Liputan6.com, Cilacap - Dalam sejarah Islam, terdapat banyak kisah penuh makna yang tidak hanya mencerminkan keajaiban di zaman Rasulullah SAW, tetapi juga memberikan pelajaran spiritual dan sosial yang mendalam bagi umat Islam hingga hari ini.
Salah satu kisah ajaib yang menggugah hati adalah peristiwa hujan selama sepekan atau seminggu tanpa henti di masa Rasulullah SAW. Kisah ini bukan sekadar catatan cuaca luar biasa, tetapi merupakan cerminan kedekatan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Kisah hujan tanpa henti selama tujuh hari ini di era Rasulullah SAW terungkap lewat sebuah ceramah ulama kharismatik asal Rembang, yang merupakan santri kinasih KH. Maemoen Zubair (Mbah Moen), yakni KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha).
Peristiwa aneh ini bermula saat ada orang badui atau orang desa yang meminta hujan kepadanya, namun Rasulullah SAW mengacuhkan permintaannya. Rasulullah SAW ketika itu tidak lantas berdoa memohon kepada Allah SWT agar diturunkan hujan. Namun justru beliau berkhutbah.
“Nabi itu tidak berdoa ketika ada orang yang meminta hujan,” kisah Gus Baha dikutip dari tayangan YouTube Short @miftahuddin763, Jumat (26/07/2025).
“Nabi itu malah khutbah, khutbah ini ya berbicara di depan orang banyak saat sholat Jumat,” sambungnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Tukang Bakso Temui Bupati, Usul Wonogiri jadi Kota Bakso dan Warisan Budaya Tak Benda di Unesco
Minta Diturunkan Hujan
Dalam salah satu ceramahnya, Gus Baha mengisahkan sebuah momen menarik yang terjadi di masa Rasulullah SAW, ketika seorang badui atau orang desa menunjukkan sikap yang secara lahir tampak kurang beretika. Ketika itu Rasulullah SAW sedang berkhutbah, namun tidak didengarkan.
Beliau menyeru kepada ketakwaan, menyeru kepada kebaikan, seperti yang biasa disampaikan dalam khutbah Jumat. Namun, isi khutbah itu tidak dengarkan.
“Orang desa tidak punya etika, Nabi khutbah tidak didengarkan,” kata Gus Baha.
“Menyuruh takwa, menyuruh kebaikan tidak didengarkan,” sambungnya.
Baginya, apa yang disampaikan Nabi saat itu tidak penting karena ia merasa kebutuhan paling mendesak saat itu adalah turunnya hujan.
“Tidak penting, yang penting sekarang butuhnya hujan,” kata orang desa itu, seperti dituturkan Gus Baha.
“Orang desa itu berkata, ya Rasulallah, dunia sudah rusak, sebab tidak ada hujan,” imbuhnya.
Bagi dia, kekeringan telah menghancurkan kehidupan. Tanaman mati, hewan ternak kesulitan minum, dan ekonomi terganggu. Maka, tanpa basa-basi, ia menyela khutbah Rasulullah SAW.
“Orang desa itu berkata, ya Rasulallah, dunia sudah rusak, sebab tidak ada hujan,” katanya.
“Sudah tidak usah khutbah, sekarang biar hujan bagaimana?” pinta orang desa itu.
Hujan Tidak Berhenti Selama Sepekan
Merespons permintaan orang badui itu, meskipun agak mangkel, Rasulullah menuruti permintaan orang badui tadi. Beliau lantas menengadahkan tangannya seraya berdoa kepada Allah SWT agar diturunkan hujan. Seketika karena doa Rasulullah SAW, akhirnya Allah SWT menurunkan hujan.
“Lalu Rasulullah SAW mengangkat tangannya dan seketika itu turun hujan, tapi mohon maaf Nabi saat itu agak mangkel, tapi mangkelnya Nabi jangan kamu tiru,” paparnya.
Selang tidak lama, Rasulullah SAW pun akhirnya pulang ke rumahnya padahal ketika itu beliau belum memohon agar hujannya itu berhenti. Akhirnya, hujan turun terus menerus tanpa henti selama sepekan.
“Ketika hujan turun, Rasulullah SAW tidak mencabut permintaan hujan, lalu Rasulullah SAW pulang, hujan selama satu minggu akhirnya,” tutur Gus Baha.
Sebab hal demikian, maka orang badui tersebut melaporkan kepada Rasulullah SAW agar hujan berhenti.
“Ya Rasulallah, sekarang dunia rusak bukan karena kehausan tapi karena terjadi musibah banjir,” rintih orang tersebut.
“Jadi Malaikat mau menghentikan hujan tidak berani sebab Nabi tidak minta hujan dihentikan,” kata Gus Baha.
Lalu atas permintaan orang badui tersebut, Rasulullah berdoa sehingga hujan berhenti.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul