Ibnu Sirin Peletak Dasar Tafsir Mimpi Perspektif Islam, Biografi dan Keilmuannya

2 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Dalam khazanah Islam, Ibnu Sirin dikenal sebagai ahli tafsir mimpi. Karya monumentalnya, Tafsir al-Ahlam al-Kabir banyak dirujuk sebagai dasar pemikiran tafsir mimpi yang dihubungkan dengan sunnah. 

Muhammad Ibnu Sirin, atau lengkapnya Muhammad bin Sirin al-Anshari Abu Bakar bin Abi Umrah al-Basri, lahir di Basrah, Irak, pada tahun 33 H/653 M, dua tahun sebelum berakhirnya masa Khalifah Umar bin Khattab.

Ia tumbuh dalam keluarga sederhana yang sarat nilai religius; ayahnya seorang budak Anas bin Malik yang dimerdekakan karena ketekunan dan kejujurannya, sementara ibunya, Shaffiyah, dahulu merupakan budak Abu Bakar ash-Shiddiq.

Sejak kecil, Ibnu Sirin dikenal tekun menuntut ilmu, terutama dalam bidang tafsir mimpi, hadis, dan fikih. Ia belajar langsung dari para sahabat Nabi SAW, seperti Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah.

Kepribadiannya yang rendah hati dan penuh humor menjadikannya figur ulama yang dicintai masyarakat Basrah. Menurut catatan sejarah, beliau wafat pada 9 Syawal 110 H, hanya seratus hari setelah wafatnya Hasan al-Basri.

Karya monumental Ibnu Sirin

Karya monumental Ibnu Sirin yang paling terkenal adalah Tafsir al-Ahlam al-Kabir atau Muntaqa al-Kalam fi Tafsir al-Ahlam, sebuah kitab klasik tentang tafsir mimpi yang menjadi rujukan lintas generasi.

Kitab ini berisi panduan sistematis tentang cara menafsirkan mimpi berdasarkan Al-Qur’an, hadis, dan simbolisme kehidupan.

Melalui karya ini, Ibnu Sirin berhasil mengangkat tafsir mimpi dari sekadar pengalaman subjektif menjadi disiplin ilmiah dalam Islam.

Selain itu, pemikirannya juga banyak tersimpan melalui murid-muridnya, yang menulis ulang fatwa dan pendapat beliau dalam bidang fikih, hadis, dan akhlak.

Banyak pendapatnya tercantum dalam karya besar seperti Kitab al-Zuhd karya Ahmad bin Hanbal dan Sifat al-Safwah karya Ibn al-Jawzi.

Isi kitab tersebut menggambarkan metode tafsir mimpi yang rasional dan spiritual sekaligus. Ibnu Sirin mengaitkan simbol-simbol mimpi dengan dalil Al-Qur’an dan hadis, misalnya menakwilkan mimpi adzan sebagai tanda akan menunaikan ibadah haji berdasarkan Surah Al-Hajj ayat 27.

Dia juga menafsirkan mimpi dengan memperhatikan kondisi pemimpi, status sosial, profesi, dan pengalaman hidup, menunjukkan pendekatan psikologis dan kontekstual yang jauh mendahului zamannya.

Metode Penafsiran dalam Tafsir al-Ahlam al-Kabir

Ibnu Sirin menggunakan pendekatan ta’wil Qur’ani dan hadis, berpadu dengan simbolisme dan konteks sosial pemimpi. Beberapa prinsip pentingnya antara lain:

  • Tafsir berdasarkan dalil: mimpi dikaitkan langsung dengan ayat atau hadis.
  • Simbolisme universal: air melambangkan kehidupan dan rezeki, pohon berarti kekuatan, dan ular menggambarkan bahaya tersembunyi.
  • Kontekstualisasi pribadi: mimpi yang sama bisa ditakwil berbeda tergantung kondisi pemimpi.
  • Tujuan spiritual: tafsir mimpi bukan sekadar ramalan, tetapi sarana refleksi diri dan pendekatan kepada Allah.

Pendekatan Ibnu Sirin ini menjadikan tafsir mimpi bukan sekadar bagian dari budaya Arab, tetapi ilmu spiritual bernilai epistemologis dalam Islam.

Sebagian ulama klasik seperti Ibnu Khaldun dalam al-Muqaddimah dan Adz-Dzahabi dalam Siyar A‘lam an-Nubala’ menyatakan bahwa kitab Tafsir al-Ahlam al-Kabir mungkin bukan tulisan langsung Ibnu Sirin, melainkan kompilasi ajaran lisan beliau yang dihimpun oleh murid-muridnya. Hal ini karena pada masa tabi‘in, ilmu masih banyak ditransmisikan secara oral.

Namun, kesesuaian isi kitab dengan prinsip dan metode takwil mimpi Ibnu Sirin menjadi bukti kuat bahwa karya tersebut bersumber dari pemikirannya. Sejumlah akademisi modern, seperti Zainab Alwani dalam The Oral and Written Transmission of Knowledge in Early Islam (2013), menilai kitab ini sebagai “kompilasi otentik dari ajaran lisan Ibnu Sirin yang kemudian dikodifikasi.”

Perjalanan Keilmuan dan Kontribusi Intelektual

Lahirnya Al-Ahlam al-Kabir terkait erat dengan latar belakang dan keluasan ilmu Ibnu Sirin. Dicatat dalam berbagai sirah, Ibnu Sirin tumbuh dalam lingkungan keluarga pecinta ilmu.

Seluruh saudaranya dikenal berilmu dan bertakwa, termasuk Ma‘bad, Yahya, dan Hafshah binti Sirin. Ia dikenal sebagai tabi‘in terkemuka, ahli hadis yang dinilai tsiqah (terpercaya) oleh ulama besar seperti Yahya bin Ma‘in dan Ibnu Sa‘d.

Dikenal berhati-hati dalam berfatwa, "Asy‘ats meriwayatkan, jika Ibnu Sirin ditanya tentang halal dan haram, wajahnya berubah seakan bukan dirinya yang tadi," demikian, dikutip dalam karya ilmiah Muhammad Ibnu Sirin dan Karyanya Tafsir Al-Ahlamal-Kabir, UIN Antasari.

Selain kehati-hatian luar biasa dalam urusan agama, dalam menuntut ilmu, Ibnu Sirin dikenal tak kenal lelah. Ia mengembara ke Kufah, Makkah, dan Madinah demi memperdalam ilmu.

Diriwayatkan bahwa ia berguru kepada lebih dari tiga puluh sahabat Nabi, termasuk murid senior Abdullah bin Abbas, yakni Ikrimah. Ketekunannya membuatnya menjadi salah satu ulama paling disegani dalam ilmu tafsir mimpi, fikih, dan hadis.

Pengaruhnya di Dunia Islam

Dalam memilih guru, Ibnu Sirin sangat selektif. Ia belajar kepada tokoh-tokoh besar seperti Abu Hurairah, Imran bin Husain, dan Ubaidah as-Salmani.

Sementara di sisi lain, murid-muridnya melahirkan generasi baru ulama besar, di antaranya Qatadah bin Di’amah, Ayyub al-Sikhtiyani, Yunus bin Ubaid, Hisyam bin Hassan, dan Ibnu Aun.

Kontribusinya dalam pengembangan hadis dan akhlak tercermin dalam ucapannya yang terkenal:

“Sesungguhnya ilmu ini adalah bagian dari agama, maka telitilah dari siapa agama itu kalian ambil.”

Ungkapan ini menjadi kaidah emas dalam ilmu hadis yang digunakan hingga kini sebagai prinsip kehati-hatian dalam periwayatan.

Keluhuran Akhlaknya

Selain berilmu, Ibnu Sirin juga dikenal sebagai ahli ibadah dan zuhud. Ia membagi hari-harinya antara ibadah, menuntut ilmu, dan berdagang.

Disebutkan bahwa ia sering berpuasa selang-seling seperti puasa Nabi Daud dan memiliki tujuh wirid harian yang tak pernah ditinggalkannya. Ucapannya yang terkenal mencerminkan keluhuran akhlaknya:

“Aku tidak membenci seorang pun di dunia ini, baik orang baik maupun orang buruk.”

Jika seseorang menjelekkan orang lain di hadapannya, ia akan menjawab dengan menyebutkan kebaikan orang tersebut. Akhlak inilah yang menjadikannya panutan dalam kesalehan sosial dan spiritual.

Warisan Intelektual

Warisan Ibnu Sirin tidak hanya terletak pada tafsir mimpi, tetapi juga pada etika keilmuan dan kesalehan sosial.

Ia menjadi model ulama yang memadukan ilmu, amal, dan akhlak. Gagasannya tentang kehati-hatian dalam menafsirkan agama terus dipegang oleh para ulama hingga kini.

Sebagaimana disimpulkan dalam karya ilmiah UIN Antasari, Ibnu Sirin adalah “ulama yang menghubungkan spiritualitas dengan rasionalitas, menjadikan mimpi sebagai bahasa ilahi yang dimaknai dengan ilmu, bukan takhayul.”

Dengan demikian, Tafsir al-Ahlam al-Kabir tidak hanya karya tafsir mimpi, melainkan juga refleksi keilmuan Islam klasik yang mendalam, humanistik, dan bernilai universal.

People also Ask:

1. Apa yang pernah dikatakan oleh Muhammad bin Sirin?

Muhammad bin Sirin berkata, “Sungguh aku tahu dosa mana yang membuatku memiliki utang. 40 tahun yang lalu aku pernah berkata pada seseorang, 'Hai orang yang bangkrut'.”

2. Tafsir mimpi menikah menurut Ibnu Sirin?

Menurut Ibnu Sirin, mimpi menikah umumnya memiliki makna positif seperti datangnya kebahagiaan, keberuntungan, atau kesuksesan. Selain itu, mimpi ini bisa juga menjadi pertanda akan mendapatkan rezeki yang melimpah, jabatan atau kedudukan tinggi, atau kematangan spiritual dan kesiapan untuk memikul tanggung jawab lebih besar.

3. Apa buku paling terkenal karya Ibnu Sirin?

Kitab Besar Penafsiran Mimpi (bahasa Arab: تفسير الأحلام الكبير‎, Tafsir al-Ahlam al-Kabir) yang dikaitkan dengan sarjana Muslim abad ke-7 Ibnu Sirin yang aslinya disusun pada abad ke-15 oleh al-Dārī dengan judul Pilihan Pernyataan tentang Penafsiran Mimpi.

4. Apakah mazhab Zahiri masih ada?

Meskipun ajaran Zhahiri terus bertahan terutama dikalangan ulama dan ahli hadis, masyarakat mulai jarang mengikut mazhab ini sehingga banyak ahli sejarah mulai menyatakannya telah punah. Saat ini, mazhab ini masih diikuti oleh komunitas-komunitas kecil di Maroko dan Pakistan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |