Liputan6.com, Jakarta - Budaya berutang yang kian menjamur di tengah masyarakat menjadi sorotan pendakwah kondang KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang akrab disapa Buya Yahya. Dalam salah satu ceramahnya, Buya menekankan betapa bahayanya utang jika tidak didasari kebutuhan mendesak dan perencanaan yang matang.
Fenomena hidup konsumtif membuat banyak orang merasa harus memiliki sesuatu yang belum mereka mampu beli. Mulai dari rumah, kendaraan, hingga gawai, semua dikejar meski harus mencicil dan menumpuk utang demi terlihat mampu secara sosial.
Buya Yahya menyayangkan kondisi ini yang justru menjauhkan ketenangan dalam hidup. Padahal, Islam mengajarkan kesederhanaan dan kehati-hatian dalam masalah harta dan pinjaman. Utang, jika tidak ditangani dengan bijak, bisa menjadi beban dunia dan akhirat.
“Semoga Allah menjauhkan kita dari utang yang bikin susah tidur dan tidak tenang di siang hari. Malam hari susah tidur, siang hari enggak tenang. Itu adalah orang punya utang,” tutur Buya Yahya dikutip dari kanal YouTube @albahjah-tv, dikutip Kamis (24/07/2025).
Dalam kesempatan itu, Buya mengupas tuntas soal bahayanya budaya utang yang tak terkendali.
Simak Video Pilihan Ini:
Viral Polisi dan Selingkuhan Digerebek Istri saat Bermesraan di Kamar Kos di Belu NTT
Banyak Orang Utang Bukan Karena Butuh
Menurutnya, sekarang ini orang membeli sesuatu bukan lagi karena butuh, tapi karena ingin terlihat memiliki. Padahal, belum waktunya untuk memiliki rumah, kendaraan, atau handphone, namun sudah memaksakan diri dengan cara berutang.
“Masyaallah, harus nyiksa diri, harus ngutang, harus bayar. Setiap minggu, setiap bulan tersiksa. Hidupnya sudah dikuasai dengan ketamakan dan kerakusan,” ujar Buya Yahya dengan nada prihatin.
Ia menambahkan, orang yang hidupnya dikendalikan oleh hawa nafsu akan sulit menemukan ketenangan. Utang menjadi pintu masuk berbagai kesempitan dalam hidup, baik dari sisi ekonomi maupun psikologis.
Utang, lanjut Buya Yahya, bisa membuat seseorang kehilangan fokus dalam ibadah. Pikiran yang semestinya tertuju kepada Allah, justru disibukkan dengan tagihan, cicilan, dan ancaman keterlambatan.
“Orang seperti ini tidak akan bisa khusyuk dalam sholat. Karena begitu berdiri sholat, yang diingat adalah cicilan,” ujarnya dengan lugas.
Buya juga mengingatkan agar setiap Muslim menjauh dari gaya hidup konsumtif dan tidak terjebak dalam gengsi sosial. Kebiasaan membeli barang yang bukan kebutuhan mendesak bisa menjerumuskan pada perbudakan utang.
Pentingnya Mengelola Keinginan
Ia menekankan pentingnya mengelola keinginan dan belajar bersabar dalam memiliki sesuatu. Kesabaran dalam menunda pembelian adalah kunci untuk hidup tenang dan jauh dari lilitan utang.
Dalam ceramahnya, Buya mengutip hadits yang menyebut bahwa ruh orang berutang bisa tertahan karena belum melunasi pinjamannya. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya perkara utang dalam Islam.
“Utang itu urusan besar, jangan dianggap sepele. Bahkan orang yang mati syahid sekalipun bisa tertahan karena utangnya,” tegasnya.
Untuk itu, ia menganjurkan umat Islam agar tidak terburu-buru dalam mengambil pinjaman, kecuali benar-benar mendesak dan tidak ada jalan lain selain berutang.
Selain itu, jika sudah berutang, maka niat untuk melunasi harus kuat dan nyata. Tidak boleh bermain-main dengan utang karena berkaitan dengan hak orang lain.
Buya juga mengajak para orang tua untuk mendidik anak-anaknya hidup sederhana dan tidak memaksakan diri demi memenuhi standar hidup palsu yang dikonstruksi media sosial.
Menutup ceramahnya, Buya mengajak jamaah untuk memperbanyak doa agar dijauhkan dari utang dan hidup dalam kecukupan. Doa yang diajarkan Rasulullah untuk menghindari utang pun diajarkan kembali oleh Buya kepada para jamaah.
Dengan penuh harap, ia berpesan agar umat Islam lebih mawas diri dalam urusan harta dan menghindari gaya hidup yang berujung pada jerat utang demi kebahagiaan yang sejati.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul