Doa Sebelum Khutbah Jumat Beserta Arab, Latin, dan Terjemahan Bahasa Indonesia

2 months ago 24

Liputan6.com, Jakarta - Doa sebelum khutbah Jumat merupakan amalan penting yang dilakukan khatib sebelum menyampaikan khutbah kepada jemaah. 

Khutbah Jumat sendiri merupakan bagian integral dari ibadah salat Jumat yang wajib bagi kaum muslimin laki-laki. Sebelum menyampaikan isi khutbah, khatib biasanya membaca doa pembuka yang berisi pujian kepada Allah SWT, selawat kepada Nabi Muhammad SAW, dan wasiat untuk bertakwa.

Menurut berbagai literatur fiqih, doa sebelum khutbah Jumat berfungsi sebagai pembuka yang menyiapkan hati khatib dan jemaah untuk menerima nasihat dan pengajaran yang akan disampaikan.

Melansir dari kitab Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq, doa pembuka khutbah merupakan salah satu rukun khutbah yang harus dipenuhi untuk kesahihan khutbah Jumat.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Kamis (07/08/2025).

Doa Sebelum Khutbah Jumat Arab, Latin, dan Artinya

Bacaan doa sebelum khutbah Jumat merupakan pembuka yang sangat penting dalam pelaksanaan khutbah. Doa ini biasanya dibaca khatib sebelum memulai penyampaian materi khutbah kepada jemaah.

Berikut adalah bacaan lengkap doa sebelum khutbah Jumat:

Bacaan Arab:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ

Bacaan Latin:

Innal hamda lillah, nahmaduhu wanasta'inuhu wanastaghfiruh, wana'udzu billahi min syururi anfusina, wamin sayyiaati a'maalinaa, mayyahdihillahu falaa mudhilla lah, wamayyudhlil falaa haadiya lah. Asyhadu alla ilaaha illallah wahdahu laa syarika lah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu warosuuluh. Allahumma shalli wasallim wabarik 'ala sayyidina muhammadin wa 'ala alihi washahbihi ajma'in. Amma ba'du.

Artinya:

"Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, yang kita memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kita dan dari keburukan amal-amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tak seorang pun dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tak seorang pun mampu memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, berikan rahmat, keselamatan serta barakah kepada Junjungan kita Muhammad beserta keluarga dan sahabatnya semuanya. Amma ba'du."

Menurut kitab Al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah, doa pembuka ini mengandung unsur-unsur penting seperti hamdalah (pujian kepada Allah), syahadat (kesaksian keimanan), dan selawat kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan rukun-rukun khutbah yang harus dipenuhi.

Hukum dan Kedudukan Doa Sebelum Khutbah Jumat

Hukum membaca doa sebelum khutbah Jumat menjadi salah satu pembahasan penting dalam fiqih Islam. Para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai status hukum dari praktik ini, mulai dari yang menganggapnya sebagai sunnah hingga yang menetapkannya sebagai rukun khutbah.

Mazhab Syafi'i

Menurut Mazhab Syafi'i, membaca hamdalah (pujian kepada Allah) dan selawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam khutbah merupakan rukun yang wajib dipenuhi.

Mazhab Hanbali

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab menyatakan bahwa khutbah yang tidak mengandung pujian kepada Allah dan selawat kepada Nabi dianggap tidak sah. Pandangan ini juga didukung oleh Mazhab Hanbali yang menekankan pentingnya unsur-unsur tersebut dalam khutbah.

Mazhab Hanafi

Sementara itu, Mazhab Hanafi memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Mereka menganggap bahwa doa pembuka khutbah merupakan sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) namun bukan rukun yang menyebabkan batalnya khutbah jika ditinggalkan.

Mazhab Maliki

Mazhab Maliki juga memiliki pendapat serupa, di mana mereka menekankan pentingnya doa pembuka sebagai adab dalam berkhutbah.

Dalam praktiknya, mayoritas ulama kontemporer sepakat bahwa membaca doa sebelum khutbah Jumat adalah amalan yang sangat dianjurkan bahkan wajib dilakukan. Hal ini didasarkan pada hadits-hadits Nabi SAW yang menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbahnya dengan pujian kepada Allah, selawat, dan wasiat bertakwa.

Mengutip dari Fatwa Dar al-Ifta al-Misriyyah, lembaga fatwa resmi Mesir menyatakan bahwa doa pembuka khutbah merupakan bagian integral yang tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan khutbah Jumat.

Variasi dan Perbedaan Doa Pembuka Khutbah Menurut Mazhab

Meskipun secara umum struktur doa sebelum khutbah Jumat memiliki kesamaan, terdapat beberapa variasi dan perbedaan dalam praktiknya menurut pandangan mazhab-mazhab fiqih. Perbedaan ini umumnya terletak pada redaksi, urutan bacaan, dan penekanan pada unsur-unsur tertentu.

Mazhab Syafi'i

Mazhab Syafi'i menekankan pentingnya membaca hamdalah dengan redaksi yang mengandung lafadz "Allah" dan "hamd" secara eksplisit. Menurut Syekh Ibn Hajar al-Haitami dalam Al-Minhaj al-Qawim, hamdalah harus menggunakan kata "Allah" dan lafadz "hamd" atau turunannya seperti "alhamdulillah" atau "ahmadullaha". Tidak mencukupi jika menggunakan redaksi seperti "al-hamdu lir-rahman" atau "asy-syukru lillah".

Dalam hal selawat kepada Nabi, Mazhab Syafi'i mensyaratkan penggunaan kata "shalat" dengan nama yang jelas dari nama-nama Nabi Muhammad SAW. Tidak mencukupi jika hanya menggunakan kata ganti (dhamir) tanpa menyebutkan nama Nabi secara eksplisit. Syekh Mahfuzh at-Tarmasi dalam Hasyiyah at-Turmusi menjelaskan bahwa selawat harus mengandung unsur "as-shalatu" beserta nama yang jelas dari Nabi Muhammad SAW.

Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki

Mazhab Hanafi memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam redaksi doa pembuka khutbah. Mereka tidak mensyaratkan penggunaan lafadz tertentu secara rigid, asalkan makna pujian kepada Allah dan selawat kepada Nabi tersampaikan dengan jelas. Begitu pula dengan Mazhab Maliki yang lebih menekankan pada substansi daripada redaksi yang baku.

Adapun untuk wasiat bertakwa, para ulama sepakat bahwa khatib harus menyampaikan nasihat untuk bertakwa kepada Allah SWT, namun tidak ada ketentuan khusus mengenai redaksi yang harus digunakan.

Daftar Sumber

  • Al-Haitami, Ibn Hajar. Al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi. Jeddah: Dar al-Minhaj, 2011.
  • At-Tarmasi, Mahfuzh. Hasyiyah at-Turmusi. Jeddah: Dar al-Minhaj, 2011.
  • Al-Bajuri, Ibrahim. Hasyiyah al-Bajuri 'ala Ibn Qasim. Kediri: Ponpes Fathul Ulum.
  • Al-Malibari, Zainuddin. Fathul Mu'in Hamisy I'anatut Thalibin. Surabaya: al-Haramain.
  • Bin Syatha, Abu Bakr. I'anatut Thalibin. Surabaya: al-Haramain.
  • Muhyiddin, Luthfi. "Gaya Bahasa Khutbah Jum'at (Kajian Pola Retorika)." Jurnal At-Ta'dib Vol. 8, No. 2, Desember 2013.
  • Mughniyah, Muhammad Jawad. Al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Khamsah. Beirut: Dar al-Jawad.
  • Sabiq, Sayyid. Fiqhus Sunnah. Jilid I dan II. Jeddah: Maktabatul-Khidmatil-Khadisah.
  • Taufik, M. Tata. Dakwah Era Digital Sejarah, Metode dan Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Group, 2020.
  • Fatwa Dar al-Ifta al-Misriyyah. Kairo: Dar al-Ifta al-Misriyyah.

FAQ (Frequently Asked Questions)

1. Apakah doa sebelum khutbah Jumat wajib dibaca?

Menurut mayoritas ulama, membaca doa pembuka khutbah yang mengandung hamdalah, selawat kepada Nabi, dan wasiat bertakwa adalah wajib karena merupakan rukun khutbah. Khutbah dianggap tidak sah jika tidak mengandung unsur-unsur tersebut, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan mazhab mengenai tingkat kewajiban ini.

2. Bolehkah doa pembuka khutbah dibaca dalam bahasa selain Arab?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Mazhab Syafi'i dan Hanbali mensyaratkan penggunaan bahasa Arab untuk rukun-rukun khutbah seperti hamdalah dan selawat. Namun, jika khatib tidak mampu berbahasa Arab, diperbolehkan menggunakan bahasa lokal dengan catatan harus tetap membaca ayat Al-Qur'an dalam bahasa Arab.

3. Apa yang harus dilakukan jika khatib lupa membaca doa pembuka?

Jika khatib lupa membaca doa pembuka dan baru menyadarinya di tengah khutbah, sebaiknya segera kembali membaca doa pembuka sebelum melanjutkan khutbah. Namun, jika sudah terlanjur selesai khutbah, menurut sebagian ulama khutbah tersebut tetap sah selama unsur-unsur penting seperti wasiat bertakwa telah disampaikan.

4. Apakah ada bacaan doa khusus setelah selesai khutbah?

Ya, setelah khutbah kedua, khatib biasanya membaca doa penutup yang berisi permohonan ampunan untuk kaum muslimin dan muslimat, doa untuk kebaikan dunia dan akhirat, serta perlindungan dari azab neraka. Doa ini merupakan salah satu rukun khutbah menurut Mazhab Syafi'i.

5. Bagaimana jika jemaah datang saat khatib sedang membaca doa pembuka?

Jemaah yang datang saat khatib sedang membaca doa pembuka khutbah hendaknya segera duduk dan mendengarkan dengan khusyuk. Tidak dianjurkan untuk melakukan shalat tahiyyatul masjid atau aktivitas lainnya karena pada saat itu khutbah telah dimulai dan jemaah wajib mendengarkan.

6. Apakah boleh menggunakan variasi redaksi dalam doa pembuka khutbah?

Boleh, asalkan tetap mengandung unsur-unsur wajib seperti hamdalah, selawat kepada Nabi, dan wasiat bertakwa. Namun, lebih baik menggunakan redaksi yang telah masyhur dan sesuai dengan tuntunan ulama untuk menghindari kesalahan dalam rukun-rukun khutbah.

7. Apa hikmah membaca istighfar dalam doa pembuka khutbah?

Membaca istighfar dalam doa pembuka khutbah mengandung hikmah untuk membersihkan diri khatib dari dosa-dosa yang mungkin menghalangi diterimanya dakwah yang disampaikan. Ini juga merupakan bentuk kerendahan hati dan pengakuan akan kekurangan di hadapan Allah SWT sebelum menyampaikan nasihat kepada orang lain.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |