Mabit Artinya Bermalam saat Melaksanakan Ibadah Haji, Simak Penjelasannya

2 months ago 22

Liputan6.com, Jakarta Mabit artinya bermalam atau menginap yang merupakan salah satu rangkaian penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Istilah ini sering digunakan saat jemaah haji melaksanakan ritual di Muzdalifah dan Mina.

Dalam pelaksanaan ibadah haji, mabit artinya kegiatan bermalam yang harus dilakukan oleh setiap jemaah haji di tempat-tempat yang telah ditentukan. Ritual ini memiliki makna spiritual yang mendalam dan menjadi bagian dari syariat Islam yang sarat hikmah.

Mengutip dari Syarhul Jami' li Ahkamil Umrah wal Hajji waz Ziarah,menyebutkan bahwa ulama kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat jemaah haji wajib berada di Muzdalifah setelah masuk pertengahan malam sekalipun hanya dalam waktu yang sebentar. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (12/8/2025).

Pengertian dan Makna Mabit dalam Islam

Secara bahasa, mabit berasal dari kata Arab "بات" (bata) yang berarti bermalam atau menginap. Dalam konteks ibadah haji, mabit merujuk pada kewajiban bermalam di tempat-tempat tertentu sebagai bagian dari rangkaian ritual haji yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.

Mabit memiliki makna yang lebih mendalam dari sekadar bermalam biasa. Ritual ini merupakan bentuk ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT, sekaligus sebagai momen untuk merenung dan memperdalam makna ibadah haji secara keseluruhan. Jemaah haji diajarkan untuk hidup sederhana dan merasakan kebersamaan dengan sesama muslim dari seluruh dunia.

Filosofi di balik ritual mabit adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merenungkan perjalanan spiritual yang sedang dilakukan. Melalui bermalam di tempat-tempat suci, jemaah haji diharapkan dapat merasakan kedamaian dan memperoleh keberkahan dari Allah SWT.

Mabit di Muzdalifah: Rukun Penting Ibadah Haji

Mabit di Muzdalifah merupakan salah satu rukun atau kewajiban penting dalam ibadah haji yang dilaksanakan setelah wukuf di Arafah. Muzdalifah adalah area terbuka seluas sekitar 12,25 km² yang terletak di antara Makkah dan Mina, berdekatan dengan Wadi Muhassir.

Secara etimologi, Muzdalifah berasal dari kata al-izdilaf yang berarti berkumpul atau bertemu. Nama ini merujuk pada tradisi jemaah haji yang berkumpul di tempat tersebut untuk melaksanakan shalat jama' Maghrib dan Isya. Menurut riwayat, Muzdalifah juga merupakan tempat bertemunya kembali Nabi Adam dan Siti Hawa setelah terpisah.

Dilansir dari laman BPKH, kawasan Muzdalifah termasuk maysaril haram sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an.

  فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ    

Artinya, “Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram”. (QS. Al-Baqarah: 198).

Ritual mabit di Muzdalifah dilakukan pada malam 10 Zulhijjah setelah jemaah menunaikan wukuf di Arafah. Selama bermalam di Muzdalifah, jemaah haji disunnahkan untuk memperbanyak dzikir, doa, dan istighfar kepada Allah SWT sambil mempersiapkan kerikil untuk ritual lempar jumrah di Mina.

Hukum dan Kewajiban Mabit di Muzdalifah

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum mabit di Muzdalifah dalam pelaksanaan ibadah haji. Jumhur ulama berpendapat bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya wajib, sehingga jemaah haji yang tidak melaksanakannya dikenakan kewajiban membayar dam (denda).

Sebagian ulama lain menganggap mabit di Muzdalifah bukan hanya wajib, melainkan rukun haji yang tidak dapat digantikan dengan apapun. Namun, ada juga pendapat ulama yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan).

Bagi jemaah haji yang memiliki kondisi khusus seperti sakit, lanjut usia, atau berisiko tinggi, diberikan keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan mabit atau melaksanakannya dalam waktu yang lebih singkat. Keringanan ini diberikan untuk menjaga keselamatan jiwa dan kesehatan jemaah haji.

Tata Cara Pelaksanaan Mabit di Muzdalifah

Pelaksanaan mabit di Muzdalifah memiliki tata cara yang telah ditetapkan berdasarkan sunnah Rasulullah SAW. Langkah pertama adalah tiba di Muzdalifah sebelum lewat tengah malam setelah menunaikan wukuf di Arafah pada siang hari tanggal 9 Zulhijjah.

Setelah tiba di Muzdalifah, jemaah haji melaksanakan shalat Maghrib dan Isya secara jama' (digabung) dan qashar (dipendekkan). Praktik ini mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang meminta Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan dan melaksanakan shalat jama' saat tiba di Muzdalifah.

Selama bermalam di Muzdalifah, jemaah haji disunnahkan untuk memperbanyak dzikir, doa, dan istighfar. Momen ini menjadi kesempatan emas untuk bermunajat kepada Allah SWT dan memohon ampunan atas segala dosa yang pernah dilakukan. Suasana khusyuk dan tenang di Muzdalifah sangat mendukung untuk beribadah.

Jemaah haji juga disunnahkan mengumpulkan kerikil untuk ritual lempar jumrah yang akan dilaksanakan di Mina. Meskipun secara teknis kerikil sudah disediakan oleh penyelenggara haji, mengambil kerikil di Muzdalifah tetap dianjurkan untuk mengikuti sunnah Rasul. Jumlah kerikil yang diambil adalah 49 buah untuk nafar awal dan 70 buah untuk nafar tsani.

Mabit di Mina: Melanjutkan Rangkaian Ibadah Haji

Setelah melaksanakan mabit di Muzdalifah, jemaah haji melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melakukan rangkaian ibadah haji selanjutnya. Mina yang secara bahasa berarti 'muna' atau harapan, menjadi tempat di mana jemaah haji menumpahkan segala harapan kepada Allah SWT.

Di Mina, jemaah haji melaksanakan ritual lempar jumrah aqabah pada tanggal 10 Zulhijjah dengan 7 lemparan kerikil. Setelah itu, jemaah dapat melakukan tahallul awal dengan bercukur atau memotong rambut yang menandai berakhirnya sebagian larangan ihram.

Mabit di Mina dilaksanakan pada malam 11 dan 12 Zulhijjah untuk jemaah yang memilih nafar awal, atau berlanjut hingga malam 13 Zulhijjah untuk nafar tsani. Selama mabit di Mina, jemaah haji melanjutkan ritual lempar jumrah pada hari-hari tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijjah).

Mengutip dari Kementerian Agama, pergerakan jemaah dari Muzdalifah ke Mina diatur sesuai jadwal dari syarikah sebagai pihak yang bertanggung jawab. Koordinasi yang baik diperlukan untuk memastikan kelancaran dan keamanan seluruh jemaah haji selama pelaksanaan mabit.

Hikmah dan Makna Spiritual Mabit

Ritual mabit dalam ibadah haji mengandung hikmah dan makna spiritual yang mendalam bagi setiap jemaah haji. Melalui bermalam di tempat-tempat suci, jemaah diajarkan untuk hidup sederhana dan merasakan kebersamaan dengan sesama muslim dari berbagai belahan dunia.

Mabit mengajarkan nilai-nilai kesabaran, ketaatan, dan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah SWT. Kondisi bermalam di tanah lapang dengan fasilitas terbatas melatih jemaah untuk bersyukur atas nikmat yang selama ini diterima dan menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara.

Selama mabit, jemaah haji memiliki kesempatan untuk merenung, bermuhasabah diri, dan memperdalam hubungan spiritual dengan Allah SWT. Suasana tenang dan khusyuk menciptakan momen yang sangat berharga untuk bermunajat dan memohon ampunan-Nya.

Ritual mabit juga mengajarkan nilai kesetaraan di hadapan Allah SWT, di mana semua jemaah haji tanpa memandang status sosial, ekonomi, atau asal negara berkumpul dalam satu tempat dengan pakaian yang sama. Hal ini menjadi pengingat bahwa semua manusia setara di hadapan Allah dan yang membedakan hanyalah ketakwaan.

FAQ

1. Apa yang dimaksud dengan mabit artinya? Mabit artinya bermalam atau menginap, khususnya dalam konteks ibadah haji di tempat-tempat yang telah ditentukan seperti Muzdalifah dan Mina.

2. Apakah mabit di Muzdalifah wajib dilakukan? Menurut jumhur ulama, mabit di Muzdalifah hukumnya wajib dan jemaah yang meninggalkannya dikenakan kewajiban membayar dam.

3. Berapa lama waktu minimum untuk mabit di Muzdalifah? Waktu minimum adalah setelah masuk pertengahan malam hingga menjelang subuh, sekalipun hanya dalam waktu sebentar.

4. Apa yang dilakukan selama mabit di Muzdalifah? Selama mabit, jemaah melaksanakan shalat jama' Maghrib-Isya, memperbanyak dzikir, doa, dan mengumpulkan kerikil untuk lempar jumrah.

5. Apakah ada keringanan untuk jemaah yang sakit saat mabit? Ya, jemaah yang sakit, lanjut usia, atau berisiko tinggi mendapat keringanan untuk tidak mabit atau mabit dalam waktu singkat.

6. Bagaimana jika cuaca buruk saat mabit di Muzdalifah? Jemaah tetap harus melaksanakan mabit sesuai kemampuan, namun keselamatan jiwa tetap menjadi prioritas utama.

7. Apakah mabit di Mina juga wajib dilakukan? Ya, mabit di Mina pada malam 11-12 Zulhijjah (nafar awal) atau hingga malam 13 (nafar tsani) juga merupakan kewajiban dalam ibadah haji.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |