up.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4262146/original/085381500_1671090332-pexels-alena-darmel-8164382.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5401581/original/012152300_1762216664-ular_oiton.jpg)





























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5064764/original/069011000_1735030219-bansos_akhir_tahun.jpg)