Perilaku Korupsi dalam Islam Disebut Ghulul, Simak Penjelasan Al-Qur'an dan Hadist

1 month ago 15

Liputan6.com, Jakarta - Korupsi merupakan praktik kecurangan. Meskipun kata "korupsi" tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran, namun perilaku korupsi dalam Islam disebut dengan istilah-istilah khusus yang memiliki makna mendalam.

Islam sebagai agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan telah mengidentifikasi berbagai bentuk kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Melansir dari Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah, H Noor Fahmi menjelaskan  meskipun tidak ada istilah korupsi dalam Al-Qur'an, namun perilaku korupsi disebut dengan istilah Ghulul serta Riswah dalam Alquran maupun Hadis.

Korupsi adalah praktik kecurangan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok, sedangkan Ghulul adalah penggelapan atau penghiatan atas amanat yang seharusnya dijaga, sementara Riswah adalah suap.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (29/7/2025).

Perilaku Korupsi dalam Islam

Dalam terminologi Islam, perilaku korupsi memiliki beberapa sebutan yang spesifik sesuai dengan jenis dan bentuk tindakan yang dilakukan. Para ulama telah mengidentifikasi berbagai istilah yang mencakup seluruh spektrum tindakan korupsi.

Istilah korupsi merupakan produk istilah modern yang tidak dijumpai padanannya secara tepat dalam fikih atau hukum Islam. Meski demikian, korupsi selalu mengacu pada beberapa praktik kecurangan dalam transaksi antara manusia untuk kepentingan diri atau kelompok.

Mengutip dari Jurnal Korupsi dalam Tinjauan Hukum Islam oleh Amelia (2010), dalam konteks hukum Islam, korupsi dikategorikan sebagai "jarimah" atau "jinayah" yaitu perbuatan yang melanggar syara', yang mengenai jiwa, harta benda, keturunan, dan akal. Para ulama berpendapat bahwa tindakan korupsi (al-Istighlal atau ghulul) memiliki beragam bentuk dan merupakan salah satu perbuatan yang dilarang karena bertentangan dengan Maqashid Syari'ah.

Ada empat istilah utama yang digunakan untuk menyebut perilaku korupsi dalam Islam:

  • Ghulul - Pengkhianatan terhadap amanah atau penggelapan harta
  • Riswah - Suap atau pemberian untuk memperoleh keuntungan tidak sah
  • Al-Maksu - Pungutan liar atau cukai yang tidak dibenarkan
  • Akl al-Suht - Memakan hasil haram atau memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri

Ghulul: Pengkhianatan Terhadap Amanah

Ghulul merupakan istilah pertama dan paling umum digunakan untuk menyebut perilaku korupsi dalam Islam. Secara harfiah, ghulul berarti pengkhianatan terhadap kepercayaan atau amanah yang telah diberikan.

Dikutip dari buku Ekstradisi Pelaku Korupsi menurut Hukum Islam dan Hukum Internasional oleh Nurjanah (2015), secara harfiah ghulul berarti pengkhianatan terhadap kepercayaan atau amanah. Pada mulanya ghulul merupakan istilah bagi penggelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan.

Al-Quran menyebutkan larangan ghulul dalam Surah Ali Imran ayat 161: "Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya."

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari mendefinisikan ghulul dengan "al-khiyanah fi al-maghnam" (pengkhianatan pada harta rampasan perang).

Makna ghulul itu sendiri terlihat dari ungkapan Nabi Muhammad saw, "Kamu sebenarnya mengira kami melakukan ghulul dan tidak membagikan ganimah untuk kamu, terlihat bahwa pengertian ghulul adalah kebijakan pembagian ganimah yang tidak sebagaimanana mestinya, menyimpang dari ketentuan yang ada."

Riswah: Suap dalam Perspektif Islam

Riswah adalah istilah kedua yang paling mendekati dengan konsep korupsi modern. Secara istilah, riswah atau suap artinya pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkara dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan.

Al-Shan'ani dalam Subul al-Salam memberikan makna terhadap riswah sebagai "upaya memperoleh sesuatu dengan memberikan sesuatu". Dalam hadis disebutkan, dari Sauban (diriwayatkan bahwasanya) ia berkata: Rasulullah Saw melaknat pelaku, penerima dan perantara riswah, yaitu orang yang menjadi penghubung di antara keduanya (HR. Ahmad).

Mengutip dari Muhammadiyah.or.id, riswah adalah tindakan memberikan harta dan yang semisalnya untuk membatalkan hak milik lain atau mendapatkan atas hak milik pihak lain.

Salah satu dalil Alquran yang dijadikan rujukan riswah adalah surat Al-Baqarah ayat 188 yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."

Ada tiga unsur riswah yang telah diidentifikasi para ulama:

  1. Penerima suap - orang yang menerima sesuatu dari orang lain baik berupa harta uang maupun jasa
  2. Pemberi suap - orang yang menyerahkan harta, uang, ataupun jasa untuk mencapai tujuannya
  3. Suapan - harta, uang, atau jasa yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu

Al-Maksu dan Akl al-Suht: Bentuk Korupsi Lainnya

Al-Maksu secara bahasa bermakna pengurangan, penzaliman, atau perampasan. Sedangkan secara istilah, makna al-maksu adalah segala jenis pungutan dan cukai yang tidak dibenarkan dalam Islam. Perbuatan al-maksu identik dengan pungutan liar yang biasanya terjadi ketika seseorang akan mengurus sesuatu.

Melansir dari Kalteng.kemenag.go.id, Al maksu bermakna pengurangan, penzaliman, atau perampasan yang jika dikaitkan dengan konteks kekinian adalah segala jenis pungutan yang tidak dibenarkan atau pungutan liar. Praktik ini yang dimaksud dalam firman Allah:

"Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih." (QS. As-Syura: 42)

Akl al-Suht atau "makan hasil haram" adalah istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan tindakan memanfaatkan unsur jabatan atau kekuasaan untuk memperkaya diri atau orang lain. Hal ini berdasarkan pada QS. Al Maidah ayat 42 dan 62-63.

Al-suht sendiri berarti memanfaatkan unsur jabatan atau kekuasaan atau kewenangan untuk memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menerima imbalan dari orang lain atas perbuatan itu.

Faktor Penyebab Korupsi dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong seseorang melakukan tindakan korupsi. Faktor-faktor ini berkaitan erat dengan kondisi spiritual dan moral individu yang bersangkutan.

Mengutip dari Jurnal Ekonomika Dan Bisnis (JEBS) Vol.02 No. 03 November 2022, dari perspektif agama Islam tindakan korupsi adalah perbuatan yang membawa kepada kerugian dan termasuk kedalam perbuatan tercela. Faktor individual yang menjadi penyebab timbulnya korupsi, menurut Islam menjadi hal yang harus dihindari.

Tamak atau keserakahan merupakan perilaku atau akhlak tercela dalam Islam yang termasuk kedalam akhlak muhlikat. Akhlak muhlikat yaitu segala tingkah laku manusia yang berujung pada kebinasaan dan kehancuran diri. Tamak berarti keinginan hati yang kuat untuk mendapatkan sesuatu atau keinginan untuk memperoleh sebanyak-banyaknya.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Fajr ayat 20:

"Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan." Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Cinta kepada kepemimpinan (kedudukan atau jabatan) merupakan sumber kejahatan dan kezhaliman." Perilaku tamak dapat menjadi sumber kejahatan yang didasarkan oleh kecintaan akan kedudukan dan harta sehingga dapat menyebabkan tindakan korupsi.

Al-Quran telah mengidentifikasi berbagai bentuk korupsi yang mungkin dilakukan manusia. Setiap bentuk memiliki karakteristik dan dampak yang berbeda terhadap kehidupan bermasyarakat.

  1. Pertama, Akl al-Mal bi al-Bathil (memakan harta dengan cara batil). Al-Quran menyebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 188 tentang larangan memakan harta benda dengan jalan yang salah seperti penipuan, pemalsuan, dan pengelabuan.
  2. Kedua, Sariqah (mencuri) sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Ma'idah: 38 tentang tindakan mengambil harta milik orang lain yang bukan haknya.
  3. Ketiga, Khiyanah (tidak menepati janji atau ingkar janji). QS. Al-Anfal: 27 melarang mengkhianati Allah dan Rasul serta amanah-amanah yang dipercayakan.
  4. Keempat, Al-Suht (memberikan harta sebagai kompensasi pelaksanaan tugas tanpa dasar yang sah).
  5. Kelima, Kolusi (persekongkolan dalam perbuatan tidak baik). Keenam, Nepotisme (memprioritaskan keluarga atau kelompok tertentu tanpa mempertimbangkan kompetensi).

Melansir dari Dompetdhuafa.org, Islam telah mendefinisikan korupsi dengan begitu rinci bahkan ada beragam bentuk korupsi yang mungkin terlewat oleh kebanyakan umat muslim. Setiap bentuk korupsi ini memiliki konsekuensi dan hukuman yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.

Pencegahan Korupsi dalam Islam

Islam tidak hanya mengidentifikasi dan melarang korupsi, tetapi juga memberikan solusi komprehensif untuk mencegahnya. Pendekatan Islam dalam pencegahan korupsi bersifat holistik, mencakup aspek spiritual, moral, dan sistem sosial.

Konsep akuntabilitas (accountability) dalam Islam sangat erat kaitannya dengan pencegahan korupsi. Melansir dari Kalteng.kemenag.go.id, H Noor Fahmi menjelaskan bahwa salah satu indikator sikap Akuntabel adalah berintegritas. Setiap ASN mutlak memiliki nilai Integritas agar terhindar dari sikap korupsi demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.

Integritas adalah kesesuaian antara pikiran, ucapan dan tindakan. Sedangkan sikap ketidaksesuaian, ketidaksinkronan, ketidakkonsistenan antara hati, lisan, dan tindakan dalam Islam disebut munafik. Rasulullah SAW bersabda ada tiga ciri orang munafik yaitu:

(1) Bila berkata, dia bohong.

(2) Bila berjanji, dia ingkar.

(3) Bila diberi amanat, dia khianat.

Sistem zakat, infaq, dan shadaqah juga menjadi mekanisme pencegahan korupsi dengan cara mendistribusikan kekayaan secara adil. Konsep maslahah (kemaslahatan) mengajarkan bahwa setiap tindakan harus memberikan manfaat bagi kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi semata.

Hukuman bagi Pelaku Korupsi dalam Islam

Islam memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku korupsi, baik sanksi di dunia maupun di akhirat. Sanksi ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera sekaligus menegakkan keadilan.

Untuk tindakan ghulul, Al-Quran menyebutkan dalam QS. Ali Imran: 161 bahwa pelaku akan mendapat sanksi di akhirat dengan membawa apa yang dikhianatkannya. Dalam hadis disebutkan bahwa kelak hukuman dosa orang yang menggelapkan harta adalah lehernya akan dijerat seekor unta.

Untuk riswah (suap), baik pemberi, penerima, maupun perantara mendapat laknat dari Allah sebagaimana disebutkan dalam hadis. Tindakan sariqah (mencuri) mendapat hukuman potong tangan sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Ma'idah: 38, meskipun penerapannya memiliki syarat-syarat yang ketat.

Mengutip dari Jurnal Ekonomika Dan Bisnis (JEBS), al-maksu merupakan salah satu bentuk korupsi yang ketentuan hukumnya termasuk dalam kategori jarimah ta'zir. Menurut Abdul Qadir Audah dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jarimah ta'zir adalah hukuman yang bertujuan untuk mendidik atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syariat.

Sumber

  • Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah - kalteng.kemenag.go.id
  • Muhammadiyah.or.id - Istilah-istilah Korupsi dalam Islam
  • Dompetdhuafa.org - Bentuk Korupsi Menurut Islam: Khianat hingga Ingkar Janji
  • Amelia (2010) - Jurnal Korupsi dalam Tinjauan Hukum Islam
  • Nurjanah (2015) - Ekstradisi Pelaku Korupsi menurut Hukum Islam dan Hukum Internasional
  • Norapuspita & Mohamad Djasuli (2022) - Jurnal Ekonomika Dan Bisnis (JEBS) Vol.02 No. 03
  • Ibnu Hajar al-Asqalani - Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari
  • Al-Shan'ani - Subul al-Salam
  • Abdul Qadir Audah - Ensiklopedi Hukum Pidana Islam

FAQ Tentang Perilaku Korupsi dalam Islam

1. Apa yang dimaksud dengan perilaku korupsi dalam Islam?

Perilaku korupsi dalam Islam disebut dengan beberapa istilah seperti ghulul (pengkhianatan amanah), riswah (suap), al-maksu (pungutan liar), dan akl al-suht (memakan hasil haram). Setiap istilah memiliki makna spesifik sesuai dengan jenis dan bentuk korupsi yang dilakukan, namun semuanya merujuk pada tindakan menyalahgunakan kepercayaan atau kekuasaan untuk keuntungan pribadi.

2. Mengapa Islam sangat melarang tindakan korupsi?

Islam melarang korupsi karena tindakan ini bertentangan dengan lima prinsip dasar Maqashid Syariah yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Korupsi dapat merusak tatanan sosial, merugikan masyarakat luas, dan mencerminkan kedangkalan akidah serta ketakwaan seseorang. Selain itu, korupsi juga termasuk memakan harta dengan cara batil yang dilarang Al-Quran.

3. Apa perbedaan antara ghulul dan riswah dalam konteks korupsi?

Ghulul lebih merujuk pada pengkhianatan terhadap amanah atau penggelapan harta yang dipercayakan, sedangkan riswah adalah pemberian suap untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah. Ghulul lebih bersifat internal (penggelapan dari dalam), sementara riswah melibatkan transaksi antara dua pihak atau lebih dengan tujuan mendapatkan perlakuan khusus atau menguntungkan.

Hukuman korupsi dalam Islam bervariasi tergantung jenis dan bentuknya. Untuk ghulul, pelaku akan mendapat sanksi di akhirat dengan membawa apa yang dikhianatkannya. Untuk riswah, pemberi, penerima, dan perantara mendapat laknat Allah. Beberapa bentuk korupsi masuk kategori jarimah ta'zir yang hukumannya diserahkan kepada penguasa untuk menentukan sanksi yang mendidik.

Faktor utama yang mendorong korupsi menurut Islam adalah tamak (keserakahan) dan pemenuhan maslahah (kebutuhan) yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tamak merupakan akhlak tercela yang membuat seseorang tidak puas dengan apa yang dimiliki dan selalu menginginkan lebih. Ketika kebutuhan dipenuhi berdasarkan hawa nafsu bukan syariat, maka dapat mendorong tindakan korupsi.

Islam mencegah korupsi melalui pendekatan holistik yang meliputi penanaman nilai integritas, akuntabilitas, dan ketakwaan. Sistem zakat, infaq, dan shadaqah membantu mendistribusikan kekayaan secara adil. Konsep amanah dan maslahah mengajarkan bahwa setiap tindakan harus memberikan manfaat bagi kepentingan umum. Pengawasan sosial dan penegakan hukum yang adil juga menjadi bagian penting dalam pencegahan.

7. Apakah semua bentuk pemberian hadiah kepada pejabat termasuk riswah?

Tidak semua pemberian termasuk riswah. Riswah adalah pemberian yang bertujuan untuk mendapatkan perlakuan khusus, memenangkan perkara secara tidak sah, atau memperoleh kedudukan tertentu. Hadiah yang diberikan tanpa maksud tertentu dan dalam konteks yang wajar masih diperbolehkan, namun pejabat harus berhati-hati karena batasan antara hadiah wajar dan riswah sangat tipis. Islam menganjurkan untuk menghindari situasi yang dapat menimbulkan keragu-raguan.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |